Kamis, 09 Juni 2011

NASIB MANUSIA TELAH DITETAPKAN


Dari Abu Abdirrohman, Abdulloh bin Mas’ud rodhiyallohu’anhu, dia berkata: ”Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam telah bersabda kepada kami dan beliau adalah orang yang selalu benar dan dibenarkan: ’Sesungguhnya setiap orang diantara kamu dikumpulkan kejadiannya di dalam rahim ibunya selama empat puluh hari dalam bentuk nuthfah(air mani), kemudian menjadi ‘alaqoh(segumpal darah) selama waktu itu juga (empat puluh hari), kemudian menjadi mudhghoh(segumpal daging) selama waktu itu juga, lalu diutuslah seorang malaikat kepadanya, lalu malaikat itu meniupkan ruh padanya dan ia diperintahkan menulis empat kalimat: Menulis rizkinya, ajalnya, amalnya, dan nasib celakanya atau keberuntungannya. Maka demi Alloh yang tiada tuhan selain-Nya, sesungguhnya ada diantara kamu yang melakukan amalan penduduk surga dan amalan itu mendekatkannya ke surga sehingga jarak antara dia dan surga kurang satu hasta, namun karena taqdir yang telah ditetapkan atas dirinya, lalu dia melakukan amalan penduduk neraka sehingga dia masuk ke dalamnya. Dan sesungguhnya ada seseorang diantara kamu yang melakukan amalan penduduk neraka dan amal itu mendekatkannya ke neraka sehingga jarak antara dia dan neraka hanya kurang satu hasta, namun karena taqdir yang telah ditetapka atas dirinya, lalu dia melakukan amalan penduduk surga sehingga dia masuk ke dalamnya.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Kedudukan Hadits
Hadits ini merupakan pangkal dalam bab taqdir, yaitu tatkala hadits tersebut menyebutkan bahwa taqdir janin meliputi 4 hal: rizqinya, ajalnya, amalnya, dan bahagia atau celakanya.

Perkembangan Janin
Janin sebelum sempurna menjadi janin melalui 3 fase, yaitu: air mani, segumpal darah, kemudian segumpal daging. Masing-masing lamanya 40 hari.

Janin sebelum berbentuk manusia sempurna juga mengalami 3 fase, yaitu:
1. Taswir, yaitu digambar dalam bentuk garis-garis, waktunya setelah 42 hari.
2. Al-Khalq, yaitu dibuat bagian-bagian tubuhnya.
3. Al-Barú, yaitu penyempurnaan.

Allah berfirman dalam Surat Al-Hasyr: 24, mengisyaratkan ketiga proses tersebut.

Hubungan Ruh dengan Jasad
Ruh dengan jasad memiliki keterkaitan yang berbeda sesuai dengan keadaan dan waktunya dalam 4 bentuk hubungan:
1. Tatkala di rahim. Hubungan keduanya lemah. Kehidupan ketika itu dominasinya ada pada jasad.
2. Tatkala di alam dunia. Kehidupan ketika itu dominasinya ada pada jasad. Sementara hubungan keduanya sesuai dengan kebutuhan kehidupan jasad.
3. Tatkala di alam barzah. Kehidupan ketika itu dominasinya ada pada ruh.
4. Tatkala di alam akhirat. Kehidupan ketika itu sempurna pada keduanya. Pada masa inilah hubungan keduanya sangat kuat.

Macam-macam Penulisan Taqdir
Allah menulis taqdir dalam 4 bentuk, yaitu:
1. Taqdir saabiq, yaitu penulisan taqdir bagi seluruh makhluk di lauh mahfudz 50 ribu tahun sebelum penciptaan bumi dan langit.
2. Taqdir úmri, yaitu penulisan taqdir bagi janin ketika berusia 4 bulan.
3. Taqdir sanawi, yaitu penulisan taqdir bagi seluruh makhluk setiap tahunnya pada malam lailatul qodr.
4. Taqdir yaumi, yaitu penulisan terhadap setiap kejadian setiap harinya.
Keempat macam penulisan taqdir tersebut memungkinkan terjadinya perubahan kecuali pada taqdir sabiq. Sebagaimana firman Allah: (Surat Ar-Ra’d: 39).

Taqdir Allah sama sekali bukan sebagai pemaksaan, Allah lebih tahu terhadap hambanya yang pantas mendapatkan kebaikan dan yang tidak.

Buah Iman kepada Taqdir
Beriman kepada taqdir akan menghasilkan rasa takut yang mendalam akan nasib akhir hidupnya dan menumbuhkan semangat yang tinggi untuk beramal dan istiqomah dalam ketaatan demi mengharap khusnul khatimah.
Beriman kepada taqdir bukanlah alasan untuk bermaksiat dan bermalas-malasan. Hati orang-orang yang shalih diantara 2 keadaan, yaitu khawatir tentang apa yang telah ditulis baginya atau khawatir tentang apa yang akan terjadi pada akhir hidupnya. Keadaan pertama hatinya para sabiqin dan keadaan ke-2 hatinya para abrar.

Rahasia Khusnul Khatimah dan Suúl Khatimah
Termasuk diantara kesempurnaan Allah yaitu menciptakan hamba dengan berbagai macam keadaan. Diantara hambanya ada yang khusnul khatimah sebagai anugrah semata setelah mengisi lembaran hidupnya penuh dengan kejahatan dan diantara hambanya ada yang suúl khatimah sebagai keadilan semata setelah mengisi lembaran hidupnya penuh dengan ketaatan. Hamba pada jenis yang terakhir ini bisa jadi pada hakikatnya tersimpan dalam hatinya kejahatan yang kemudian muncul secara lahir pada akhir hayatnya. Karena dalam suatu riwayat Rasulullah menyatakan bahwa amalan baik tersebut sekedar yang tampak pada manusia.

Sumber: Ringkasan Syarah Arba’in An-Nawawi - Syaikh Shalih Alu Syaikh Hafizhohulloh - http://muslim.or.id

Penyusun: Ustadz Abu Isa Abdulloh bin Salam (Staf Pengajar Ma’had Ihyaus Sunnah, Tasikmalaya)

AMALAN JAHAT DIHAPUS DENGAN KEBAIKAN

Hadits Ke-18


Dari Abu Dzar Jundub bin Junadah dan Abu Abdirrahman Mu’adz bin Jabal rodhiallohu ‘anhu, bahwa Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Bertakwalah kamu kepada Allah di mana pun kamu berada, iringilah kesalahanmu dengan kebaikan niscaya ia dapat menghapuskannya dan pergaulilah semua manusia dengan budi pekerti yang baik.” (HR Tirmidzi. Ia berkata, “Hadits ini hasan. Dalam naskah lainnya dikatakan, hadits ini hasan shohih)

TAKWALLaH
Makna takwallah (takwa kepada Allah) adalah membuat perisai antara dirinya dengan azab dan murka Allah, baik di dunia ataupun di akhirat. Dan perisai yang paling asasi adalah menegakkan tauhidullah.

Perintah untuk bertakwa ditujukan kepada 3 sasaran, yaitu:

Ditujukan kepada seluruh manusia, maka takwa di sini maknanya adalah menunaikan tauhid dan membersihkan dari syirik.

Ditujukan kepada kaum mukminin, maka takwa di sini maknanya adalah melaksanakan ketaatan kepada Allah berdasarkan petunjuk Allah dan meninggalkan kemaksiatan kepada Allah berdasarkan petunjuk Allah.

Ditujukan kepada seseorang yang sudah bertakwa, maka perintah takwa di sini maknanya adalah perintah untuk melestarikan ketakwaannya.

Ruang lingkup Takwallah meliputi seluruh tempat dan waktu, artinya di manapun dan kapan pun berada serta dalam kondisi apapun terkena kewajiban takwallah. Dengan demikian, sifat takwallah berbeda-beda sesuai dengan tempat, waktu dan keadaannya.

Kebajikan Menghapus Keburukan
Kebajikan adalah sesuatu yang mendatangkan pahala, dan keburukan adalah sesuatu yang mendatangkan dosa atau siksa. Kebajikan yang dapat menghapus keburukan ada 2 tingkatan, yaitu:

Melakukan kebajikan dengan niat untuk menghapus keburukan. Jika melakukan kebajikan dengan niat menghapus keburukan maka sudah terkandung di dalamnya penyesalan dan taubat atas kejelekannya.

Melakukan kebajikan tanpa adanya niat menghapus keburukan. Kebajikan seperti ini secara umum akan menghapuskan kejelekannya sesuai dengan kadarnya masing-masing. Derajat yang ke-2 ini lebih rendah dibanding derajat yang pertama.

HUSNUL KHULUQ
Husnul Khuluq adalah banyak berderma, tidak menyakiti dan berwajah ceria. Inilah tafsir Husnul Khuluq kepada sesama manusia. Seseorang mendapatkan Husnul Khuluq secara thobi’í atau hasil usaha. Seseorang yang melakukan Husnul Khuluq sebagai hasil dari jerih payahnya lebih besar pahalanya dibanding dengan yang melakukan karena sudah tabiatnya. Karena kaidah menyatakan, “Jika sesuatu diwajibkan oleh syariat maka yang lebih mendapatkan kesulitan dalam pelaksanaannya lebih besar pahalanya. Berbeda dengan apabila sesuatu itu disunahkan, maka tidak secara otomatis yang lebih mendapatkan kesulitan lebih besar pahalanya.”

Sumber: Ringkasan Syarah Arba’in An-Nawawi - Syaikh Shalih Alu Syaikh Hafizhohulloh - http://muslim.or.id

Penyusun: Ustadz Abu Isa Abdullah bin Salam (Staf Pengajar Ma’had Ihyaus Sunnah, Tasikmalaya)

Rabu, 08 Juni 2011

Foto-Foto Masjid Terindah di Muka Bumi (The Most Beautiful Mosque)

Khana kaba
Masjidil Haram di Mekah

Foto-foto masjid lainnya

Masjid-e-Nabwi
Masjid Nabawi di Madinah
photo by Jamalaly
Masjid Islamic Center Samarinda
Masjid Islamic Center Samarinda
Masjid Al-Akbar Surabaya (Masjid Agung Surabaya)
Masjid Al-Akbar Surabaya
Masjid Baiturrahman Banda Aceh Memiliki  Nilai Historis Tinggi
Masjid Baiturrahman Banda Aceh

Masjid Medan

Masjid Kubah Emas Depok
Beautiful Mosques
Mosque
Beautiful mosque in Borneo
Wonderful mosque
photo by Samer
Grand Mosque Bahrain
Lightful Mosque
Photo by Faisal Saeed
Beautiful Mosque
photo by Tylerdurden1
Faisal Mosque
photo by M.Rizwan Rafique
most beautiful mosque
photo by Featuredstar
Putrajaya Mosque
Incredible Mosque
photo by Innusa
Grand Mosque Al-Mashun
White Mosque
photo by Hophoptuing
Beautiful Brunei Mosque
Mosque In Water
photo by Al-HakiZah@Hakim A.R
Mosque Art
photo by Shaharban
Masjid
Incredible Photo
photo by Melissa Maples
Amazing Picture
photo by Sarawak State Mosqu
Beautiful Mosque In Brunei
Beautiful mosque
Photo By Asifpk
blue mosque
Wonderful Photo
amazing pictures
Desktop Wallpaper
Wallpapers
top wallpaper
Art Work
Most wonderful Mosque
World beautiful mosque
Pray here
mosque photo
mosque picture
beautiful mosque photo
mosque for prayer
incredible mosque photo
mosque
amazing mosque
Photos
amazing mosque art
wonderful photo
Most beautiful mosque of the world
Mosque of the world
Photo by Asifpk
Masjid Picture
Blue Mosque
Blue Mosque
photo by Philip Perfect
 Sumber:  Ruang Hati

MENELADANI AKHLAK RASULULLAH SAW DALAM ISLAM


Ciri utama Rasulullah saw yang paling menonjol adalah akhlak beliau yang sangat mulia. Kemuliaan akhlak beliau diakui bukan hanya oleh kawan, tapi juga oleh lawan. Tak terhitung berapa banyak tokoh-tokoh kafir yang semula memusuhi beliau, berbalik menjadi pendukungnya yang paling tangguh.

Bahkan kemuliaan akhlak beliau itulah, bukan pedang sebagaimana yang dikatakan oleh musuh-musuh Islam, menjadi rahasia besar di balik keberhasilan dakwah Islam. Allah Tuhan semesta alam memuji beliau dengan firman-Nya, “ Sesungguhnya engkau Muhammad benar-benar berbudi pekerti yang agung.” ( QS.Al-Qalam (68):4 ) Pujian siapakah yang lebih besar dan lebih jujur daripada pujian Allah, SWT?

“Sesungguhnya telah datang kepada kalian seorang rasul dari dirimu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan kebaikan untukmu, pemaaf dan penyayang kepada orang-orang mukmin.” ( QS.Al-Taubah (9):128 )
Surat al-Taubah ayat 9 ini berbicara tentang beberapa sifat Nabi yang patut diteladani oleh setiap umatnya. Sifat yang pertama, beliau ikut menderita bersama penderitaan umat, berat terasa olehnya penderitaanmu. Terhadap umatnya, Rasulullah ibarat seorang ibu yang sedang mengasuh anak-anaknya. Hati beliau akan sangat sedih sekali melihat umatnya menderita, sakit atau tertimpa musibah. Beliau bahkan lebih menderita daripada seorang ibu yang melihat anaknya menderita penyakit.

Sikap empati ini juga beliau anjurkan kepda setiap umatnya. Beliau bersabda, “Barangsiap yang tidak bersedih dengan musibah yang menimpa kaum muslimin, maka ia bukan bagian dari mereka.” Beliau juga bersabda, “sesama muslim harus seperti sebuah tubuh, jika satu anggota menderita sakit, seluruh badan ikut merasakannya.”

Sifat yang kedua, sangat mengharap kebaikan sebanyak-banyaknya untuk umat muslim, sangat menginginkan kebaikan untukmu. Artinya, Rasulullah ikut bergembira dengan kegembiraan yang dirasakan oleh salah seorang umatnya. Tak ada rasa iri ataupun keinginan agar nikmat yang dimiliki seseorang hilang dari dirinya. Meski terdengar cukup sederhana, sifat ini hanya bisa terdapat pada diri orang yang hatinya bersih dari dengki, iri dan sifat-sifat tercela lainnya. Jika para pemimpin rakyat memiliki sifat ini, tentu rakyat akan hidup dalam kemakmuran.

Sifat berikutnya adalah sangat pemaaf dan penuh kasih sayang kepada orang-orang yang beriman. Dalam ayat yang lain, Allah mengilustrasikan masayarakat muslim di masa Nabi dengan ucapan, “sangat tegas kepada orang-orang kafir, saling kasih sayang sesama mereka.” Dan Rasulullah adalah orang pertama yang mencontohkan hal itu kepada mereka. Sebagai umatnya, kita diharuskan untuk meneladani sifat-sifat dan akhlak mulia ini semaksimal mungkin. Rasulullah saw pernah bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling aku cintai dan paling dekat dengan aku pada hari akhir kelak adalah yang termulia akhlaknya. Subhanallah

*Lubna Amir, MA (Kasi Seni Keagamaan DITPENAIS)

Minggu, 05 Juni 2011

Pasutri dalam Rumah Tangga yang Ideal

Menurut ajaran Islam, rumah tangga yang ideal adalah rumah tangga yang diliputi sakinah (ketentraman jiwa), mawaddah (rasa cinta), dan rahmah (kasih sayang).
 
Allah Ta’ala berfirman, yang artinya :
 
Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)- Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan menjadikan diantaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir. (Q.S ar-Rum [30] :21).
 
Dalam rumah tangga yang Islami, seorang suami atau istri harus saling memahami kekurangan dan kelebihannya, harus tahu pula hak dan kewajibannya, memahami tugas dan fungsinya masing-masing, melaksanakan tugasnya itu dengan penuh tanggung jawab, ikhlas serta mengharapakan ganjaran dan ridho dari Alloh Ta’ala.
           
            Sehingga, upaya mewujudkan pernikahan dan rumah tangga yang mendapat keridhoan Allah ‘Azza wa Jalla dapat menjadi kenyataan. Akan tetapi, mengingat kondisi manusia yang tidak bisa lepas dari kelemahan dan kekurangan, sementara ujian dan cobaan selalu mengiringi kehidupan  manusia, maka tidak jarang pasangan yang sedianya hidup tenang, tentram dan bahagia justru dilanda kemelut perselisihan dan percekcokan.
 
            Apabila terjadi perselisihan dalam rumah tangga, maka harus ada upaya ishlah (mendamaikan) . Yang harus pertama kali dilakukan oleh suami dan istri adalah lebih dahulu saling introspeksi, menyadari kesalahan masing-masing, dan saling memaafkan, serta memohon kepada Allah agar disatukan hati, dimudahkan urusan dalam ketaatan kepada-Nya, dan diberikan kedamaian dalam rumah tangganya.
 
            Jika cara tersebut gagal, maka harus ada juru damai dari pihak keluarga suami maupun istri untuk mendamaikan antara keduanya. Mudah-mudahan Allah memberikan taufiq kepada pasangan suami istri tersebut.
           
            Apabila sudah diupayakan untuk damai sebagaimana yang disebutkan dalam al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 34-35, tetapi masih juga gagal, maka Islam memberikan jalan terakhir, yaitu “perceraian”.
 
            Syeikh musthofa al-Adawi berkata : “Apabila masalah antara suami istri semakin memanas, hendaklah keduanya saling memperbaiki urusan keduanya, berlindung kepada Alloh dari setan yang terkutuk, dan meredam perselisihan antara keduanya, serta mengunci rapat setiap pintu perselisihan dan jangan menceritakannya kepada orang lain.
 
            Apabila suami marah sementara istri ikut emosi, hendaklah keduanya berlindung kepada Alloh, berwudhu dan sholat dua roka’at. Apabila keduanya sedang berdiri, hendaklah duduk, apabila keduanya sedang duduk, hendaklah berbaring, atau hendaklah salah seorang dari keduanya, mencium, merangkul, dan menyatakan alasan kepada yang lainnya. Apabila salah seorang berbuat salah, hendaklah yang lain segera memaaafkan karena mengharap wajah Alloh semata.”[1]
 
            Di tempat lain beliau berkata : “Sedangkan berdamai adalah lebih baik, sebagaimna yang difirmankan oleh Alloh Ta’ala. Berdamai lebih baik bagi keduanya daripada berpisah dan bercerai. Berdamai  lebih baik bagi anak dairpada mereka terlantar (tidak terusus). Berdamai lebih baik daripada bercerai. Perceraian adalah rayuan iblis dan termasuk perbuatan Harut dan Marut.
 
            Allah berfirman (yang artinya)  :
           
…..Maka mereka mempelajari dari keduanya (Harut dan Marut) apa yang dapat  memisahkankan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka tidak dapat mencelakakan seseorang dengan sihirnya kecuali dengan izin Alloh ….( QS. A-Baqoroh [2]:102).
              
Di dalam Shohih Muslim dari sahabat Jabir bin Abdulloh Rhodiyallaahu ‘anhuma ia berkata : Rosulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Sesungguhnya iblis meletakkan singgasananya di atas lautan. Kemudian ia mengirimkan bala tentaranya. Tentara yang paling dekat kedudukannya dengan iblis adalah yang menimbulkan fitnah paling besar kepada manusia. Seorang dari mereka datang dan berkata : ‘Aku telah lakukan ini dan itu .’ Iblis menjawab : ‘engkau belum melakukan apa-apa’. Nabi melanjutkan: “ lalu datanglah seorang dari mereka dan berkata: “Tidaklah aku meninggalkannya sehingga aku berhasil memisahkan ia (suami) dan istrinya. Beliau melanjutkan : “Lalu Iblis mendekatkan kedudukannya. ‘Iblis berkata sebaik-baik pekerjaan ialah yang telah engkau lakukan.’” [2]
 
            Ini menunjukkan bahwa perceraian adalah perbuatan yang dicintai setan.
           
Apabila dikhawatirkan terjadinya perpecahan antara suami istri, hendaklah hakim atau  pemimpin mengirim dua orang juru damai. Satu dari pihak suami dan satu lagi dari pihak istri untuk mengadakan perdamaian antara keduanya. Apabila keduanya damai, maka Alhamdulillah. Namun apabila permasalahan terus berlanjut antara keduanya kepada jalan yang telah digariskan dan keduanya tidak mampu menegakkan batasan-batasan Alloh (syariat dan hukum-hukumNya) di antara keduanya. Yaitu istri tidak mampu lagi menunaikan hak suami yang disyariatkan dan suami tidak mampu menunaikan hak istrinya, serta batas-batas Alloh menjadi terabaikan di antara keduanya dan keduanya tidak mampu menegakkan ketaatan kepada Alloh, maka ketika itu urusannya seperti yang Alloh firmankan, yang artinya :

Dan jika keduanya bercerai, maka Alloh akan memberi kecukupan kepada masing-masing dari karunia-Nya Dan Alloh Maha Luas (karuniaNya) lagi Maha bijaksana.
( Q.S an-Nisa’ [4] : 130 )
 
Allah Taala berfirman yang artinya :
 
Laki-laki (suami) itu adalah pelindung bagi perempuan (istri),  karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka telah memberikan nafkah dan hartanya. Maka perempuan-perempuan yang sholih adalah yang ta’at (kepada Allah) lagi menjaga diri  ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah memelihara (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan nusyuz [4] hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Alloh Maha Tinggi lagi Maha Besar.
  Dan jika kamu khawatir terjadi persengketaan antara keduanya, maka kirimkanlah seorang juru damai dari keluarga laki-laki dan seorang juru damai dari keluarga perempuan. Jika keduanya (juru damai itu) bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufiq kepada suami-istri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti.
  ( Q.S an-Nisa’ [4] : 34-35 )

Pada hakikatnya, perceraian dibolehkan menurut syariat Islam, dan ini merupakan hak suami. Hak talak (cerai) dalam syari’at islam adalah dibolehkan.
           
Adapun hadits yang mengatakan “perkara halal yang dibenci Alloh adalah talak (cerai), yaitu hadits yang diriwayatkan  oleh Abu Dawud (no. 2178), Ibnu Majah (no.2018) dan al-Hakim (2/196) adalah hadits lemah. Hadits ini dilemahkan oleh Ibnu abi Hatim rahimahullah dalam al-‘Ilal , dilemahkan pula oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Irwa ul Gholil (no.2040).
 
            Meskipun talak (cerai) dibolehkan  dalam ajaran islam, tetapi seorang suami tidak boleh terlalu memudahkan masalah ini. Ketika seorang suami akan menjatuhkan talak, ia harus berpikir tentang maslahat (kebaikan) dan mafsadat (kerusakan) yang mungkin timbul akibat perceraian agar jangan sampai membawa kepada penyesalan yang panjang. Ia harus berfikir tentang dirinya, istrinya dan anak-anaknya, serta tanggung jawabnya di hadapan Alloh pada hari kiamat.
 
            Kemudian bagi istri, bagaimanapun kemarahannya kepada suami, hendaklah ia tetap sabar dan janganlah sekali-kali ia menuntut cerai kepada suaminya. Terkadang ada istri yang meminta cerai disebabkan masalah kecil atau karena suaminya menikah lagi (berpoligami) atau menyuruh suaminya menceraikan madunya. Hal ini tidak dibenarkan dalam agama islam. Jika si istri masih terus menuntut cerai, maka haram atasnya aroma surga, berdasarkan sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam
 
“Siapa saja yang menunutut cerai kapada suaminya tanpa ada alasan  yang benar, maka haram atasnya aroma surga.” [6]
 
            Abu Huroirah rahimahullah berkata :
 Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam melarang : ‘ …. Dan janganlah seorang istri meminta (suaminya) untuk menceraikan saudari (madu)nya agar memperoleh nafkahnya.
 
            Dalam agama Islam dibolehkan  poligami (menikahi lebih dari satu istri) dan ini sama sekali bukan untuk menyakiti perempuan atau berbuat zholim kepada perempuan, melainkan disyariaatkan untuk mengangkat derajat perempuan dan menghormati mereka. Sebab poligami telah disyariatkan oleh Alloh yang Maha Adil, Maha Bijaksana, Maha Pengasih dan Maha Penyayang kepada hamba-hambaNya.
 
            Setiap keluarga selalu mendambakan terwujudnya rumah tangga yang bahagia,  diliputi sakinah, mawaddah dan rohmah. Oleh karena itu, setiap suami dan istri wajib menunaikan hak dan kewajibannya sesuai dengan syaria’at Islam dan bergaul dengan cara yang baik.
 
            Kesimpulannya, wanita tidak boleh meminta cerai dari suaminya tanpa alasan syar’i. Kepada suami istri, hendaklah selalu melaksanakan kewajiban yang Alloh bebankan kepadanya, menjauhi apa-apa yang dilarang, dan selalu berdo’a kepada Alloh agar dikaruniai pasangan dan keturunan yang sholih dan sholihah.
   
  “….Wahai Robb kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.” ( QS. Al-Furqon [25]: 74 )

Sumber : Ust Yazid bin Abdul Qadir Jawas