Rabu, 31 Oktober 2012

Cara Mengharumkan Nama Baik di dunia & Akhirat


AMALAN-AMALAN YANG MENGHARUMKAN NAMA BAIK DI DUNIA DAN AKHIRAT
Setiap orang yang mati pasti meninggalkan nama dan jejak rekam yang baik maupun buruk bagi keluarga, masyarakat dan generasi sesudahnya. Maka di sini timbul pertanyaan-pertanyaan yang cukup penting, bagaimana kita meninggalkan nama yang harum bagi generasi di belakang kita? Seperti apa kita akan diingat ketika kita sudah tidak lagi ada di dunia ini? Ketika mendengar nama kita, apa yang akan dikenang orang? Kebaikan atau kejahatan? Orang yang bersih atau koruptor? Orang yang jujur atau pendusta dan penipu? Orang yang amanah atau pengkhianat? Dan pertanyaan-pertanyaan semisal.
Nama kita akan dikenang orang sesuai dengan bagaimana perbuatan kita selama hidup di dunia. Jangan lupa bahwa nama ini akan kita wariskan pula kepada anak cucu kita. Betapa kasihannya jika anak kita akan dikenal sebagai anak penjahat, koruptor, penipu, pelacur, penjudi, pemabuk, pembunuh, penyebar kebatilan dan kesesatan,  dan lain sebagainya. Sesuatu yang bukan kesalahan mereka, namun mereka harus menanggungnya sepanjang hidup mereka. Karena itu, nama baik adalah hal yang cukup penting untuk selalu kita perhatikan dan jaga.
BEBERAPA AMALAN PENGHARUM NAMA DI DUNIA DAN AKHIRAT
Berikut ini, kami (penulis) akan sebutkan secara global beberapa amalan yang bisa mengharumkan nama baik seorang hamba ketika ia masih hidup di dunia ini ataupun sesudah meninggalnya berdasarkan dalil-dalil syar’i:
1) Beriman dan Bertakwa kepada Allah kapanpun dan di manapun.
Hal ini Karena apabila seorang hamba telah beriman kepada Allah dan senantiasa bertakwa kepada-Nya, maka Allah akan mencintainya dan memerintahkan para malaikat dan hamba-hamba-Nya yang lain untuk mencintainya. Sebagaimana disebutkan di dalam hadits berikut ini:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضى الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: ” إِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى إِذَا أَحَبَّ عَبْدًا نَادَى جِبْرِيلَ إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَبَّ فُلاَنًا فَأَحِبَّهُ فَيُحِبُّهُ جِبْرِيلُ ، ثُمَّ يُنَادِى جِبْرِيلُ فِى السَّمَاءِ إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَبَّ فُلاَنًا فَأَحِبُّوهُ ، فَيُحِبُّهُ أَهْلُ السَّمَاءِ وَيُوضَعُ لَهُ الْقَبُولُ فِى أَهْلِ الأَرْضِ “
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah tabaraka wa ta’ala apabila mencintai seorang hamba, Dia memanggil malaikat Jibril (seraya mengatakan, pent), “Sesungguhnya Allah telah mencintai si fulan, maka cintailah dia”, maka Jibril pun mencintainya, lalu Jibril berkumandang di langit dengan mengatakan, “Sesungguhnya Allah telah mencintai si fulan maka cintailah ia”, maka (para malaikat) penghuni langit pun mencintainya, lalu ditanamkan rasa menerima (dan mencintainya, pent) pada penduduk bumi.” (HR. Bukhari no.7047 dan Muslim no.2637).
Dari sini kita dapat mengetahui bahwa agar nama kita harum dan dicintai oleh Allah, para malaikat dan manusia maka hendaknya kita berupaya memperoleh kecintaan dari Allah dengan cara beriman dan bertakwa dengan sebenar-benarnya.
2) Mengajarkan ilmu yang Bermanfaat dan Menyebarluaskannya dalam bentuk Tulisan.
Hal ini bisa dilakukan oleh para ulama dan penuntut ilmu yang telah mapan keilmuannya dengan cara mengajarkan ilmu kepada manusia tentang perkara-perkara agama mereka. Disamping itu juga dengan cara mengarang dan menuliskan ilmunya di dalam sebuah majalah, buku, website / blog di internet, dan BB Grup agar ilmunya terjaga, tersebar luas dan bermanfaat bagi generasi-generasi yang datang sesudahnya.
Berapa banyak ulama yang meninggal dunia semenjak ratusan tahun yang lalu tetapi ilmunya masih ada, dikenang dan dimanfaatkan melalui kitab-kitab yang telah dikarangnya lalu dipakai dari generasi ke generasi sesudahnya dengan perantara para muridnya kemudian para pencari ilmu setelah mereka. Dan setiap kali kaum muslimin menyebutkan nama penulisnya, mereka selalu mendoakan kebaikan dan memohon rahmat dan ampunan kepada Allah baginya. Ini adalah keutamaan dan karunia dari Allah yang diberikan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Berapa banyak generasi yang diselamatkan Allah dari kesesatan dengan jasa seorang ulama, maka ulama itu mendapatkan seperti pahala orang yang mengikutinya sampai hari kiamat. Sebagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ عَلَّمَ عِلْمًا فَلَهُ أَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهِ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الْعَامِلِ
“Barangsiapa mengajarkan suatu ilmu, maka dia mendapatkan pahala orang yang mengamalkannya, tidak mengurangi dari pahala orang yang mengamalkannya sedikitpun.” (HR. Ibnu Majah no.240 (I/88), dan dihasankan oleh syaikh al-Albani).
Diriwayatkan dari Abu Darda’  radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِى السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِى الأَرْضِ وَالْحِيتَانُ فِى جَوْفِ الْمَاءِ
“Orang yang mengajarkan ilmu (kebaikan) dimintakan ampunan oleh segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi, sampai ikan-ikan yang ada di dalam lautan.” (HR. Abu Daud no.3641 (II/341), at-Tirmidzi no.2682 (V/48), dan al-Baihaqi di dalam Al-Adaab no.862).
Dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلاَلَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا
“Barangsiapa yang menyeru kepada petunjuk (kebajikan), maka dia mendapatkan pahala sebagaimana pahala-pahala orang yang mengikutinya, hal itu tidak mengurangi pahala-pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa menyeru kepada kesesatan, maka dia mendapatkan dosa seperti dosa-dosa orang yang mengikutinya, hal itu tidak mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun.” (HR. Muslim no.2674 (IV/2060), Abu Daud no.4609 (II/612), At-Tirmidzi no.2674 (V/43), Ibnu Majah no.206 (I/75), Ahmad no.9149, dan Ibnu Hibban no.112 (1/318), dan dishahihkan oleh syaikh al-Albani).
3) Shodaqoh Jariyah
Shadaqah jariyah adalah suatu ketaatan yang dilakukan oleh seseorang untuk mengharapkan ridha Allah Ta’ala, agar orang-orang umum bisa memanfaatkan harta yang disedakahkannya tersebut sehingga pahalanya mengalir baginya sepanjang barang tersebut masih ada dan bermanfaat.
Para ulama telah menafsirkan shadaqah jariyah dengan wakaf untuk kebaikan. Seperti mewakafkan tanah, masjid, gedung sekolah/madrasah, rumah hunian, kebun kurma, mushaf Al-Qur’an, kitab yang berguna, dan lain sebagainya.
Disini merupakan dalil disyariatkannya mewakafkan barang-barang yang bermanfaat dan perintah untuk melakukannya, bahkan itu termasuk amalan yang paling mulia yang bisa dilakukan seseorang untuk kemuliaan dirinya di dunia dan akhirat.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا مَاتَ إِبْنُ آدَمَ إِنْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلاَثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ, أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِه, أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ
“Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah segala amalannya, kecuali dari tiga perkara; shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shaleh yang mendo’akannya.” [HR. Muslim, HR. Muslim (5/73), Imam Bukhari di dalam Al-Adab Al-Mufrad hal.8, Abu Daud (2/15), an-Nasa’i (2/129), ath-Thahawi di dalam Al-Musykil (1/85), al-Baihaqi (6/278), dan Ahmad (2/372). Lihat Ahkamul Jana-iz Wa Bida’uha oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani hal.224].
4) Mendidik Anak Menjadi Anak Sholih
Anak adalah anugerah Allah yang diamanahkan kepada kedua orang tuanya. Dan amanah ini akan dimintai pertanggung-jawabannya kelak pada hari kiamat. Orang tua akan selamat dan sukses di dunia dan akhirat apabila mampu menunaikan amanah ini dengan sebaik-baiknya. Kesuksesan orang tua dalam mengemban amanah ini ditandai dengan kesuksesannya dalam mendidik anaknya menjadi anak shalih yang taat kepada Allah dan kedua orang tuanya serta bermanfaat bagi orang lain. Semakin banyak kebaikan dan manfaat yang dilakukan oleh anak sholih tersebut, maka semakin banyak pahala yang mengalir kepada kedua orang tuanya dan semakin banyak pula orang memuji dan mengenangnya.  Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ مِنْ أَطْيَبِ مَا أَكَلَ الرَّجُلُ مِنْ كَسْبِهِ وَوَلَدُهُ مِنْ كَسْبِهِ
“Sesungguhnya yang paling baik dari makanan seseorang adalah hasil jerih payahnya sendiri. Dan anak merupakan hasil jerih payah orang tua.”(HR. Abu Daud no. 3528 dan An Nasa-i no. 4451. Syaikh al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Ini berarti amalan dari anaknya yang sholih masih tetap bermanfaat bagi kedua orang tuanya walaupun mereka sudah berada di liang lahat karena anak adalah hasil jerih payah orang tuanya yang pantas mereka nikmati.
5) Zuhud terhadap Harta Benda yang ada pada Orang Lain.
Zuhud (tidak meminta-minta dan berharap) terhadap apa yang dimiliki oleh orang lain dapat menyebabkan seseorang dicintai oleh manusia.
