Keras atau lembeknya ereksi pria ketika berhubungan seksual ternyata memiliki korelasi yang erat dengan kondisi kesehatan secara umum.
Survei bertajuk Ideal Sex Survei 2011 yang dilakukan oleh Pfizer menunjukkan, pria dengan tingkat kekerasan ereksi skala 3 (dianalogikan memiliki kekerasan seperti sosis) lebih sering mengalami masalah kesehatan dibanding pria dengan ereksi optimal atau seperti timun (skala 4).
Pria dengan skala ereksi 3 pada umumnya menderita berbagai penyakit kronik, misalnya diabetes (23 persen), tekanan darah tinggi (21 persen), obesitas (13 persen), ejakulasi prematur (64 persen), penyakit hati (8 persen), dan kondisi kesehatan lainnya (22 persen).
"Pria yang ereksinya seperti sosis atau penis cukup keras tetapi tidak optimal menggambarkan kondisi kesehatan yang buruk. Biasanya mereka bermasalah dengan pembuluh darah sehingga sel-sel pembuluh darah yang ada di penis tidak sepenuhnya terisi oleh darah," kata dr Heru H Oentoeng, SpAnd, dari Asosiasi Seksologi Indonesia dalam acara pengumuman hasil Ideal Sex Survei 2011 di Jakarta, Kamis (23/6/2011).
Hasil survei juga menunjukkan, 62 persen pria dengan skala ereksi atau erection hard score (EHS) 3 lebih sering mengunjungi dokter dibanding 51 persen pria dengan kekerasan penis skala 4. EHS adalah tes mandiri yang sederhana, tervalidasi, dan menunjukkan derajat kekerasan ereksi dengan ukuran berskala 1-4. Skala 1 adalah tape penis membesar, tetapi tidak keras. Skala 2 adalah pisang, yaitu penis keras, tetapi tidak cukup keras untuk melakukan penetrasi. Adapun skala 3 sosis, penis cukup keras, tetapi tidak sangat keras. Yang ideal adalah skala 4 atau timun.
Tingkat kekerasan ereksi juga dikaitkan dengan kebahagiaan hidup pria. Hasil survei menyatakan bahwa pria dengan ereksi "timun" merasa dua kali lebih puas dengan hubungan rumah tangganya dibanding pria ereksi "sosis".
Menurut dr Heru, pria yang menderita gangguan ereksi tidak perlu berkecil hati. "Tidak perlu malu, carilah solusi yang benar," kata dokter yang berpraktik di Rumah Sakit Siloam Kebon Jeruk, Jakarta, ini.
Ia menambahkan, penanganan gangguan ereksi harus berdasarkan pada penyebabnya. "Jika disebabkan oleh diabetes, maka gula darahnya tentu harus dikontrol. Kalau karena kegemukan, maka berat badannya dikurangi. Jika susah ereksi karena obat-obatan yang dikonsumsi, maka obat tersebut harus dikurangi atau diganti dengan obat lain yang tidak mengganggu ereksi," katanya.
Penderita disfungsi ereksi juga disarankan untuk tidak perlu malu berobat ke dokter yang kompeten dalam menangani masalah seksual. "Hindari sembarangan minum obat karena yang perlu ditangani adalah pemicunya," imbuhnya.
Olahraga menjadi salah satu cara untuk menunjang teknik pengobatan inti pada kondisi disfungsi seksual. Olahraga 15-30 menit setiap hari terbukti menyehatkan tubuh, meningkatkan libido, menurunkan stres, dan melancarkan aliran darah ke bagian genital.
"Pria yang berolahraga secara rutin memiliki risiko terkena gangguan ereksi lebih rendah. Bahkan, setelah berusia 50 tahun, ereksinya lebih baik dibanding dengan yang tidak berolahraga," kata dr Rachmad Wahyu Hidayat, SpKO, dalam acara yang sama.
Sumber : Kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar