Rabu, 31 Oktober 2012

Malaikat-Malaikat Allah

Telah diceritakan yang lalu tentang Materi Penciptaannya, Waktu Penciptaan, Wujudnya, Jumlah, dan Sifat-Sifatnya. Pada artikel kali ini, akan dicoba untuk lebih mengenal "Malaikat" Para Tentara Allah SWT lebih jauh lagi.


Nama Dan Tugas Malaikat

Masing-masing malaikat memiliki nama dan tugasnya sendiri-sendiri, namun kita tidak mengetahui nama-nama tersebut kecuali sedikit saja. Berikut adalah nama-namanya :


1. Malaikat Jibril

Pemimpin para malaikat ini, bertugas menyampaikan wahyu Allah dan mengajarkannya kepada para nabi dan rasul. Di dalam Al Qur'an, Jibril memiliki beberapa julukan, seperti : Ruh Al Amin, Ruh Al Qudus (Roh Kudus), Ar-Ruh Al-Amin, dan lainnya.


“Katakanlah : "Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al Qur'an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah; membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman. Barang siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir.”
(QS. Al Baqarah : 97-98)


Bentuk fisik Ruhul'Qudus, tertera dalam uraian mengenai kisah Rasullah Muhammad SAW, kala beliau mendapat wahyu ke-2 kalinya, dan Rasul meminta untuk melihat wujud asli sang utusan Allah dari langit, karena berkali-kali sang utusan (Ruhul'Qudus) datang dalam wujud manusia.

Ruhul'Qudus; Tampak wujudnya dengan enam ratus sayap antara masyrik dan maghrib, (barat-timur) sayap dan busana kebesarannya putih laksana mutiara yang larut, dengan rupa yang begitu elok dan rupawan, dan dengan kekuatan yang dahsyat penuh mukjizat.

Malikat Jibril adalah malaikat yang menyampaikan berita kelahiran Nabi Isa As (lihat di artikel Isa) kepada ibunya Siti Maryam dan juga malaikat yang menyampaikan Al Qur'an kepada Nabi Muhammad SAW.

Dalam kisah suci perjalanan Isra' Mi'raj, sesampainya di pos perjalanan Sidratul Muntaha, Malaikat Jibril tidak sanggup lagi mendampingi Rasulullah untuk terus naik menghadap kehadirat Allah SWT;

Beliau berkata : "Aku sama sekali tidak mampu mendekati Allah, perlu 60.000 tahun lagi aku harus terbang. Itulah jarak antara aku dan Allah yang dapat aku capai. Jika aku terus juga ke atas, aku pasti hancur luluh".

Maha Suci Allah, ternyata Malaikat Mulia Jibril As pun tidak sampai kepada Allah SWT.


2. Malaikat Mikail

Malaikat ini bertugas untuk membagi rezeki kepada seluruh makhluk. Ia yang mengatur air, menurunkan hujan/petir, membagikan rezeki kepada manusia, tumbuh-tumbuhan juga hewan-hewan dan lain-lain di muka bumi ini.

Malaikat Mikail adalah salah satu di antara Pembesar Malaikat yang empat, setelah Jibril. Ia diciptakan Allah setelah malaikat Israfil dengan selisih kira-kira lima ratus tahun.

Menurut salah satu sumber, dalam tradisi Islam, Mikail dikatakan memakai jubah berwarna hijau jamrud, memenuhi bentangan langit. Tiap helai rambutnya berisi ribuan wajah yang mengagungkan nama Allah. Menurut sumber lain dikatakan, sejak neraka diciptakan Allah, Mikail tidak pernah lagi bisa tertawa.

Dari kepala malaikat Mikail hingga kedua telapak kakinya berbulu Za'faron. Jika seluruh air di lautan dan sungai di muka bumi ini disiramkan di atas kepalanya, niscaya tidak setitik pun akan jatuh melimpah. Di atas setiap bulu-bulunya, terdapat sebanyak satu juta muka.

Setiap muka malaikat Mikail ini pula mempunyai satu juta mulut. Dan setiap mulut mempunyai satu juta lidah, manakala setiap lidah-lidahnya boleh berbicara satu juta bahasa atau lisan. Setiap satu juta lisan tersebut adalah membaca istighfar pada Allah bagi orang-orang mukmin yang berdosa.

Setiap satu juta muka atau wajahnya mempunyai satu juta mata. Tiap-tiap matanya sentiasa menangis, karena memohon rahmat bagi orang-orang mukmin yang berdosa. Tiap-tiap matanya yang menangis itu mengeluarkan tujuh ribu titisan air mata. Dan setiap titisan air mata itu Allah ciptakan satu malaikat Karubiyyuun yang serupa dengan kejadian malaikat Mikail. Setiap malaikat-malaikat ini ditugaskan untuk bertasbih pada Allah sehingga hari kiamat.

Imam Ahmad dengan sanadnya, dari Anas bin Malik, ketika Rasulullah Mi'raj ke langit, Rasul ada bertanya pada malaikat Jibril : "Mengapa aku tidak pernah nampak malaikat Mikail tertawa?" Malaikat Jibril menjawab : "Malaikat Mikail tidak pernah tertawa semenjak neraka diciptakan."


3. Malaikat Israfil

Adalah malaikat yang akan meniup sangkakala di hari kiamat, walaupun namanya tidak disebutkan di dalam Al Qur'an. Ia sebagai salah satu dari empat malaikat utama, bersama dengan Mikail, Jibril, dan Izrail.

Beberapa sumber mengindikasikan, bahwa pada permulaan waktu Israfil memiliki empat sayap, sangat tinggi sehingga bisa meraih tiang-tiang surga. Malaikat yang rupawan ini merupakan penguasa musik. Israfil selalu bertasbih kepada Allah ke dalam ribuan bahasa yang berbeda. Dari bawah kaki hingga ke kepalanya ada beberapa rambut, beberapa mulut, dan beberapa lidah yang tertutup hijab.

Walaupun nama "Israfil" tidak pernah di muncul dalam Al Qur'an, sebutan/julukan dibuat untuk malaikat yang membawa terompet suci ini, untuk mengidentifikasikan sosok ini :

“Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi, kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi, maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing).”
(QS. Az-Zumar : 68) 



Israfil selalu memegang terompet suci yang terletak di bibirnya selama berabad-abad, menunggu perintah dari Tuhan untuk meniupnya pada hari kiamat. Pada hari itu, ia akan turun ke bumi dan berdiri di batu/bukit suci di Jerusalem.

Tiupan pertama akan menghancurkan dunia beserta isinya, tiupan kedua akan mematikan para malaikat, dan tiupan ketiga akan membangkitkan orang-orang yang telah mati serta mengumpulkan mereka di Padang Mahsyar.

Dalam tradisi Islam, ia dikatakan telah di kirim oleh Tuhan bersama malaikat utama yang lain, untuk mengumpulkan tanah dari empat penjuru dunia, dan hanya Izrail saja yang berhasil dalam misi tersebut. Dengan tanah itulah Adam diciptakan.


4. Munkar dan Nakir

Adalah dua malaikat yang menanyakan atau menguji keyakinan dari orang yang telah mati di alam barzakh.

Menurut ajaran Islam, setelah kematian dari setiap jiwa akan menuju barzakh atau alam kubur, dimana si mayat akan bisa kembali bangkit dan berbicara, ketika ditanya oleh kedua malaikat Munkar dan Nakir, walaupun tubuhnya telah hancur.

Pertanyaan akan dimulai ketika proses penguburan telah selesai dan 70 langkah orang terakhir dari tempat dikuburnya mayat. Munkar dan Nakir akan menanyakan beberapa hal berikut : "Siapakah Tuhanmu?", "Siapa Nabi mu?", "Apa agama mu?", jawaban bagi pertanyaan tersebut adalah Tuhan mereka adalah Allah, nabinya Muhammad SAW, dan agamanya adalah Islam.

Maka si mayat akan diberikan keluasan dan diterangkan kuburnya sampai hari kebangkitan. Bagi yang tidak bisa menjawabnya, akan mendapatkan siksa sampai hari kebangkitan.


5. Raqib dan 'Atid

Adalah dua malaikat yang mencatat segala amalan kebaikan dan keburukan manusia di dunia. Malaikat Raqib yang menulis segala amalan kebaikan, sedangkan malaikat 'Atid yang bertugas untuk menulis segala amalan keburukan.

Malaikat Raqib dikaitkan bersama Malaikat 'Atid. Sebenarnya tidak ada penjelasan lebih lanjut dari Al Qur'an atau hadits yang menyatakan, bahwa nama dua malaikat ini Raqib dan 'Atid, hanya Kirâman Kâtibîn saja yang disebutkan di dalam surah Qaaf, Al Infithaar, dan Az-Zukhruf.


6. Izrail 

Adalah malaikat pencabut nyawa seluruh makhluk dan salah satu dari empat malaikat utama selain Jibril, Mikail, dan Israfil dalam ajaran Islam. Nama Izrail tidak pernah disebut dalam Al Qur'an. Walau begitu, ia selalu disebut dengan Malak al Mawt atau Malaikat Maut yang oleh sebagian kalangan diidentikkan sebagai Izrail.

Malaikat Izrail diciptakan oleh Allah SWT dalam keadaan yang serupa dengan malaikat Mikail baik wajahnya, ukurannya, kekuatannya, lisannya, dan sayapnya. Semuanya tidak kurang dan tidak lebih.

Dikatakan dia berwajah empat, satu wajah di muka, satu wajah di kepala, satu dipunggung, dan satu lagi di telapak kakinya. Dia mengambil nyawa para nabi dari wajah kepalanya, nyawa orang mukmin dengan wajah mukanya, nyawa orang kafir dengan wajah punggung, dan nyawa seluruh jin dengan wajah tapak kakinya.

Dari kepala hingga kedua telapak kakinya berbulu Za'faran, dan di setiap bulu ada satu juta muka, di setiap satu juta muka mempunyai satu juta mata, dan satu juta mulut dan tangan. Ia memiliki 4.000 sayap dan 70.000 kaki, salah satu kakinya di langit ketujuh, dan satu lagi di jembatan yang memisahkan Surga dan Neraka.

Setiap mulut ada satu juta lidah, setiap lidah boleh berbicara satu juta bahasa. Jika seluruh air di lautan dan sungai di dunia disiramkan di atas kepalanya, niscaya tidak setitik pun akan jatuh melimpah.

Disebutkan, ketika Allah SWT mencipta Al-Maut (kematian) dan menyerahkan kepada malaikat Izrail, maka berkata malaikat Izrail : "Wahai Tuhanku, apakah Al-Maut itu?".

Maka Allah SWT menyingkap rahasia Al-Maut itu dan memerintah seluruh malaikat menyaksikannya. Setelah seluruh malaikat menyaksikannya Al-Maut itu, maka tersungkurlah semuanya dalam keadaan pingsan selama seribu tahun.

Setelah para malaikat sadar kembali, bertanyalah mereka : "Ya Tuhan kami, adakah makhluk yang lebih besar dari ini?" Kemudian Allah SWT berfirman : "Akulah yang menciptakannya dan Aku-lah yang lebih Agung dari padanya. Seluruh makhluk akan merasakan Al-Maut itu".

Kemudian Allah SWT memerintahkan Izrail mengambil Al-Maut Allah yang telah diserahkan kepadanya. Walau bagaimanapun, Malaikat Izrail khawatir jika tidak berdaya untuk mengambilnya, sedangkan Al-Maut lebih agung daripadanya. Kemudian Allah SWT memberikannya kekuatan, sehinggalah Al-Maut itu menetap di tangannya.

Disebutkan pula, setelah seluruh makhluk hidup sudah dicabut nyawanya pada hari kiamat kelak dan yang tersisa tinggal malaikat Izrail, lalu Allah SWT menyuruhnya untuk mencabut nyawanya sendiri, demi melihat dahsyatnya sakarataul maut yang sedang terjadi terhadap dirinya, beliau mengatakan"Ya Allah seandainya saya tahu ternyata pedih sekali sakaratul maut ini, tidak akan tega saya mencabut nyawa seorang mukmin".

Malaikat Izrail diberi kemampuan yang luar biasa oleh Allah, hingga barat dan timur dapat dijangkau dengan mudah olehnya, seperti seseorang yang sedang menghadap sebuah meja makan yang dipenuhi dengan pelbagai makanan yang siap untuk dimakan. Ia juga sanggup membolak-balikkan dunia, sebagaimana kemampuan seseorang sanggup membolak-balikkan uang.

Sewaktu malaikat Izrail menjalankan tugasnya mencabut nyawa makhluk-makhluk dunia, ia akan turun ke dunia bersama-sama dengan dua kumpulan malaikat, yaitu Malaikat Rahmat dan Malaikat 'Azab. Sedangkan untuk mengetahui dimana seseorang akan menemui ajalnya itu adalah tugas dari Malaikat Arham.

Walau bagaimanapun, Izrail bersama Jibril, Israfil dan Mikail pernah ditugaskan ketika Allah menciptakan Nabi Adam AS. Izrail juga adalah antara Malaikat yang sering turun ke bumi untuk bertemu dengan para nabi, antaranya ialah Nabi Ibrahim AS dan Nabi Idris AS.

Sesungguhnya seorang hamba mukmin apabila hendak meninggalkan dunia menuju akhirat, turun kepadanya para malaikat dari langit yang berwajah putih, seakan wajah mereka ibarat matahari. Mereka membawa kafan dan parfum dari surga. Mereka duduk di samping calon mayat sejauh mata memandang.

Diriwayatkan, bahwa para malaikat ini mulai mencabut nyawa dari kaki sampai ke lututnya, kemudian diteruskan oleh para malaikat lainnya sampai ke perut, kemudian diteruskan lagi oleh para malaikat lainnya sampai ke kerongkongan, kemudian datanglah Malaikat maut Alaihis Salam dan duduklah di samping kepala calon mayat seraya berkata: "Wahai jiwa yang baik, wahai jiwa yang tenang, keluarlah menuju ampunan dan ridha dari Allah".

Maka keluarlah rohnya dengan lembut seperti air yang menetes dari bibir tempat air. Malaikat maut pun mengambilnya, setelah Malaikat mengambil ruh itu, maka segera di masukkan dalam kafan yang dari surga tersebut dan diberi parfum yang dari surga itu. Lalu keluarlah dari ruh itu bau yang sangat wangi, seperti bau parfum yang paling wangi di muka bumi ini.

Ketika telah keluar ruhnya, maka para Malaikat diantara langit dan bumi menshalatinya, demikian pula semua Malaikat yang di langit. Dan dibukakan untuknya pintu-pintu langit, semua penjaga pintu tersebut berdoa kepada Allah agar ruh tersebut lewat melalui pintunya.

Para Malaikat membawa ruh itu naik ke langit, dan tiap-tiap melalui rombongan Malaikat mereka selalu bertanya : "Ruh siapa yang wangi ini???" Para Malaikat yang membawanya menjawab : "Ini ruhnya Fulan bin Fulan", sambil menyebutkan panggilan-panggilan terbaiknya selama di dunia.

Malaikat yang membawanya menyebutkan kebaikan-kebaikannya selama di dunia, kebaikan-kebaikannya dalam hubungan dengan Allah dan dengan sesama manusia, bahkan dengan alam semesta. Tatkala telah sampai di langit dunia para Malaikat meminta dibukakan pintunya.

Malaikat penjaga pintu langit membuka pintu itu, kemudian semua Malaikat yang ada ikut mengiringi ruh itu sampai ke langit berikutnya, hingga berakhir di langit ke tujuh. Lalu Allah berfirman :

"Tulislah catatan amal hamba-Ku di Illiyyiin! Tahukah kamu apakah Illiyyiin itu? (Yaitu) kitab yang bertulis (untuk mencatat amal orang yang baik)."
(QS. Al Muthaffifiin : 19-20).



Ditulislah catatan amalnya di Illiyyiin. Kemudian dikatakan : "Kembalikanlah ia ke bumi, karena Aku telah berjanji kepada mereka, bahwa Aku menciptakan mereka darinya (tanah) dan mengembalikan mereka kepadanya serta membangkitkan mereka darinya pula pada kali yang lain". Roh itu-pun dikembalikan ke bumi dan ke jasadnya.

Sesungguhnya seorang hamba yang kafir atau fajir (banyak dosa), apabila hendak meninggalkan dunia menuju akhirat, turun kepadanya para Malaikat dari langit yang sangat keras lagi berwajah hitam sambil membawa kain yang kasar dari neraka. Para malaikat itu duduk disamping calon mayit sejauh mata memandang.

Diriwayatkan, bahwa para malaikat ini mulai mencabut nyawa dari kaki sampai ke lututnya, kemudian diteruskan oleh para malaikat lainnya sampai ke perut, kemudian diteruskan lagi oleh para malaikat lainnya sampai ke kerongkongan, kemudian datang Malaikat Maut Alaihis Salam dan duduk di samping kepalanya seraya berkata : "Wahai jiwa yang busuk, keluarlah menuju murka dan kebencian dari Allah". Roh itupun terkejut. Lalu Malaikat mencabutnya seperti mencabut alat pemanggang yang banyak cabangnya dari kain yang basah, sehingga terputuslah urat-urat dan ototnya.

Malaikat itu pun mengambil rohnya dan langsung memasukkannya ke dalam kain kasar (yang dari neraka itu). Keluar dari ruh itu bau yang sangat busuk, seperti bau paling busuk yang pernah ada di muka bumi ini.

Para Malaikat lalu membawa roh itu naik, tiadalah melalui rombongan Malaikat, melainkan mereka selalu bertanya : "Roh siapa yang busuk ini?". Para Malaikat yang membawanya menjawab : "Ini rohnya Fulan bin Fulan", dengan menyebut panggilan-panggilan buruknya ketika di dunia. Malaikat yang membawanya menyebutkan keburukan-keburukanya selama di dunia. Keburukan-keburukannya dalam hubungan dengan Allah dan dengan sesama manusia, bahkan dengan alam semesta.

Semua malaikat diantara langit dan bumi melaknatinya (mengutuknya), juga semua malaikat yang di langit. Ditutup untuknya pintu-pintu langit. Masing-masing penjaga pintu berdoa kepada Allah, agar ruh itu tidak lewat melalui pintunya.

Tatkala telah sampai di langit dunia, mereka meminta agar dibuka pintunya dan ternyata tidak dibukakan. Kemudian Rasulullah shallallaahu alaihi wa ala alihi wa sallam membacakan :

"Sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum."
(QS. Al A'raaf : 40).



Lantas Allah berfirman : "Tulislah catatan amalnya di sijjiin, di bumi yang paling bawah", Kemudian dikatakan : "Kembalikan hambaKu ke bumi karena Aku telah berjanji bahwa Aku menciptakan mereka darinya (tanah) dan mengembalikan mereka kepadanya serta mengeluarkan mereka darinya pula pada kali yang lain".

Lalu rohnya dilempar dari langit, sehingga terjatuh ke bumi, kemudian Rasulullah SAW membacakan ayat :

"Dan barangsiapa menyekutukan Allah, maka seolah-olah ia jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh."
(QS. Al Hajj : 31)



Menurut kisah Kabil Akbar, Malaikat Maut tidak mengetahui kapan tiap-tiap makhluk yang akan mati. Dikatakan olehnya Allah telah menciptakan sebuah pohon (Sidrat al-Muntaha) di bawah 'Arsy, yang mana jumlah daunnya sama banyak dengan bilangan makhluk yang Allah ciptakan.

Jika satu makhluk itu telah diputuskan ajalnya, maka umurnya tinggal 40 hari dari hari yang diputuskan. Maka jatuhlah daun itu kepada Malaikat Maut, tahulah bahwa dia telah diperintahkan untuk mencabut nyawa orang yang tertulis pada daun tersebut. Sampai ada daun dari pohon yang terletak di bawah 'Arsy gugur.


Kemudian akan jatuh dua titisan dari arah 'Arsy pada daun tersebut, titisan hijau ataupun putih. Hijau menandakan bakal si mayat akan mendapat kecelakaan, sementara putih mengambarkan dia akan mendapat kebahagiaan.

Untuk mengetahui tempat makhluk mati, Allah telah menciptakan Malaikat Arham yang akan diperintahkan untuk memasuki sperma yang berada dalam rahim ibu dengan debu bumi yang akan diketahui dimana ia akan mati dan disitulah kelak ia pasti akan menemui ajalnya.

Disebutkan, bahwa suatu ketika Allah SWT memerintahkan malaikat maut untuk mencabut nyawa seorang pemuda kafir.

Setelah mencabut nyawanya dan dibawa ke langit, beliau melewati serombongan malaikat dan mereka bertanya "Ya malaikat maut, kamu diberi tugas oleh Allah untuk mencabut nyawa makhluknya, apakah kamu tidak pernah sesekali merasa kasihan saat mencabut nyawa ?".

Malaikat maut pun menjawab : "Iya sebenarnya aku pernah merasa iba, saat itu aku ditugaskan untuk mencabut nyawa seorang ibu yang baru melahirkan putranya di tengah hutan sendirian, aku merasa iba terhadap ibu itu karena harus berpisah dengan bayi tersebut dan meninggalkannya sendirian di tengah hutan dan aku merasa iba terhadap nasib bayi tersebut karena sendirian di tengah hutan".

Para malaikat pun kembali bertanya : "Apakah kamu tahu siapa roh yang baru saja kamu cabut ini? Dia adalah bayi dari ibu yang kamu ceritakan tadi".

Mendengar hal ini, malaikat maut pun sujud kepada Allah SWT, dan berkata : "Ya Allah, hamba memohon ampun kepadaMu dan memohon terhindar dari makar-Mu. Karena sesungguhnya hanya Engkaulah yang maha berkehendak apakah seseorang hamba akan Engkau jadikan ahli surga atau ahli neraka."


7. Ridwan

Adalah malaikat yang bertugas menjaga pintu surga, walaupun tidak ada keterangan di dalam Al Qur'an dan hadits shahih yang menerangkan secara jelas namanya. Terkadang namanya diucapkan sebagai "Rizvan" oleh orang Persia, Urdu, Pashto, Tajik, Punjabi, Kashmir, dan bahasa lainnya yang terpengaruh oleh bahasa Persia.

Sementara di Perancis disebut sebagai "Redouane". Sekarang nama ini digunakan sebagai nama maskulin oleh orang Arab atau orang yang beragama Islam. Malaikat Ridwan biasanya bersama dikaitkan bersama Malik.


8. Malik

Adalah pemimpin malaikat Zabaniah dan bertugas menjaga gerbang neraka. Dikisahkan, malaikat Malik sangat bengis dan kejam terhadap para penghuni neraka. Namun sebaliknya terhadap para penghuni surga, selalu tersenyum kepada mereka, sangat baik dan ramah.


***


Dari nama-nama malaikat di atas ada beberapa yang disebut namanya secara spesifik didalam Al Qur'an, yaitu Jibril (QS. 2 Al Baqarah: 97,98 dan QS. 66 At Tahrim: 4), Mikail (QS. 2 Al Baqarah: 98) dan Malik (QS. Al Hujurat) dan lain-lain. Sedangkan Israfil, Munkar dan Nakir disebut dalam Hadits.

Malaikat Jibril, walau namanya hanya disebut dua kali dalam Al Qur'an, ia juga disebut di banyak tempat dalam Al Qur'an dengan sebutan lain seperti Ruh al-Qudus, Ruh al-Amin/ Ar-Ruh Al-Amin dan lainnya.

Nama Malaikat Maut dikatakan Izrail, tidak ditemukan sumbernya baik dalam Al Qur'an maupun Hadits. Kemungkinan nama malaikat Izrail di dapat dari sumber Israiliyat. Dalam Al Qur'an dia hanya disebut Malak al-Maut atau Malaikat Maut.

Nama Dan Tugas Malaikat

Masing-masing malaikat memiliki nama dan tugasnya sendiri-sendiri, namun kita tidak mengetahui nama-nama tersebut kecuali sedikit saja. Berikut ini adalah kelanjutan nama-nama para malaikat tersebut :


9. Zabaniah

Adalah nama para malaikat yang bertugas menyiksa orang-orang di neraka. Mereka digambarkan dengan sosok yang sangat garang dan sadis, tidak mengenal ampun terhadap orang yang telah masuk ke dalam perut neraka. Zabaniah berjumlah 19 malaikat sebagaimana jumlah huruf Basmalah dan Zabaniyah dipimpin oleh Malaikat Malik.

Penglihatan para malaikat itu bagaikan kilat yang menyambar, gigi mereka sepuh tanduk sapi, sedangkan bibir-bibir mereka menjulur sampai ke telapak kaki, kobaran api keluar dari mulut-mulut mereka, dan jarak antara kedua bahunya adalah sekitar perjalanan satu tahun.

Dikatakan pula, bahwa Allah tidak menjadikan dalam hati mereka rasa belas kasihan dan lemah lembut sebesar semut kecil pun. Salah seorang dari mereka ada yang menyelam dalam lautan api neraka selama 70 tahun, tetapi api neraka itu tidak membahayakan atas dirinya, karena sesungguhnya cahaya itu dapat mengalahkan api neraka.

Rasulullah SAW bersabda : "Siapa yang ingin supaya Allah selamatkan dia dari penanganan Malaikat Zabaniyah yang berjumlah 19 orang (Malaikat penjaga Neraka), maka hendaklah membaca Bismillahirrahmanirrahim, niscaya Allah buatkan untuknya, dari setiap satu huruf itu sebuah Surga."

Istilah Zabaniah dalam surah al-Alaq ayat 18, memang sebagian besar ditafsirkan sebagai nama diri dari malaikat yang diancamkan Allah bagi mereka yang menghalangi seseorang melakukan shalat, akan tetapi A. Hassan dalam Tafsir al-Furqonnya menterjemahkan, istilah Zabaniah pada ayat tersebut sebagai Tentara Tuhan yang gagah.


10. Hamalat al 'Arsy

Adalah empat malaikat pemikul 'Arsy Allah, pada hari kiamat jumlahnya akan ditambah empat menjadi delapan, yaitu; Israfil, Mikail, Jibril, Izrail. Di dalam Al Qur'an, disebutkan para malaikat ini :

“Dan malaikat-malaikat berada di penjuru-penjuru langit. Dan pada hari itu delapan orang malaikat menjunjung Arasy Tuhanmu di atas (kepala) mereka.”
(QS. Al Haqqah, 69:17) 



Berdasarkan hadits diriwayatkan oleh Abu Dawud dari seorang sahabat Jabir bin Abdillah, wujud para malaikat pemikul singgahsana Allah sangatlah besar dan jarak antara pundak malaikat tersebut dengan telinganya sejauh perjalanan burung terbang selama 700 tahun.

Dikatakan pula dalam hadits, bahwa Hamalat al-'Arsy memiliki sayap lebih besar dan banyak dibandingkan dengan Jibril dan Israfil. Dikatakan, bahwa Hamalat al-'Arsy memiliki sayap sejumlah 2400 sayap, dimana satu sayapnya menyamai 1200 sayap Israfil, sedangkan Israfil mempunyai 1200 sayap, dimana satu sayapnya menyamai 600 sayap Jibril.

Sedangkan Syeikh Muhammad Nawawi bin Umar bin 'Arabi Al-Jawi Al-Bantani, seorang wali besar dari tanah Jawa, mengatakan bahwa, "Mereka adalah tingkatan tertinggi para Malaikat dan Malaikat yang pertama kali diciptakan, dan mereka berada di dunia sebanyak 4 malaikat, pada saat qiyamat akan berjumlah 8 malaikat dengan bentuk kambing hutan. Jarak antara telapak kakinya sampai lututnya sejauh perjalanan 70 tahun burung yang terbang paling cepat. Adapun sifat dari 'Arsy, dikatakan bahwa bahwa 'Arsy adalah permata berwarna hijau dan 'Arsy adalah makhluk yang paling besar dalam penciptaan. Dan setiap harinya 'Arsy dihiasi dengan 1000 warna daripada cahaya, tidak ada satu makhlukpun dari makhluk Allah ta'ala yang sanggup memandangnya.. Dan segala sesuatu seluruhnya didalam 'Arsy seperti lingkaran ditanah lapang. Dikatakan sesungguhnya 'Arsy merupakan kiblat para penduduk langit, sebagaimana Ka'bah sebagai kiblat penduduk bumi."


11. Harut dan Marut

Adalah dua malaikat yang diutus oleh Allah untuk turun ke negeri Babil (Babilonia). Nama mereka disebutkan di dalam Al Qur'an :

“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir." Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini, bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui.”
(QS. Al Baqarah : 102) 



Para mufassirin berlainan pendapat tentang yang dimaksud dengan 2 orang malaikat itu. Ada yang berpendapat, mereka betul-betul Malaikat dan ada pula yang berpendapat orang yang dipandang shaleh seperti Malaikat dan ada pula yang berpendapat dua orang jahat yang pura-pura saleh seperti Malaikat.

Syeikh Athiyah Saqar menyebutkan, bahwa di beberapa buku tafsir disebutkan, kedua malaikat itu telah diturunkan ke bumi sebagai fitnah, sehingga Allah mengadzab mereka berdua dengan menggantung kedua kaki mereka, perkataan para mufassir ini bukanlah sebagai salah satu hujjah (dalil) dalam hal ini, karena kisah tersebut berasal dari warisan masyarakat Babilonia dan penjelasan orang-orang Yahudi serta kitab-kitab Nasrani. Karena tidak sesuai dengan salah satu ayat di dalam Al Qur'an. 

Para malaikat tidaklah maksiat kepada Allah, terhadap apa yang diperintahkan kepada mereka dan mereka pun melakukan apa-apa yang diperintahkan-Nya, firman Allah :

“Sebenarnya (malaikat-malaikat itu), adalah hamba-hamba yang dimuliakan, mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintahNya.”
(QS. Al Anbiya : 26–27)


“Dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada (pula) merasa letih.”
(QS. Al Anbiya : 19–20) 



Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib, yang mengatakan, bahwa kedua malaikat itu mengajarkan kepada manusia tentang peringatan terhadap sihir, bukan mengajarkan untuk mengajak mereka melakukan sihir. Az Zajjaj mengatakan, bahwa perkataan itu adalah juga pendapat kebanyakan ahli bahasa. Artinya bahwa pengajaran kedua malaikat itu kepada manusia adalah berupa larangan, keduanya mengatakan kepada mereka, "Janganlah kalian melakukan ini (sihir) dan janganlah kalian diperdaya dengannya, sehingga kalian memisahkan seorang suami dari isterinya dan apa yang diturunkan kepada mereka berdua adalah berupa larangan."

Al Hafidz bin Katsir berkata : "Kisah Harut dan Marut ini diriwayatkan dari beberapa tabi'in seperti Mujahid, Suddi, Hasan al Bashri, Qotadah, Abul Aliyah, Zuhri, Rabi' bin Anas, Muqotil bin Hayyan, dan lain-lain dan dibawakan oleh banyak penulis tafsir dari kalangan terdahulu dan belakangan."

Kesimpulan detail dari kisah Harut dan Marut ini kembali kepada kisah Israilliyat, karena riwayatnya tidak ada sama sekali dalam hadits marfu' yang bersambung sanadnya dari Nabi Muhammad SAW.

Al Hafidz bin Hazm berkata : Diantara bukti-bukti yang menunjukkan kebathilan kisah Harut dan Marut ada di dalam salah satu firman Allah :

“Kami tidak menurunkan malaikat, melainkan dengan benar (untuk membawa azab) dan tiadalah mereka ketika itu diberi tangguh."
(QS. Al Hijr : 8)



12. Darda'il 

Adalah malaikat yang mencari orang yang berdoa, meminta, bertaubat dan minta ampun, akan dipenuhi semua permintaannya atas izin Allah, setiap malam bulan Ramadhan.

Dalam hadits yang lain dijelaskan : Sesungguhnya Allah telah menciptakan malaikat yang bernama "Malaikat Darda'il". Dia mempunyai dua sayap, satu sayap berada di Barat yang terbuat dari yaqut merah, dan sayapnya yang lain berada di Timur yang terbuat dari zamrud hijau yang ditaburi dengan mutiara dan yaqut serta marjan, kepalanya berada di bawah 'Arsy, sedang kedua telapak kakinya berada dibawah bumi yang ketujuh."


13. Hafazhah (Para Penjaga) :

o Kiraman Katibin 

Para malaikat pencatat yang mulia, ditugaskan mencatat amal manusia. Dua malaikat yang terletak di bahu kanan dan kiri setiap makhluk-Nya. Menurut syariat Islam, jika ada seseorang yang melakukan amal (perbuatan) yang lebih dominan, maka ia akan dikirim berdasarkan perbuatan semasa hidupnya di dunia, entah ke Jannah atau Jahannam. Para malaikat ini termasuk dalam golongan Hafazhah (Para Penjaga).

Tidak ada penjelasan lebih lanjut bahwa apakah nama-nama malaikat itu bernama Raqib dan Atid, yang dikenal sebagai Kirâman Kâtibîn. Pada akhir shalat, umat muslim beraliran sunni selalu menghormati para malaikat ini.

Kedua malaikat ini disebutkan dalam Al Qur'an pada surah Qaaf, Al Infithaar, Ar-Ra’du dan Az-Zukhruf, yang berbunyi :

Gerak-gerik manusia dan perkataannya dicatat oleh para malaikat dalam Al Qur'an Qaaf 50 :

"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya", "(yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri". "Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.
(QS. Qaaf : 16 - 18) 

“Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), Yang mulia (di sisi Allah) dan mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu).”
(QS. Al Infithaar : 10 - 11)

“Apakah mereka mengira bahwa Kami tidak mendengar rahsia dan bisikan-bisikan mereka? Sebenarnya (Kami mendengar), dan utusan-utusan (malaikat-malaikat) Kami selalu mencatat di sisi mereka.”
(QS. Az-Zukhruf : 80) 

“Sama saja (bagi Tuhan), siapa di antaramu yang merahasiakan ucapannya, dan siapa yang berterus terang dengan ucapan itu, dan siapa yang bersembunyi di malam hari dan yang berjalan (menampakkan diri) di siang hari. Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.
(QS. Ar-Ra’du : 10-11)


Kedua malaikat ini terkenal juga sebagai "Pencatat Yang Mulia", mereka menjadi saksi dan telah menuliskan kitab amal manusia dan jin, kitab amal akan berterbangan dari 'Arsy ke arah leher tiap-tiap makhluk pada "Hari Penghakiman" di Mahsyar. Sesuai dengan beberapa surah didalam Al Qur'an, yaitu :

“Dan datanglah tiap-tiap diri, bersama dengan dia seorang malaikat penggiring dan seorang malaikat penyaksi.”
(QS. Qaaf : 21)

“Inilah Kitab (catatan) Kami, yang menuturkan kepadamu dengan benar; karena sesungguhnya Kami telah menyuruh mencatat segala perbuatan yang pernah kamu kerjakan.”
(QS. Al Jaatsiah : 29) 

“Dan tiap-tiap manusia itu, telah Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetap nya kalung) pada lehernya, dan Kami keluarkan baginya di hari Kiamat satu kitab yang dijumpainya dengan terbuka. Bacalah kitabmu : cukuplah dirimu sen­diri pada hari ini sebagai penghisab terhadapmu.”
(QS. Al Israa' : 13-14) 


Qarin adalah menjadi setan oposisi dalam ajaran Islam. Dalam riwayat yang lain dijelaskan, ada lima malaikat yang menyertai manusia, yaitu :

* Dua malaikat menjaga pada malam hari,
* Dua malaikat menjaga pada siang hari, dan
* Satu malaikat yang tidak pernah berpisah dengannya.

Hal tersebut dijelaskan dengan firman Allah yang artinya :

“Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat yang bergantian (menjaganya), dimuka dan dibelakangnya.”
(QS. Ar-Ra'd : 11) 


Yang dimaksud malaikat yang bergantian, yaitu malaikat malam dan siang yang melindunginya dari setan dari golongan jin dan manusia. Kedua malaikat menulis amal kebaikan dan kejelekan diantara kedua bahunya, lidahnya sebagai pena, mulutnya sebagai tempat tinta dan ludahnya sebagai tinta, keduanya menulis amal manusia sampai datang hari kematiannya.

o Mu’aqqibat

Para malaikat yang selalu memelihara/menjaga manusia dari kematian sampai waktu yang telah ditetapkan yang datang silih berganti. Para malaikat yang menjaga setiap makhluk pada waktu bermukim, bepergian, waktu tidur atau ketika terjaga dari kematian sampai datang waktu kematian yang telah ditetapkan. Para malaikat ini termasuk dalam golongan Hafazhah (Para Penjaga).

Kata al-mu’aqqibat adalah bentuk jamak dari kata al-mua’qqibah. Kata tersebut diambil dari kata ‘aqiba yang berarti tumit, dari sini kata tersebut dipahami dalam arti mengikuti seakan-akan yang mengikuti itu meletakkan tumitnya di tempat tumit yang diikutinya. Pola kata yang digunakan di sini mengandung makna penekanan bahasa dan dimaksud adalah para malaikat-malaikat yang ditugaskan Allah mengikuti setiap makhluk secara sungguh-sungguh.

Para malaikat yang ditugaskan menjaga seorang hamba dalam segala ihwalnya, tercantum dalam Al Qur'an Ar-Ra’du 10-11, yang berbunyi :

“Sama saja (bagi Tuhan), siapa di antaramu yang merahasiakan ucapannya, dan siapa yang berterus terang dengan ucapan itu, dan siapa yang bersembunyi di malam hari dan yang berjalan (menampakkan diri) di siang hari. Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.”
(Ar-Raad: 10-11) 


Dan surat Al-An'am yang berbunyi :

“ Dan Dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi di atas semua hambaNya, dan diutusNya kepadamu malaikat-malaikat penjaga…”
(QS. Al-An’am : 61)


Dalam hadits shahih dari Abdullah, yang dicatat oleh Imam Ahmad, Muhammad pun pernah bersabda tentang adanya makhluk malaikat dan jin yang menyertai setiap manusia. Menurut kisah Islam, hanya saja jin yang menyertai Muhammad telah dikalahkan olehnya.

Dalam hadits lain dikatakan, bahwa “Para malaikat bergiliran untukmu pada malam dan siang hari. Mereka berkumpul dalam shalat subuh dan shalat ashar. Kemudian malaikat malam naik kepada Allah. Allah bertanya, kepada para malaikat sedang Dia lebih mengetahui tentang kamu, "Bagaimana keadaan hamba-hamba-Ku saat kamu tinggalkan?" Para malaikat berkata, "Kami mendatangi mereka sedang mengerjakan shalat dan kami meninggalkan mereka sedang shalat pula."”


14. Arham 

Malaikat yang diperintahkan untuk menetapkan rejeki, keberuntungan, ajal dan lainnya pada 4 bulan kehamilan. Para malaikat yang diserahi tugas untuk mengatur rezeki, kematian, amal, sengsara atau kebahagiaan janin di dalam rahim. Malaikat Arham memiliki tugas meniupkan debu bumi kepada janin, dimana calon makhluk itu nanti akan tercabut nyawanya oleh Malaikat Maut.

Jika seorang hamba telah sempurna empat bulan di dalam perut ibunya, maka Allah akan mengutus malaikat kepadanya dan memerintahkannya untuk melaksanakan kesemua ketetapan yang telah ditulis oleh Allah di Lauh Mahfuzh.

Dalam hadits Rasulullah Muhammad SAW bersabda :

"Allah mengutuskan Malaikat ke dalam rahim. Malaikat berkata : 'Wahai Tuhan!, ia masih berupa air mani'. Setelah beberapa ketika Malaikat berkata lagi : 'Wahai Tuhan!, ia sudah berupa darah beku'. Begitu juga setelah berlalu empat puluh hari Malaikat berkata lagi : 'Wahai Tuhan!, ia sudah berupa segumpal daging'. Apabila Allah membuat keputusan untuk menciptakannya menjadi manusia, maka Malaikat berkata : 'Wahai Tuhan!, orang ini akan diciptakan laki-laki atau perempuan? celaka atau bahagia? bagaimana rezekinya? serta bagaimana pula ajalnya?. Segala-galanya dicatat sewaktu dalam perut ibunya." 

Pada saat Sakrat al-Maut, Allah akan membukakan tabir yang menyelubungi pandangan seseorang, sehingga akan menembus akhirat. Tercantum di dalam Al Qur'an surah Qaaf, yang berbunyi :

“Sehingga bagi orang mukmin, ketersingkapan penglihatan ini menambah ringan bebannya menempuh kematian, tetapi orang kafir justru akan semakin membuatnya berat dan sulit untuk melampaui tahapan kematian itu.”
(QS. Qaaf : 22) 


15. Jundallah 

Para malaikat perang yang membantu Nabi Muhammad SAW dan pasukannya di dalam peperangan. Menurut kisah Islam, ketika Muhammad sedang melihat-lihat suasana alam Langit Pertama (ar-Rafii'ah), dikatakan bahwa ia telah melihat sosok malaikat yang sangat besar sekali ukurannya, malaikat itu sedang menunggangi kuda yang berasal dari cahaya dan berbusana cahaya. Malaikat yang besar itu dikelilingi oleh 70 ribu malaikat yang berbusanakan berbagai busana dan perhiasan, masing-masing mereka memegang tombak yang tebuat dari cahaya dan mereka itulah yang disebut sebagai Jundallah (Tentara Allah).

Menurut kisah Islam, pada saat itu para muslimin mendapatkan keadaan pada bulan yang sangat berat, dimana para muslim memperoleh kemenangan besar, pertempuran pertama adalah pada saat Perang Badr, yang terjadi pada 17 Ramadhan, pada saat diturunkannya Al Qur'an. "Membuat sebuah norma untuk membedakan mana yang benar dan salah." Hari dimana dua kekuatan bertemu.

Dalam pertempuran ini, ketika jumlah para muslimin tidaklah banyak, tidak bersenjatakan dengan lengkap dan tidak ada persiapan sama sekali. Ketika itu mereka ingin menangkap sebuah kafilah Quraisy yang dalam perjalanannya kembali dari Syria, yang dipimpin oleh Abu Sufyan. Penangkapan ini bertujuan untuk mengambil harta-harta yang telah dirampas oleh pihak Quraisy dan menggantikannya, secara terpaksa mereka keluar dari kampung halaman mereka dan mereka hanya percaya dengan bantuan Allah.

Ketika Abu Sufyan mengetahui bahwa para muslimin datang, dia mengubah arah kafilahnya dan melarikan diri, kemudian mengerahkan penduduk Mekkah sebanyak 950 pasukan dan 700 unta dan langsung bergerak ke arah Madinah, untuk berhadapan langsung dengan para muslimin di Badr, dengan tujuan untuk menyerang para muslimin dan menghentikan penyebaran Islam.

Ketika itu, para muslimin tidak memiliki persiapan untuk perang dan Muhammad sedang berunding dengan mereka, ia mendengar kalimat-kalimat yang membuatnya senang dari pihak Muhajirin dan Anshar. Said bin Muadz seorang pemimpin Anshar berkata, "Saya bersumpah kepada Dzat yang menggenggam jiwaku di tangan-Nya, jika senandainya engkau (Muhammad) menyeberangi lautan, maka kami akan mengikutimu, dan jika engkau bergerak ke Barkil Ghimad (negeri yang jauh), kami akan mengikutimu dan tidak ada satupun dari kami yang akan menetap disini. Kami selalu sabar selama peperangan, serius dan jujur dalam konfrontasi dan kami berharap untuk menunjukkan niat baik kami untuk menyenangkan Anda, majulah dengan rahmat Allah."

Al Miqdad bin Amr, "Ya Rasulallah, kami tidak akan mengatakan kepadamu seperti perkataan Bani Israel kepada Musa." "Pergilah bertarung dengan Tuhanmu, sementara kami akan duduk disini saja." "Tetapi kami akan mengatakan, "Pergilah bertarung dengan Tuhanmu dan kami akan bertarung disampingmu pula."

Menurut syariat Islam, akhirnya pertempuran itu dimulai dengan persekutuan antara Tentara Bumi (muslimin) dengan bantuan Tentara Surga (Malaikat Allah) dan banyak kejadian-kejadian yang diluar masuk akal. Para malaikat ini disebutkan dalam firman Allah diantaranya dalam surah berikut dibawah ini, yang berbunyi :

“Ya (cukup), jika kamu bersabar dan bersiap-siaga, dan mereka datang menyerang kamu dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu Malaikat yang memakai tanda.”
(Al-Imran 3: 125) 

“(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut. Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim bala bantuan itu), melainkan sebagai kabar gembira dan agar hatimu menjadi tenteram karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteraman daripada-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan syaitan dan untuk menguatkan hatimu dan mesmperteguh dengannya telapak kaki(mu). (Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkan (pendirian) orang-orang yang telah beriman. Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka.”
(QS. Al-Anfaal : 9-12) 

“Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada RasulNya dan kepada orang-orang yang beriman, dan Allah menurunkan bala tentara yang kamu tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang-orang yang kafir, dan demikianlah pembalasan kepada orang-orang yang kafir.”
(QS. At-Taubah : 26) 

“...Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia sendiri...”
(QS. Al-Mudatsir : 31) 


Seorang prajurit muslim berkata kepada Muhammad, bahwa ia telah melihat malaikat sedang bertempur disisinya, sambil menunggang kuda, tetapi kaki kuda itu tidak pernah menyentuh tanah. Menurut kisah Islam, kemenangan ada di pihak tentara Islam, jatuh korban dipihak tentara Islam dinyatakan hanya 14 jiwa, sementara itu dipihak Quraisy telah jatuh korban sebanyak 70 jiwa dan 70 jiwa ditangkap sebagai tawanan perang.


16. Ad-Dam'u 

Malaikat yang selalu menangis jika melihat kesalahan manusia.


17. An-Nuqmah

Malaikat yang selalu berurusan dengan unsur api dan duduk di singgasana berupa nyala api, ia memiliki wajah kuning tembaga.


18. Ahlul Adli

Malaikat besar yang melebihi besarnya bumi beserta isinya. Dikatakan ia memiliki 70 ribu kepala.


19. Ar-Ra'd 

Malaikat pengatur awan dan hujan.


20. Malaikat Berbadan Api dan Salju 

Malaikat yang setengah badannya berupa api dan salju berukuran besar, serta dikelilingi oleh sepasukan malaikat yang tidak pernah berhenti berdzikir.


21. Penjaga Matahari 

Sembilan Malaikat yang menghujani matahari dengan salju.


22. Malaikat Rahmat 

Penyebar keberkahan, rahmat, permohonan ampun, dan pembawa roh orang-orang shaleh, ia datang bersama dengan Malaikat Maut dan Malaikat `Adzab.


23. Malaikat 'Adzab 

Pembawa roh orang-orang kafir, zalim, munafik, ia datang bersama dengan Malaikat Maut dan Malaikat Rahmat.


24. Pembeda Haq dan Bathil 

Para malaikat yang ditugaskan untuk membedakan antara yang benar dan salah kepada manusia dan jin.


25. Penentram Hati

Para malaikat yang mendoakan seorang mukmin, untuk meneguhkan pendirian sang mukmin tersebut.


26. Penjaga 7 Pintu Langit 

7 malaikat yang menjaga 7 pintu langit. Mereka diciptakan oleh Allah sebelum Dia menciptakan langit dan bumi.


27. Pemberi Salam Ahli Surga

Para malaikat yang memberikan salam kepada para penghuni surga.


28. Pemohon Ampunan Orang Beriman

Para malaikat yang terdapat disekeliling 'Arsy yang memohonkan ampunan bagi kaum yang beriman.


29. Pemohon Ampunan Manusia di Bumi

Para malaikat yang bertasbih memuji Allah dan memohonkan ampun bagi orang-orang yang ada di bumi.


Semoga bermanfaat.

Wassalam.




Sumber : Umar Sulaiman Al-Asyqar (Buku yang berjudul : Malaikat "Mengakrabi Makhluk Gaib Yang Selalu Menyapa Kita"), Wikipedia©, sejarahtanahairku.blogspot.com, berbagai sumber lainnya


* Sayap-Sayap Kehidupan

Nabi Pun Berlindung Kepada Allah Azza wa Jalla Dari Empat Keburukan


Nabi Pun Berlindung Kepada Allah Azza wa Jalla Dari Empat Keburukan

oleh Ustadz Muhammad Wasitha MA

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رضي الله عنهما أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم : « كَانَ يَتَعَوَّذُ مِنْ أَرْبَعٍ , مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ , وَمِنْ قَلْبٍ لَا يَخْشَعُ , وَدُعَاءٍ لَا يُسْمَعُ ,وَنَفْسٍ لَا تَشْبَعُ
Dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu anhuma, bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam berlindung dari empat perkara (yaitu): (1) Ilmu yang tidak bermanfaat, (2) Hati yang tidak khusyu’, (3) Doa yang tidak didengar, (4) Jiwa yang tidak kenyang.”
(Diriwayatkan oleh An-Nasa’i VIII/254 no.5442, dan Ahmad III/283 no.14055).

DERAJAT HADITS: Hadits ini derajatnya SHOHIH.
Syaikh Al-Albani berkata: “Hadits ini SHOHIH.” (Lihat Shohih Al-Jami’ no.1286, 1295, 1297 dan1308, Shohih wa Dho’if Sunan An-Nasa’i II/442 no.5442).
BEBERAPA PELAJARAN DAN FAEDAH YANG TERKANDUNG DI DALAM HADITS INI:
1. Anjuran kepada kita agar senantiasa berdoa dan memohon perlindungan kepada Allah ta’ala dari empat perkara yang disebutkan di dalam hadits ini.
2. Di dalam hadits ini terdapat petunjuk bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam banyak berlindung kepada Allah dari empat keburukan, padahal beliau adalah hamba Allah yang paling bertakwa dan telah mendapat jaminan dari Allah berupa pengampunan terhadap dosa-dosanya yang telah lalu maupun yang akan datang. Maka kita sebagai umatnya yang menginginkan keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat agar semakin semangat dalam memperbanyak bacaan doa tersebut.
3. Empat perkara yang sering diucapkan oleh Nabi di dalam doa beliau agar Allah melindungi diri beliau dari keburukan-keburukannya adalah sebagai berikut:
Pertama: Ilmu yang tidak bermanfaat. Yang dimaksud ilmu yang tidak bermanfaat ialah ilmu yang tidak mendatangkan manfaat bagi pemiliknya di dunia dan akhirat. Akan tetapi justru ilmu tersebut menjadi bencana dan penyebab kesengsaraan dan kebinasaannya.
Dengan sebab ilmu tersebut dia menjadi orang yang tersesat di dunia dari jalan Allah yang lurus, dan di akhirat menyebabkan dirinya disiksa oleh Allah di alam kubur maupun di dalam api neraka. Nau’udzu billah min dzalik.
Beberapa ilmu yang tidak bermanfaat bagi pemiliknya adalah sebagai berikut:
a. Ilmu Sihir. Mempelajari, mengajarkan dan mempraktekkan ilmu ini hukumnya haram, dan bahkan merupakan kekufuran. Allah ta’ala berfirman:
وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنزلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ
“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia…”. (QS. Al Baqarah 102)
b. Ilmu Kalam dan Ilmu Filsafat. Ilmu ini termasuk ilmu yang tidak bermanfaat karena banyak mudharatnya. Bahkan dapat menjerumuskan orang yang mempelajarinya ke dalam keragu-raguan terhadap suatu kebenaran, kebingungan dan
kesesatan.
Imam Ahmad bin Hanbal berkata: “Tidak akan beruntung selama-lamanya ahli ilmu kalam”.
Imam Syafi’i menegaskan: “Hukuman yang saya tetapkan bagi para ahli ilmu kalam adalah mereka diarak mengelilingi kabilah-kabilah dan dikatakan kepada mereka, ‘ini balasan bagi orang meninggalkan Al-Quran dan As-Sunnah serta menyibukkan diri dengan ilmu Kalam’.”
Imam Malik mengatakan: “Seandainya ilmu Kalam termasuk kategori ilmu (yang disyariatkan) maka tentu para sahabat yang lebih dahulu membahasnya, akan tetapi ilmu Kalam adalah sebuah kebatilan dan mengajak pada kebatilan”.
c. Termasuk ilmu yang tidak bermanfaat adalah ilmu syar’i yang bersumber dari Al Quran dan As-Sunnah namun pemiliknya tidak mengambil manfaat darinya; tidak diamalkan, tidak diajarkan dan tidak merubah perangai dan akhlaknya. Bahkan aqidah, ibadah dan muamalahnya bertentangan dengan ilmu syar’i yang dimilikinya itu.
Seorang ulama tabi’in yang bernama Hasan Al-Bashri pernah mengatakan: “Ilmu itu ada dua macam: ilmu yang ada dalam hati, itulah ilmu yang bermanfaat, dan ilmu yang hanya ada pada lisan yang merupakan alasan bagi Allah untuk menyiksa seorang hamba”.
Kedua: Hati yang tidak khusyu’. Hati yang tidak khusyu’ adalah hati yang tidak mampu menghayati dan merenungkan ayat-ayat Allah dan tidak merasakan ketenangan di dalam hatinya pada saat berdzikir kepada Allah, serta tidak merasa takut kepada-Nya.
Allah ta’ala berfirman dalam beberapa ayat Al-Qur’an tentang ciri-ciri orang yang beriman:
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’ad : 28)
Di dalam ayat yang lain Allah berfirman:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan hanya kepada Rabblah mereka bertawakkal.” (QS. Al Anfaal : 2)
Ketiga: Doa yang tidak didengarkan oleh Allah. Jika kita berdoa kepada Allah dengan meminta segala hajat dunia dan akhirat, dan ternyata Allah tidak mendengar doa dan permohonan kita, apalagi mengabulkannya, maka ini termasuk musibah dan kerugian yang paling besar yang menimpa kita. sebab kita semua adalah hamba-hamba-Nya yang sangat fakir di hadapan-Nya.
Doa atau permohonan seorang hamba tidak didengar oleh Allah disebabkan beberapa hal, di antaranya:
a. Tidak ikhlas dalam berdoa.
b. Doa untuk perbuatan dosa dan memotong tali silaturahim.
c. Tergesa-gesa agar Allah segera mengabulkan doanya.
d. Memperoleh harta dengan cara yang haram, serta mengkonsumsi makanan dan minuman yang haram.
e. Meninggalkan kewajiban amar ma’ruf nahi munkar.
Keempat: Jiwa yang tidak kenyang. Maksudnya adalah jiwa yang tidak pernah merasa qona’ah (puas dan cukup) dan tidak bersyukur atas segala nikmat duniawi yang Allah anugerahkan kepadanya. Adapun tidak pernah merasa puas terhadap kenikmatan ukhrawi dan ingin agar selalu ditambahkan kepadanya, maka hal tersebut tidak tercela, bahkan sangat terpuji dan diperintahkan oleh Allah dan rasul-Nya, sebagaimana firman Allah:
وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا
“…dan katakanlah: “Wahai Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan (yang bermanfaat, pent).” (QS. Thaha : 114)
Demikian beberapa pelajaran penting yang dapat kita petik dari hadits ini. Semoga menjadi tambahan ilmu yang bermanfaat, dan mudah-mudahan Allah ta’ala melindungi kita semua dari empat keburukan ini dan keburukan-keburukan lainnya di dunia dan akhirat.

DZIKIR YANG DIANJURKAN AGAR DIBACA SETIAP PAGI SETELAH SELESAI SHOLAT SUBUH
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا
“Ya Allah aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezki yang baik dan amalan yang diterima”
(HR.Ibnu Majah I/298 no.925, dan Ahmad VI/322 no.26774)


Sumber   : Majelis Fiqih

Bagaimana Cara Membersihkan Najis


Najis dan Cara Membersihkannya
Oleh Ustadz Kholid Syamhudi Lc
Setelah kita bahas tentang najis dan etika buang hajat, maka kita lanjutkan dgn cara menghilangkan najis yg mengenai kita atau benda suci lainnya.
Sudah dimaklumi bahwa Membersihkan najis dari badan, pakaian dan tempat shalat hukumnya adalah wajib berdasarkan firman Allah Ta’ala, “Dan pakaianmu maka sucikanlah,” (QS. Al-Muddatstsir: 4) dan juga berdasarkan hadits-hadits yang akan datang.
Najis adalah semua benda yang dihukumi kotor oleh syariat, dan dia terbagi dua:
1. Hukmiah: Yaitu benda suci yang terkena najis.
2. Ainiah: Yaitu benda yang merupakan najis.
Perlu diketahui bahwa semua yang najis adalah haram, akan tetapi tidak semua yang haram adalah najis. Karenanya untuk menunjukkan sebuah benda itu najis, tidak cukup berdalil dengan dalil yang menunjukkan haramnya, karena asal segala sesuatu di bumi adalah suci sampai ada dalil yang menyatakan najisnya. [Lihat: Bidayatul Mujtahid: 1/54-55, 60, Asy-Syarhul Mumti': 1/414-415 dan Subulus Salam: 1/158]
Apakah Menghilangkan Najis Harus dengan Menggunakan Air?
Para ulama berselisih pendapat dalam masalah ini. Yang masyhur dalam madzhab Imam Malik, Imam Ahmad dan pendapat baru dari Imam Asy Syafi’i, juga Asy Syaukani bahwa untuk menghilangkan najis disyaratkan dengan menggunakan air, tidak boleh berpaling pada yang lainnya kecuali jika ada dalil.
Sedangkan menurut madzhab Imam Abu Hanifah, pendapat lain dari Imam Malik dan Imam Ahmad, pendapat yang lama dari Imam Asy Syafi’i (Lihat penjelasan Syaikh Abu Malik dalam Shahih Fiqh Sunnah, 1/86.), pendapat Ibnu Hazm (Lihat Al Muhalla, Ibnu Hazm, 1/92), Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Lihat Majmu’ Al Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 21/475, Darul Wafa’, cetakan ketiga, tahun 1426 H ) dan pendapat Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin  (Lihat Fathu Dzil Jalali wal Ikrom, hal. 176)  bahwa diperbolehkan menghilangkan najis dengan cara apa pun dan tidak dipersyaratkan menggunakan air.
Alasan-alasan yang mendukung pendapat kedua ini:
Pertama: Jika air boleh digunakan untuk menyucikan yang lain, maka demikian pula setiap benda atau cairan yang bisa menyucikan dan menghilangkan najis benda lain juga berlaku demikian.
Kedua: Syari’at memerintahkan menghilangkan najis dengan air pada beberapa perkara tertentu, namun syariat tidak memaksudkan bahwa setiap najis harus dihilangkan dengan air.
Ketiga: Syari’at membolehkan menghilangkan najis dengan selain air. Seperti ketika istijmar yaitu membersihkan kotoran ketika buang air dengan menggunakan batu. Contoh lainnya adalah menyucikan sendal yang terkena najis dengan tanah. Begitu pula membersihkan ujung pakaian wanita yang panjang dengan tanah berikutnya. Sebagaimana dalil tentang hal ini telah kami sebutkan.
Keempat: Membersihkan najis bukanlah bagian perintah, namun menghindarkan diri dari sesuatu yang mesti dijauhi. Jika najis tersebut telah hilang dengan berbagai cara, maka berarti najis tersebut sudah dianggap hilang.
Terakhir, yang menguatkan hal ini lagi: khomr (menurut ulama yang menganggapnya najis) jika telah berubah menjadi cuka, maka ia dihukumi suci dan ini berdasarkan kesepakatan para ulama. Lihat penjelasan dalam Shahih Fiqh Sunnah, 1/86-87.
Pendapat yang paling kuat dalam masalah ini -dan merupakan pendapat Al-Hanafiah- adalah bahwa yang menjadi patokan dalam masalah ini adalah hilangnya zat najis tersebut. Karenanya kalau zat najisnya sudah hilang maka berarti dia telah suci, walaupun hilangnya najis tidak dengan menggunakan air. Misalnya: Tinja manusia yang mengalami istihalah (perubahan wujud) menjadi tanah maka dia menjadi suci, atau kencing di kain hilang oleh angin dan sinar matahari (tanpa disiram air) maka dia juga sudah dianggap suci, atau sandal yang menginjak najis digosokkan ke tanah. Walaupun tidak diragukan bahwa alat yang paling afdhal digunakan untuk membersihkan najis adalah air, karena dia lebih menyucikan, wallahu a’lam. Ini yang dikuatkan oleh Syaikh Ibnu Al-Utsaimin dalam Al-Mumti’: 1/424-427(Lihat juga: Al-Bidayah: 1/60-61 dan Nailul Authar: 1/52-53, 56)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Pendapat yang terkuat dalam masalah ini bahwasanya najis kapan saja ia hilang dengan cara apa pun, maka hilang pula hukum najisnya. Karena hukum terhadap sesuatu jika  illah (sebab)-nya telah hilang, maka hilang pula hukumnya. Akan tetapi tidak boleh menggunakan makanan dan minuman untuk menghilangkan najis tanpa ada keperluan karena dalam hal ini menimbulkan mafsadat terhadap harta dan juga tidak boleh beristinja’ dengan menggunakan keduanya.” Majmu’ Al Fatawa, 21/475.
Cara menghilangkan najis
Cara menyucikan sebuah benda yang terkena najis adalah dengan menghilangkan zat, rasa, bau dan warna dari najis tersebut. Akan tetapi kalau bau atau warnanya susah untuk hilang -misalnya pada darah haid-, maka itu dimaafkan (tidak masalah) selama zat sudah hilang dan benda tersebut sudah dihukumi suci.
Ini berdasarkan kisah Khaulah bintu Yasar yang bertanya kepada Nabi tentang darah haid yang mengenai pakaian, maka beliau menjawab, “Cukup kamu siramkan air dan tidak mengapa dengan bekasnya.” HR. Abu Daud [Lihat: Manarus Sabil: 1/24 dan As-Subul: 1/169]
Akan tetapi diperkecualikan darinya masalah istijmar (bebersih dari tinja dan kencing dengan menggunakan batu atau yang semisalnya). Karena sudah diketahui bersama bahwa tinja tidak akan hilang secara sempurna dengan batu tapi pasti masih tersisa sedikit najis, akan tetapi bersamaan dengan itu syariat memaafkannya. Ini adalah pendapat dari Imam Asy-Syafi’i. [Lihat Al-Bidayah: 1/59]
Adapun berapa kali mencucinya, maka tidak ada dalil yang menerangkan jumlahnya kecuali pada jilatan anjing, dicuci sebanyak 7 kali atau delapan kali. Maka asalnya kalau disiram satu kali najisnya sudah hilang maka itu sudah cukup. [Lihat: Al-Mumti': 1/420-423]
Ada beberapa hal yg perlu diketahui dalam pensucian najis yg ada penjelasan dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم tata caranya, diantaranya:
1 – Menyucikan kulit bangkai dengan disamak
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata bahwa beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّمَا إِهَابٍ دُبِغَ فَقَدْ طَهُرَ
“Kulit bangkai apa saja yang telah disamak, maka dia telah suci.” HR. An Nasa’i no. 4241, At Tirmidzi no. 1728, Ibnu Majah no. 3609, Ad Darimi dan Ahmad. Syaikh Al Albani dalam Al Jami’ Ash Shogir wa Ziyadatuhu no. 4476 mengatakan bahwa hadits ini shohih
2 – Menyucikan bejana yang dijilat anjing
Dari Abu Hurairah, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
طُهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولاَهُنَّ بِالتُّرَابِ
“Cara menyucikan bejana di antara kalian apabila dijilat anjing adalah dicuci sebanyak tujuh kali dan awalnya dengan tanah.” HR. Muslim no. 279
Sebagaiman diterangkan oleh An Nawawi rahimahullah, mengenai cara membersihkan jilatan anjing ada beberapa riwayat. Ada riwayat yang menyebut “سَبْع مَرَّات”, yaitu tujuh kali. Ada riwayat lain menyebut “سَبْع مَرَّات أُولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ”, yaitu tujuh kali dan awalnya dengan tanah. Ada lagi yang menyebut “أُخْرَاهُنَّ أَوْ أُولَاهُنَّ”, yaitu yang terakhir atau pertamanya.  Ada riwayat menyebut, “سَبْع مَرَّات السَّابِعَة بِالتُّرَابِ”, yaitu tujuh kali dan yang ketujuh dengan tanah.Ada yang menyebut, “سَبْع مَرَّات وَعَفِّرُوهُ الثَّامِنَة بِالتُّرَابِ”, yaitu tujuh kali dan yang kedelapan dilumuri dengan tanah.”
Selanjutnya An Nawawi mengatakan, “Al Baihaqi dan selainnya telah mengeluarkan seluruh riwayat ini. Ini menunjukkan bahwa penggunaan kata “yang pertama” dan penyebutan urutan lainnya bukanlah syarat, namun yang dimaksudkan adalah “salah satunya dengan tanah”. Adapun riwayat terakhir yang menyatakan “yang terakhir dilumuri tanah, maka menurut madzhab Syafi’iyah dan madzhab mayoritas ulama bahwa yang dimaksud adalah cucilah tujuh kali, salah satu dari yang tujuh itu dengan tanah bersama air. Maka seakan-akan tanah tadi mengganti cara mencuci sehingga disebut kedelapan. Wallahu a’lam. ” Al Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al Hajjaj, Yahya bin Syarf An Nawawi, 3/185, Dar Ihya’ At Turots, cetakan kedua, 1392.
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa yang dimaksud “pertamanya dengan tanah” ada tiga pilihan: [1] Awalnya disiram air, lalu dilumuri tanah, [2] Dilumuri tanah terlebih dahulu, lalu disiram air, atau [3] Mencampuri tanah dan air, lalu dilumuri pada bejana yang dijilat anjing. Lihat Fathu Dzil Jalaali wal Ikrom Syarh Bulughil Marom, 1/95
3 – Menyucikan pakaian yang terkena darah haidh
Dari Asma’ binti Abi Bakr, beliau berkata, “Seorang wanita pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian dia berkata,
إِحْدَانَا يُصِيبُ ثَوْبَهَا مِنْ دَمِ الْحَيْضَةِ كَيْفَ تَصْنَعُ بِهِ
“Di antara kami ada yang bajunya terkena darah haidh. Apa yang harus kami perbuat?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
تَحُتُّهُ ثُمَّ تَقْرُصُهُ بِالْمَاءِ ثُمَّ تَنْضَحُهُ ثُمَّ تُصَلِّى فِيهِ
“Singkirkan darah haidh dari pakaian tersebut kemudian keriklah kotoran yang masih tersisa dengan air, lalu cucilah. Kemudian shalatlah dengannya.” HR. Bukhari no. 227 dan Muslim no. 291
Kalau masih ada bekas darah haidh yang tersisa setelah dibersihkan tadi, maka hal ini tidaklah mengapa.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Khaulah binti Yasar berkata pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
يَا رَسُولَ اللَّهِ لَيْسَ لِى إِلاَّ ثَوْبٌ وَاحِدٌ وَأَنَا أَحِيضُ فِيهِ. قَالَ « فَإِذَا طَهُرْتِ فَاغْسِلِى مَوْضِعَ الدَّمِ ثُمَّ صَلِّى فِيهِ ». قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ لَمْ يَخْرُجْ أَثَرُهُ قَالَ « يَكْفِيكِ الْمَاءُ وَلاَ يَضُرُّكِ أَثَرُهُ »
“Wahai Rasulullah, aku hanya memiliki satu pakaian. Bagaimana ketika haidh saya memakai  pakaian itu juga?” Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika engkau telah suci, cucilah bagian pakaianmu yang terkena darah lalu shalatlah dengannya.”
Lalu Khaulah berujar lagi, “Wahai Rasulullah, bagaimana kalau masih ada bekas darah?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Air tadi sudah menghilangkan najis tersebut, sehingga bekasnya tidaklah membahayakanmu.” HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan.
Jika wanita ingin membersihkan darah haidh tersebut dengan menggunakan kayu sikat atau alat lainnya atau dengan menggunakan air plus sabun atau pembersih lainnya untuk menghilangkan darah haidh tadi, maka ini lebih baik. – Lihat Shahih Fiqh Sunnah, Syaikh Abu Malik, 1/84, Al Maktabah At Taufiqiyah.
Dalilnya adalah hadits Ummu Qois binti Mihshon, beliau mengatakan,
سَأَلْتُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ دَمِ الْحَيْضِ يَكُونُ فِى الثَّوْبِ قَالَ « حُكِّيهِ بِضِلْعٍ وَاغْسِلِيهِ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ ».
“Aku bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai darah haidh yang mengenai pakaian. Beliau menjawab, “Gosoklah dengan tulang hean dan cucilah dengan air dan sidr (sejenis tanaman)”.” HR. Abu Daud no. 363, An Nasai no. 292, 395, dan Ahmad (6/355). Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih
4 – Menyucikan ujung pakaian wanita
Dari ibunya Ibrohim bin Abdur Rahman bin ‘Auf bahwasanya beliau bertanya pada Ummu Salamah –salah satu istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Beliau berkata,
إِنِّى امْرَأَةٌ أُطِيلُ ذَيْلِى وَأَمْشِى فِى الْمَكَانِ الْقَذِرِ.
“Aku adalah wanita yang berpakaian panjang. Bagaimana kalau aku sering berjalan di tempat yang kotor?”
Ummu Salamah berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يُطَهِّرُهُ مَا بَعْدَهُ
“Tanah yang berikutnya akan menyucikan najis sebelumnya.” HR. Abu Daud no. 383, Tirmidzi no. 143, dan Ibnu Majah no. 531. Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abi Daud mengatakan bahwa hadits ini shohih
Sebagian ulama menyatakan bahwa yang dimaksud najis dalam hadits di atas adalah najis yang sifatnya kering, seperti Imam Ahmad dan Imam Malik.
Menurut mereka, jika ujung pakaian wanita terkena najis yang sifatnya basah, maka tidak bisa disucikan dengan tanah berikutnya, namun harus dengan cara dicuci.
Al Baghowi rahimahullah mengatakan, “Ada yang memahami bahwa najis yang dimaksud dalam hadits ini adalah najis yang sifatnya kering saja. Ini pendapat yang sebenarnya perlu dikritisi. Karena najis yang mengenai pakaian wanita pada umumnya didapat ketika berjalan di tempat yang kotor dan di sana umumnya ditemukan kotoran yang sifatnya basah. Inilah yang biasa kita perhatikan dalam keseharian. Jadi, jika seseorang mengeluarkan maksud kotoran yang sifatnya basah ini dari maksud hadits tersebut –padahal ini umumnya atau seringnya kita temui-, maka ini adalah anggapan yang teramat jauh.” Lihat Tuhfatul Ahwadzi, Muhammad Abdurrahman Al Mubarakfuri, 1/372, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah.
Al Imam Muhammad rahimahullah mengatakan, “Tidak mengapa jika ujung pakaian wanita terkena kotoran (najis) selama kotoran tersebut tidak seukuran dirham yang besar (artinya: kotorannya banyak, pen). Jika kotoran tersebut banyak, maka tidak boleh shalat dengan menggunakan pakaian tersebut sampai dibersihkan (dicuci).”
5 – Membersihkan pakaian dari kencing bayi yang belum mengonsumsi makanan
Dari Abus Samhi –pembantu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam-, beliau berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يُغْسَلُ مِنْ بَوْلِ الْجَارِيَةِ وَيُرَشُّ مِنْ بَوْلِ الْغُلاَمِ
“Membersihkan kencing bayi perempuan adalah dengan dicuci, sedangkan bayi laki-laki cukup dengan dibasahi.” HR. Abu Daud no. 376 dan An Nasa’i no. 304. Syaikh Al Albani dalam  Al Jami Ash Shogir wa Ziyadatuhu mengatakan bahwa hadits ini shohih.
Yang dimaksudkan di sini adalah bayi yang masih menyusui dan belum mengonsumsi makanan. Kencing bayi laki-laki dan perempuan sama-sama najis, namun cara menyucikannya saja yang berbeda. Lihat Tawdhihul Ahkam, Syaikh Ali Basam, 1/176-177, Darul Atsar
Dalil kenapa yang dimaksud di sini adalah bayi yang belum mengonsumsi makanan adalah hadits berikut.
عَنْ أُمِّ قَيْسٍ بِنْتِ مِحْصَنٍ أُخْتِ عُكَّاشَةَ بْنِ مِحْصَنٍ قَالَتْ دَخَلْتُ بِابْنٍ لِى عَلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لَمْ يَأْكُلِ الطَّعَامَ فَبَالَ عَلَيْهِ فَدَعَا بِمَاءٍ فَرَشَّهُ.
“Dari Ummu Qois binti Mihshon (saudara dari ‘Ukkasyah bin Mihshon), ia berkata, “Aku pernah masuk menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa puteraku –yang belum mengonsumsi makanan-. Kemudian anakku tadi mengencingi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau pun meminta air untuk dibasahi (pada bekas kencing tadi, pen).” HR. Bukhari no. 5693 dan Muslim no. 287.
Apa yang dimaksud dengan bayi yang belum mengonsumsi makanan? Al Faqih Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan, “Bukanlah yang dimaksud bahwa bayi tersebut tidak mengonsumsi makanan sama sekali. Karena seandainya kita katakan demikian, bayi ketika awal-awal lahir, ia pun sudah mencicipi sedikit makanan. Akan tetapi yang dimaksudkan tidak mengonsumsi makanan adalah makanan sudah menjadi pengganti dari ASI atau ia mengonsumsi makanan sudah lebih banyak dari ASI. Namun jika ASI masih jadi konsumsi utamanya
Namun jika ASI masih jadi konsumsi utamanya, maka sudah jelas. Adapun jika makanan sudah menjadi mayoritas yang ia konsumsi, maka kita menangkan mayoritasnya (yaitu dianggap dia sudah mengonsumsi makanan, pen).” Fathu Dzil Jalali wal Ikrom Syarh Bulughil Marom, 1/214.
6 – Membersihkan pakaian yang terkena madzi
Dari Sahl bin Hunaif, beliau berkata,
كُنْتُ أَلْقَى مِنَ الْمَذْىِ شِدَّةً وَكُنْتُ أُكْثِرُ مِنْهُ الاِغْتِسَالَ فَسَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ ذَلِكَ فَقَالَ « إِنَّمَا يُجْزِيكَ مِنْ ذَلِكَ الْوُضُوءُ ». قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَكَيْفَ بِمَا يُصِيبُ ثَوْبِى مِنْهُ قَالَ « يَكْفِيكَ بِأَنْ تَأْخُذَ كَفًّا مِنْ مَاءٍ فَتَنْضَحَ بِهَا مِنْ ثَوْبِكَ حَيْثُ تُرَى أَنَّهُ أَصَابَهُ ».
“Dulu aku sering terkena madzi sehingga aku sering mandi. Lalu aku menanyakan hal ini pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai kejadian yang menimpaku ini. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, ‘Cukup bagimu berwudhu ketika mendapati seperti ini.’ Aku lantas berkata lagi, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana jika ada sebagian madzi yang mengenai pakaianku?’. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Cukup bagimu mengambil air seukuran telapak tangan, lalu engkau perciki pada pakaianmu ketika engkau terkena madzi’.” HR. Abu Daud no. 210, Tirmidzi no. 115, dan Ibnu Majah no. 506. Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abi Daud mengatakan bahwa hadits ini hasan.
Asy Syaukani rahimahullah menjelaskan, “Hadits ini menjelaskan bahwa jika madzi cuma diperciki saja, maka itu sudah cukup untuk menghilangkan najisnya. … Ini menunjukkan bahwa memercikinya termasuk kewajiban. Madzi adalah najis yang ringan, sehingga diberi keringanan cara menyucikannya.” (As Sailul Jaror, Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad Asy Syaukani, 1/35, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah, cetakan pertama, tahun 1405 H )
Ini adalah perilaku terhadap pakaian yang terkena madzi, yaitu cukup diperciki. Sedangkan kemaluannya cukup dibersihkan dan bersucinya adalah dengan berwudhu, tanpa perlu mandi besar.
7 – Menyucikan bagian bawah alas kaki (sandal)
Dari Abu Sa’id Al Khudri, beliau berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat bersama para sahabatnya. Ketika beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melepas kedua sandalnya dan meletakkannya di sebelah kirinya, tatkala para sahabat melihat hal itu, mereka pun ikut mencopot sandal mereka. Ketika selesai shalat, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Kenapa kalian melepas sandal kalian?”. Mereka menjawab, “Kami melihat engkau mencopot sandalmu, maka kami juga ikut mencopot sandal kami.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas memberitahu mereka, “Sesungguhnya Jibril shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangiku dan memberitahu aku bahwa di sandalku itu terdapat kotoran.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda,
« إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْمَسْجِدِ فَلْيَنْظُرْ فَإِنْ رَأَى فِى نَعْلَيْهِ قَذَرًا أَوْ أَذًى فَلْيَمْسَحْهُ وَلْيُصَلِّ فِيهِمَا »
“Apabila salah seorang di antara kalian pergi ke masjid, maka lihatlah, jika terdapat kotoran (najis) atau suatu gangguan di sandal kalian, maka usaplah sandal tersebut (ke tanah) dan shalatlah dengan keduanya.” HR. Abu Daud no. 650. Syaikh Al Albani mengatakan dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abi Daud bahwa hadits ini shohih.
Ash Shon’ani rahimahullah menjelaskan, “Hadits ini menunjukkan disyariatkannya shalat dengan menggunakan sendal. Hadits ini menunjukkan pula bahwa mengusap sendal yang terkena najis (ke tanah), itu sudah menyucikannya. Kotoran (najis) yang dimaksud di sini mencakup yang basah atau pun yang kering. Sebab cerita hadits ini adalah bahwasanya Jibril mengabarkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa di sendal beliau terdapat kotoran ketika beliau shalat. (Lalu beliau pun mencopot sendalnya) dan terus melanjutkan shalat. Oleh karena itu, jika seseorang berada dalam shalat dan ia terkena najis tanpa ia ketahui atau lupa, kemudian ia mengetahuinya ketika di pertengahan shalat, maka ia wajib menghilangkan najis tsb.
8 – Menyucikan tanah
Dari Abu Hurairah, beliau radhiyallahu ‘anhu berkata,
قَامَ أَعْرَابِىٌّ فَبَالَ فِى الْمَسْجِدِ فَتَنَاوَلَهُ النَّاسُ ، فَقَالَ لَهُمُ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « دَعُوهُ وَهَرِيقُوا عَلَى بَوْلِهِ سَجْلاً مِنْ مَاءٍ ، أَوْ ذَنُوبًا مِنْ مَاءٍ ، فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِينَ ، وَلَمْ تُبْعَثُوا مُعَسِّرِينَ »
“Seorang arab badui pernah kencing di masjid, lalu para sahabat ingin menghardiknya. Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada para sahabatnya, “Biarkan dia! (Setelah dia kencing), siramlah kencing tersebut dengan seember air. Kalian itu diutus untuk mendatangkan kemudahan dan bukan bukan untuk mempersulit”.” HR. Bukhari no. 220
Dalam hadits di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh menyiram tanah yang terkena kencing tadi dengan air dengan maksud untuk mempercepat sucinya tanah dari najis. Seandainya tanah tersebut dibiarkan hingga kering, lalu hilang bekas najisnya, maka tanah tersebut juga sudah dinilai suci. Hal ini berdasarkan hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma mengenai anjing yang keluar-masuk masjid dan kencing di sana, namun dibiarkan begitu saja tanpa disiram atau diperciki dengan air. Beliau berkata,
كَانَتِ الْكِلاَبُ تَبُولُ وَتُقْبِلُ وَتُدْبِرُ فِى الْمَسْجِدِ فِى زَمَانِ رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَلَمْ يَكُونُوا يَرُشُّونَ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ
“Beberapa ekor anjing sering kencing dan keluar-masuk masjid pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun mereka (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya) tidak memerciki kencing anjing tersebut.” HR. Bukhari no. 174


Sumber  : Majelis Fiqih

Cara Mengharumkan Nama Baik di dunia & Akhirat


AMALAN-AMALAN YANG MENGHARUMKAN NAMA BAIK DI DUNIA DAN AKHIRAT
Setiap orang yang mati pasti meninggalkan nama dan jejak rekam yang baik maupun buruk bagi keluarga, masyarakat dan generasi sesudahnya. Maka di sini timbul pertanyaan-pertanyaan yang cukup penting, bagaimana kita meninggalkan nama yang harum bagi generasi di belakang kita? Seperti apa kita akan diingat ketika kita sudah tidak lagi ada di dunia ini? Ketika mendengar nama kita, apa yang akan dikenang orang? Kebaikan atau kejahatan? Orang yang bersih atau koruptor? Orang yang jujur atau pendusta dan penipu? Orang yang amanah atau pengkhianat? Dan pertanyaan-pertanyaan semisal.
Nama kita akan dikenang orang sesuai dengan bagaimana perbuatan kita selama hidup di dunia. Jangan lupa bahwa nama ini akan kita wariskan pula kepada anak cucu kita. Betapa kasihannya jika anak kita akan dikenal sebagai anak penjahat, koruptor, penipu, pelacur, penjudi, pemabuk, pembunuh, penyebar kebatilan dan kesesatan,  dan lain sebagainya. Sesuatu yang bukan kesalahan mereka, namun mereka harus menanggungnya sepanjang hidup mereka. Karena itu, nama baik adalah hal yang cukup penting untuk selalu kita perhatikan dan jaga.
BEBERAPA AMALAN PENGHARUM NAMA DI DUNIA DAN AKHIRAT
Berikut ini, kami (penulis) akan sebutkan secara global beberapa amalan yang bisa mengharumkan nama baik seorang hamba ketika ia masih hidup di dunia ini ataupun sesudah meninggalnya berdasarkan dalil-dalil syar’i:
1) Beriman dan Bertakwa kepada Allah kapanpun dan di manapun.
Hal ini Karena apabila seorang hamba telah beriman kepada Allah dan senantiasa bertakwa kepada-Nya, maka Allah akan mencintainya dan memerintahkan para malaikat dan hamba-hamba-Nya yang lain untuk mencintainya. Sebagaimana disebutkan di dalam hadits berikut ini:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضى الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: ” إِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى إِذَا أَحَبَّ عَبْدًا نَادَى جِبْرِيلَ إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَبَّ فُلاَنًا فَأَحِبَّهُ فَيُحِبُّهُ جِبْرِيلُ ، ثُمَّ يُنَادِى جِبْرِيلُ فِى السَّمَاءِ إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَبَّ فُلاَنًا فَأَحِبُّوهُ ، فَيُحِبُّهُ أَهْلُ السَّمَاءِ وَيُوضَعُ لَهُ الْقَبُولُ فِى أَهْلِ الأَرْضِ “
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah tabaraka wa ta’ala apabila mencintai seorang hamba, Dia memanggil malaikat Jibril (seraya mengatakan, pent), “Sesungguhnya Allah telah mencintai si fulan, maka cintailah dia”, maka Jibril pun mencintainya, lalu Jibril berkumandang di langit dengan mengatakan, “Sesungguhnya Allah telah mencintai si fulan maka cintailah ia”, maka (para malaikat) penghuni langit pun mencintainya, lalu ditanamkan rasa menerima (dan mencintainya, pent) pada penduduk bumi.” (HR. Bukhari no.7047 dan Muslim no.2637).
Dari sini kita dapat mengetahui bahwa agar nama kita harum dan dicintai oleh Allah, para malaikat dan manusia maka hendaknya kita berupaya memperoleh kecintaan dari Allah dengan cara beriman dan bertakwa dengan sebenar-benarnya.
2) Mengajarkan ilmu yang Bermanfaat dan Menyebarluaskannya dalam bentuk Tulisan.
Hal ini bisa dilakukan oleh para ulama dan penuntut ilmu yang telah mapan keilmuannya dengan cara mengajarkan ilmu kepada manusia tentang perkara-perkara agama mereka. Disamping itu juga dengan cara mengarang dan menuliskan ilmunya di dalam sebuah majalah, buku, website / blog di internet, dan BB Grup agar ilmunya terjaga, tersebar luas dan bermanfaat bagi generasi-generasi yang datang sesudahnya.
Berapa banyak ulama yang meninggal dunia semenjak ratusan tahun yang lalu tetapi ilmunya masih ada, dikenang dan dimanfaatkan melalui kitab-kitab yang telah dikarangnya lalu dipakai dari generasi ke generasi sesudahnya dengan perantara para muridnya kemudian para pencari ilmu setelah mereka. Dan setiap kali kaum muslimin menyebutkan nama penulisnya, mereka selalu mendoakan kebaikan dan memohon rahmat dan ampunan kepada Allah baginya. Ini adalah keutamaan dan karunia dari Allah yang diberikan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Berapa banyak generasi yang diselamatkan Allah dari kesesatan dengan jasa seorang ulama, maka ulama itu mendapatkan seperti pahala orang yang mengikutinya sampai hari kiamat. Sebagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ عَلَّمَ عِلْمًا فَلَهُ أَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهِ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الْعَامِلِ
“Barangsiapa mengajarkan suatu ilmu, maka dia mendapatkan pahala orang yang mengamalkannya, tidak mengurangi dari pahala orang yang mengamalkannya sedikitpun.” (HR. Ibnu Majah no.240 (I/88), dan dihasankan oleh syaikh al-Albani).
Diriwayatkan dari Abu Darda’  radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِى السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِى الأَرْضِ وَالْحِيتَانُ فِى جَوْفِ الْمَاءِ
“Orang yang mengajarkan ilmu (kebaikan) dimintakan ampunan oleh segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi, sampai ikan-ikan yang ada di dalam lautan.” (HR. Abu Daud no.3641 (II/341), at-Tirmidzi no.2682 (V/48), dan al-Baihaqi di dalam Al-Adaab no.862).
Dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلاَلَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا
“Barangsiapa yang menyeru kepada petunjuk (kebajikan), maka dia mendapatkan pahala sebagaimana pahala-pahala orang yang mengikutinya, hal itu tidak mengurangi pahala-pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa menyeru kepada kesesatan, maka dia mendapatkan dosa seperti dosa-dosa orang yang mengikutinya, hal itu tidak mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun.” (HR. Muslim no.2674 (IV/2060), Abu Daud no.4609 (II/612), At-Tirmidzi no.2674 (V/43), Ibnu Majah no.206 (I/75), Ahmad no.9149, dan Ibnu Hibban no.112 (1/318), dan dishahihkan oleh syaikh al-Albani).
3) Shodaqoh Jariyah
Shadaqah jariyah adalah suatu ketaatan yang dilakukan oleh seseorang untuk mengharapkan ridha Allah Ta’ala, agar orang-orang umum bisa memanfaatkan harta yang disedakahkannya tersebut sehingga pahalanya mengalir baginya sepanjang barang tersebut masih ada dan bermanfaat.
Para ulama telah menafsirkan shadaqah jariyah dengan wakaf untuk kebaikan. Seperti mewakafkan tanah, masjid, gedung sekolah/madrasah, rumah hunian, kebun kurma, mushaf Al-Qur’an, kitab yang berguna, dan lain sebagainya.
Disini merupakan dalil disyariatkannya mewakafkan barang-barang yang bermanfaat dan perintah untuk melakukannya, bahkan itu termasuk amalan yang paling mulia yang bisa dilakukan seseorang untuk kemuliaan dirinya di dunia dan akhirat.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا مَاتَ إِبْنُ آدَمَ إِنْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلاَثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ, أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِه, أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ
“Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah segala amalannya, kecuali dari tiga perkara; shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shaleh yang mendo’akannya.” [HR. Muslim, HR. Muslim (5/73), Imam Bukhari di dalam Al-Adab Al-Mufrad hal.8, Abu Daud (2/15), an-Nasa’i (2/129), ath-Thahawi di dalam Al-Musykil (1/85), al-Baihaqi (6/278), dan Ahmad (2/372). Lihat Ahkamul Jana-iz Wa Bida’uha oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani hal.224].
4) Mendidik Anak Menjadi Anak Sholih
Anak adalah anugerah Allah yang diamanahkan kepada kedua orang tuanya. Dan amanah ini akan dimintai pertanggung-jawabannya kelak pada hari kiamat. Orang tua akan selamat dan sukses di dunia dan akhirat apabila mampu menunaikan amanah ini dengan sebaik-baiknya. Kesuksesan orang tua dalam mengemban amanah ini ditandai dengan kesuksesannya dalam mendidik anaknya menjadi anak shalih yang taat kepada Allah dan kedua orang tuanya serta bermanfaat bagi orang lain. Semakin banyak kebaikan dan manfaat yang dilakukan oleh anak sholih tersebut, maka semakin banyak pahala yang mengalir kepada kedua orang tuanya dan semakin banyak pula orang memuji dan mengenangnya.  Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ مِنْ أَطْيَبِ مَا أَكَلَ الرَّجُلُ مِنْ كَسْبِهِ وَوَلَدُهُ مِنْ كَسْبِهِ
“Sesungguhnya yang paling baik dari makanan seseorang adalah hasil jerih payahnya sendiri. Dan anak merupakan hasil jerih payah orang tua.”(HR. Abu Daud no. 3528 dan An Nasa-i no. 4451. Syaikh al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Ini berarti amalan dari anaknya yang sholih masih tetap bermanfaat bagi kedua orang tuanya walaupun mereka sudah berada di liang lahat karena anak adalah hasil jerih payah orang tuanya yang pantas mereka nikmati.
5) Zuhud terhadap Harta Benda yang ada pada Orang Lain.
Zuhud (tidak meminta-minta dan berharap) terhadap apa yang dimiliki oleh orang lain dapat menyebabkan seseorang dicintai oleh manusia.
Di samping itu juga Allah mencintai hamba-hamba-Nya yang zuhud. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Sahl bin Sa’d as-Sa’idi radhiyallahu anhu, ia menceritakan bahwa ada seseorang yang datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata: “Wahai Rasulullah, tunjukkan kepadaku satu amalan yang jika aku mengamalkannya maka aku akan dicintai oleh Allah dan dicintai manusia.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Zuhudlah terhadap dunia, niscaya engkau dicintai Allah, dan zuhudlah terhadap apa yang dimiliki manusia, niscaya engkau dicintai manusia.” (HR. Ibnu Majah no.4102 dan ini lafazhnya, Ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir no.5972, Al-Hakim IV/313, dan selainnya. Syaikh Al-Albani menghasankannya di dalam Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah no.944 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir no.922).
Hasan al-Bashri rahimahullah berkata: “Engkau senantiasa menjadi mulia di mata manusia, atau manusia senantiasa memuliakanmu jika engkau tidak mengambil apa yang ada di tangan manusia. Jika engkau mengambil apa yang ada di tangan manusia, mereka meremehkanmu, membenci perkataanmu dan benci kepadamu.”. (Jami’ul ‘Uluum wal Hikam karya al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hanbali II/204-205)
Ada seorang Arab Badui bertanya kepada penduduk Bashrah, “Siapakah orang mulia di desa ini?” Penduduk Bashrah menjawab, “Al-Hasan (maksudnya Hasan al-Bashri seorang ulama tabi’in, pen).” Orang Arab Badui itu bertanya lagi, “Kenapa ia mulia bagi penduduk Bashrah?” penduduk Bashrah menjawab, “Manusia membutuhkan ilmunya, sedangkan ia tidak membutuhkan dunia mereka.”. (Lihat Jami’ul ‘Uluum wal Hikam karya al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hanbali II/206)
6) Berakhlak dan Bermuamalah yang Baik kepada Sesama Manusia.
Manusia yang paling mulia akhlaknya dan paling baik muamalahnya adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Hal ini berdasarkan rekomendasi dari Allah kepada beliau dengan firman-Nya:
وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ
“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. Al-Qalam: 4)
Beliau senantiasa berakhlak dan bermuamalah dengan baik kepada seluruh makhluk. Karena salah satu tugas mulia beliau dalam berdakwah adalah menyempurnakan akhlak yang mulia, sebagaimana sabdanya:
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلاَقِ
“Sesungguhnya aku ini diutus (oleh Allah) agar menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. al-Hakim no.4221 (II/670) dan ia berkata: “Hadits ini shahih sesuai dengan syarat Muslim, akan tetapi keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengeluarkannya (di dalam kitab Shahih keduanya, pent), dan al-Baihaqi no.20571 (X/191)).
Oleh karenanya, beliau menjadi manusia yang paling harum namanya dan paling dikenang keluhuran akhlaknya oleh manusia sepanjang sejarah. Maka sepantasnya bagi kita semua sebagai umatnya agar senantiasa meneladani beliau dalam hal akhlak, muamalah dan selainnya.
Terdapat banyak dalil syar’i yang memberikan pujian dan sanjungan kepada orang-orang yang berakhlak mulia dan bermuamalah baik dengan sesama manusia. Di antaranya adalah hadits-hadits berikut ini:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم:” إِنَّ مِنْ أَخْيَرِكُمْ أَحْسَنَكُمْ خُلُقًا “
Dari Abdullah bin Amr, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda: “Sesungguhnya sebaik-baik orang di antara kalian adalah orang yang paling baik akhlaknya.” (HR. Bukhari no.6029 (X/452) dengan Fathul Bari, Muslim (IV/1810) no.3321).
وَعَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: ” خَيْرُ الأَصْحَابِ عِنْدَ اللَّهِ خَيْرُهُمْ لِصَاحِبِهِ وَخَيْرُ الْجِيرَانِ عِنْدَ اللَّهِ خَيْرُهُمْ لِجَارِهِ “.
Dari Abdullah bin Amr, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda: “Sebaik-baik sahabat di sisi Allah ialah orang yang paling berbuat baik kepada sahabatnya, dan sebaik-baik tetangga di sisi Allah ialah orang yang paling berbuat baik kepada tetangganya.” (HR. Tirmidzi IV/333 no.1944, al-Hakim (IV/181) dan ia berkata; “Shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim”, dan disepakati oleh adz-Dzahabi, dan Ahmad II/167 no.6566, dan Syu’aib al-Arnauth berkata: “Isnadnya kuat sesuai syarat imam Muslim).
7) Suka Membantu dan Meringankan Beban Orang Lain.
Orang yang gemar membantu dan meringankan beban dan kesulitan orang lain baik dengan harta benda, perkataan, perbuatan, pikiran positif ataupun lainnya, dia akan dicintai dan dikenang jasa-jasa baiknya oleh manusia. Ini dikarenakan jiwa manusia secara fitrah mencintai siapa saja yang suka menolong dan berbudi baik kepadanya.
Jika ingin baca artikel ini Selengkapnya, silakan klik: http://abufawaz.wordpress.com/2010/10/21/kiat-harumkan-nama-di-dunia-dan-akhirat/  (selesai… اَلْحَمْدُ لِلّهِ ) :)


Sumber  : Majelis Fiqih

Senin, 22 Oktober 2012

FADHILAT PUASA SYA’ABAN & NISFU SYA’ABAN

 1. Telah memberitahu  kepada kami Abdullah bin Yusuf Telah memberitahu kami Malik daripada Abi An-Nadhri daripada Abi Salamah daripada Sayyidatina ‘Aishah telah berkata : Rasulullah S.A.W berpuasa sehingga kita mengatakan dia tidak berbuka dan baginda S.A.W berbuka sehingga kami berkata dia tidak berpuasa. Dan aku tidak pernah melihat Rassulullah S.A.W menyempurnakan puasa sebulan penuh melainkan pada bulan Ramadhan dan aku tidak pernah melihat baginda S.A.W banyak berpuasa melainkan pada bulan Sya’ban.
( Diriwayatkan oleh imam Bukhari di dalam sohihnya dan imam Muslim di dalam sohihnya ) 

2. Telah memberitahu kami Muaz bin Fudhalah telah memberitahu kami Hisham daripada Yahya daripada Abi Salamah sesungguhnya sayyidatina ‘Aishah telah memberitahunya dengan berkata : Nabi S.A.W tidak banyak berpuasa melainkan pada bulan Sya’ban, dan baginda S.A.W telah berpuasa sebulan penuh pada bulan Sya’ban. Dan adalah baginda S.A.W bersabda : Lakukanlah amalan yang mana kamu mampu membuatnya maka sesungguhnya Allah tidak membebankan ( mewajib )kamu sehingga kamu merasa berat dengan bebanan. Dan apa yang disukai oleh Rasulullah S.A.W adalah sembahyang(sunat) yang sentiasa dibuat sekalipun sedikit. Dan adalah baginda S.A.W apabila mendirikan sembahyang maka baginda S.A.W sentiasa berterusan di dalam berbuat demikian.
( Diriwayatkan oleh imam Bukhari di dalam sohihnya dan imam Muslim di dalam sohihnya) 
3. Telah memberitahu kami Sufian bin ‘Uyainah daripada Ibn Abi Labid daripada Abi Salamah telah berkata : Aku telah bertanya Sayyidatina ‘Aishah tentang puasa Rasulullah S.A.W maka dia menjawab : Adalah baginda S.A.W berpuasa sehingga kami berkata : Sesungguhnya baginda S.A.W telah berpuasa dan baginda s.A.W berbuka sehingga kami mengatakan : Telah baginda S.A.W berbuka. Aku tidak pernah melihat baginda S.A.W berpuasa dari sebulan sahaja lebih banyak daripada puasa baginda S.A.W pada bulan Sya’ban. Kadang-kadang baginda S.A.W berpuasa Sya’ban sebulan penuh dan kadang-kadang baginda S.A.W berpuasa sedikit daripadanya.
(Diriwayatkan oleh imam Muslim di dalam sohihnya) 
4. Telah memberitahuku Muawiyah bin Soleh daripada Abdullah bin Abi Qais sesungguhnya dia telah mendengar Sayyidatina ‘Aishah berkata : Bulan yang disukai oleh Rasulullah S.A.W yang mana baginda S.A.W berpuasa padanya adalah bulan Sya’ban kemudian disambung puasa pada bulan Ramadhan.
( Hadis ini sanadnya Hasan dan diriwayatkan oleh Abu Daud, An-Nasaei, Ibn Khuzaimah, Al-Baihaqi dan Al-Baghawi) 
5Telah memberitahuku Al-Maqburi daripada Abu Hurairah daripada Usamah bin Zaid telah berkata: Aku telah berkata : Wahai Rasulullah! sesungguhnya kau telah melihat engkau berpuasa pada bulan yang mana aku tidak melihat engkau berpuasa pada bulan yang mana engkau puasa padanya. Soal  Rasulullah S.A.W : Bulan apa? Aku telah berkata: Sya’ban bulan diantara Rejab dan Ramadhan yang mana melupai manusia mengenainya(diangkat kepadaNya) segala amalan semua hamba maka aku lebih suka amalanku tidak diangkat melainkan bersamanya aku berpuasa. Mka aku berkata lagi: Aku melihat engkau berpuasa pada hari Isnin dan Khamis dan tidak mengabaikan kedua-dua hari itu.Sabda baginda S.A.W : Sesungguhnya segala amalan semua hamba akan diangkat pada kedua-dua hari itu maka aku lebih suka tidak diangkat amalanku melainkan bersamanya aku berpuasa.
( Hadis ini sanadnya Hasan dan telah dikeluarkan oleh An-Nasaei, Imam Ahmad dan imam Al-Baihaqi ) 
HADIS MENGENAI KELEBIHAN MALAM NISFU SYA’BAN 
1. Daripada Makhul daripada Malik bin Yakhamir daripada Muaz bin Jabal daripada Nabi S.A.W telah bersabda:Sesungguhnya Allah ta’ala  memerhati makhlukNya pada malam nisfu(pertengahan) daripada Sya’ban maka Dia akan mengampuni semua makhlukNya melainkan orang yang syirik atau orang yang bermusuhan.
( Hadis ini isnadnya Hasan dan dikeluarkan oleh Ibn Habban, Al-Baihaqi dan At-Thobarani ) 
2.Daripada Hisham bin Hassan daripada ( Al-Hasan daripada) Usman bin Abi Al-’As daripada Nabi S.A.W telah bersabda : Apabila tibanya malam nisfu (pertengahan) daripada bulan Sya’ban, pemanggil akan memang- gil : Adakah daripada mereka yang memohon keampunan maka nescaya diampun baginya ? Adakah daripada kalangan mereka yang meminta maka akan diberi? Maka tidak ada seseorang yang memohon sesuatu melainkan akan diberi melainkan penzina dengan kemaluannya ataupun orang syirik.
Hadis ini isnadnya Hasan dan dikeluarkan oleh Al-Kharaiti, Al-Baihaqi dan imam Sayuti )
Penerangan Hadis 
1. Hadis-hadis ini menjelaskan kepada kita bagaimana kelebihan bulan Sya’ban yang mana Rasulullah S.A.W sentiasa berpuasa bahkan melebihi bulan-bulan yang lain. 
2. Hadis-hadis ini juga menerangkan bagaimana hukum berpuasa pada bulan Sya’ban iaitu sunat bukannya wajib. Oleh itu baginda S.A.W kadang-kadang berpuasa penuh sebulan pada bulan ini dan pada suatu ketika baginda tidak berbuat demikian. Kita perlu ingat bahawa setiap perbuatan Rasulullah S.A.W merupakan sunnah fi’liyyah (sunnah yang berasaskan perbuatan) yang boleh dijadikan hujjah di dalam mengeluarkan sesuatu hukum. 
3. Baginda S.A.W juga menggalakkan kita agar di dalam melakukan sesuatu yang baik terutama dalam ibadat khusus seperti solat sunat, puasa sunat dan sedekah maka ia mestilah dilakukan secara berterusan walaupun sedikit. Kita kadang-kadang melakukan perkara ini secara banyak tetapi tidak berterusan dan ia dilakukan apabila timbulnya perasaan rajin sahaja. Ini menyebabkan kita kurang merasai hikmat dan kesan daripada amalan tersebut. Ini kerana apabila ia dilakukan secara berterusan akan mendatangkan kepada kita perasaan untuk menghisab dan menghitung diri sendiri secara berterusan dan ini akan melahirkan individu yang sentiasa berada dalam ibadat dan mengingati Allah setiap masa dan tempat sama ada ditikar sembahyang, ketika belajar mahupun ketika berkerja. 
4. Galakan ini juga bertujuan untuk melatih dan membiasakan kita dengan berpuasa sebelum masuknya bulan Ramadhan yang memang kita mesti berpuasa padanya.
5. Baginda juga menekankan bagaimana seseorang muslim mesti percaya bahawa setiap amalan yang dilakukan bukanlah sia-sia malah ia akan diangkat kepada Allah untuk dihisab kualitinya. Apabila perasaan ini timbul sepanjang kehidupan dan peribadatan kita seharian akan menyebabkan kita semakin yakin kepada balasan Allah terhadap apa yang telah kita sama-sama tunaikan. Ini dapat menghindarkan diri daripada melakukan sesuatu ibadat sambil lewa dan penuh dengan perasaan malas dan juga mampu memberi peringatan agar jangan mendekati segala maksiat kerana setiap gerak laku kita diperhati dan dihisab oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. 
6. Baginda S.A.W juga menjelaskan bagaimana adanya waktu-waktu tertentu yang mempunyai kelebihannya tersendiri seperti pada hari Isnin dan Khamis serta pada bulan Sya’ban terutama pada malam pertengahan bulannya. Baginda S.A.W juga mengajar kita agar menggunakan kesempatan yang ada dengan berdoa dan beribadah kepada Allah. 
7. Islam mengajar kita agar menjaga masa dan menggunakan peluang yang ada untuk beribadat bukannya dihabiskan begitu sahaja disebabkan kita tidak merasa berdosa apabila tidak mempedulikan masa. Orang kafir mapu menjaga masa dan menggunakan masa untuk perkara berfaedah serta tidak kurang juga digunakan untuk mengatur strategi di dalam menyerang Islam. Adakah kita terus hanyut dibuai mimpi sedangkan musuh Islam telah lama merancang untuk menghancurkan kita. 
8. Islam mahu melahirkan umat yang berkualiti dalam ibadat, masa dan pekerjaan yang mana ia tidak menyuruh kita sekadar menunaikan ibadat khusus seperti sembahyang, puasa dan bersedekah sahaja tetapi juga menekankan agar setiap ibadat yang dilakukan mampu melahirkan umat yang sedar siapa mereka dan apa tanggungjawab mereka. Ingatlah bahawa Rasulullah S.A.W pernah memarahi sahabat yang hanya mahu beribadat khusus sahaja sedangkan baginda S.A.W sendiri bukan sahaja merupakan orang yang kuat beribadat khusus, memohon keampunan malah baginda juga sebagai bapa, suami, ahli masyarakat dan juga yang paling besar dan berat adalah sebagai pemimpin negara. Semuanya dikira ibadat jika dilakukan mengikut landasan Islam. Kita jangan termakan dengan dakyah sesat golongan kuffar yang menyatakan ibadat adalah perkara yang berkaitan dengan sembahyang, puasa, haji dan ibadat khusus yang lain sahaja tanpa mempedulikan kewajipan kita yang besar seperti tanggungjawab terhadap kerja, keluarga, masyarakat setempat dan juga pemerintahan negara.
9. Islam mencela mereka yang syirik, berzina dan bermusuhan yang mana doa mereka tidak dimaqbulkan.


Sumber :http://aki2004.wordpress.com