Di samping itu juga Allah mencintai hamba-hamba-Nya yang zuhud. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Sahl bin Sa’d as-Sa’idi radhiyallahu anhu, ia menceritakan bahwa ada seseorang yang datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata: “Wahai Rasulullah, tunjukkan kepadaku satu amalan yang jika aku mengamalkannya maka aku akan dicintai oleh Allah dan dicintai manusia.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Zuhudlah terhadap dunia, niscaya engkau dicintai Allah, dan zuhudlah terhadap apa yang dimiliki manusia, niscaya engkau dicintai manusia.” (HR. Ibnu Majah no.4102 dan ini lafazhnya, Ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir no.5972, Al-Hakim IV/313, dan selainnya. Syaikh Al-Albani menghasankannya di dalam Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah no.944 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir no.922).
Hasan al-Bashri rahimahullah berkata: “Engkau senantiasa menjadi mulia di mata manusia, atau manusia senantiasa memuliakanmu jika engkau tidak mengambil apa yang ada di tangan manusia. Jika engkau mengambil apa yang ada di tangan manusia, mereka meremehkanmu, membenci perkataanmu dan benci kepadamu.”. (Jami’ul ‘Uluum wal Hikam karya al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hanbali II/204-205)
Ada seorang Arab Badui bertanya kepada penduduk Bashrah, “Siapakah orang mulia di desa ini?” Penduduk Bashrah menjawab, “Al-Hasan (maksudnya Hasan al-Bashri seorang ulama tabi’in, pen).” Orang Arab Badui itu bertanya lagi, “Kenapa ia mulia bagi penduduk Bashrah?” penduduk Bashrah menjawab, “Manusia membutuhkan ilmunya, sedangkan ia tidak membutuhkan dunia mereka.”. (Lihat Jami’ul ‘Uluum wal Hikam karya al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hanbali II/206)
6) Berakhlak dan Bermuamalah yang Baik kepada Sesama Manusia.
Manusia yang paling mulia akhlaknya dan paling baik muamalahnya adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Hal ini berdasarkan rekomendasi dari Allah kepada beliau dengan firman-Nya:
وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ
“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. Al-Qalam: 4)
Beliau senantiasa berakhlak dan bermuamalah dengan baik kepada seluruh makhluk. Karena salah satu tugas mulia beliau dalam berdakwah adalah menyempurnakan akhlak yang mulia, sebagaimana sabdanya:
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلاَقِ
“Sesungguhnya aku ini diutus (oleh Allah) agar menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. al-Hakim no.4221 (II/670) dan ia berkata: “Hadits ini shahih sesuai dengan syarat Muslim, akan tetapi keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengeluarkannya (di dalam kitab Shahih keduanya, pent), dan al-Baihaqi no.20571 (X/191)).
Oleh karenanya, beliau menjadi manusia yang paling harum namanya dan paling dikenang keluhuran akhlaknya oleh manusia sepanjang sejarah. Maka sepantasnya bagi kita semua sebagai umatnya agar senantiasa meneladani beliau dalam hal akhlak, muamalah dan selainnya.
Terdapat banyak dalil syar’i yang memberikan pujian dan sanjungan kepada orang-orang yang berakhlak mulia dan bermuamalah baik dengan sesama manusia. Di antaranya adalah hadits-hadits berikut ini:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم:” إِنَّ مِنْ أَخْيَرِكُمْ أَحْسَنَكُمْ خُلُقًا “
Dari Abdullah bin Amr, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda: “Sesungguhnya sebaik-baik orang di antara kalian adalah orang yang paling baik akhlaknya.” (HR. Bukhari no.6029 (X/452) dengan Fathul Bari, Muslim (IV/1810) no.3321).
وَعَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: ” خَيْرُ الأَصْحَابِ عِنْدَ اللَّهِ خَيْرُهُمْ لِصَاحِبِهِ وَخَيْرُ الْجِيرَانِ عِنْدَ اللَّهِ خَيْرُهُمْ لِجَارِهِ “.
Dari Abdullah bin Amr, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda: “Sebaik-baik sahabat di sisi Allah ialah orang yang paling berbuat baik kepada sahabatnya, dan sebaik-baik tetangga di sisi Allah ialah orang yang paling berbuat baik kepada tetangganya.” (HR. Tirmidzi IV/333 no.1944, al-Hakim (IV/181) dan ia berkata; “Shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim”, dan disepakati oleh adz-Dzahabi, dan Ahmad II/167 no.6566, dan Syu’aib al-Arnauth berkata: “Isnadnya kuat sesuai syarat imam Muslim).
7) Suka Membantu dan Meringankan Beban Orang Lain.
Orang yang gemar membantu dan meringankan beban dan kesulitan orang lain baik dengan harta benda, perkataan, perbuatan, pikiran positif ataupun lainnya, dia akan dicintai dan dikenang jasa-jasa baiknya oleh manusia. Ini dikarenakan jiwa manusia secara fitrah mencintai siapa saja yang suka menolong dan berbudi baik kepadanya.
Jika ingin baca artikel ini Selengkapnya, silakan klik: http://abufawaz.wordpress.com/2010/10/21/kiat-harumkan-nama-di-dunia-dan-akhirat/  (selesai… اَلْحَمْدُ لِلّهِ ) :)


Sumber  : Majelis Fiqih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar