Jumat, 07 Oktober 2011

TAFSIR SURAT AL-QADR (MALAM KEMULIAAN)



Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang
1. Sesungguhnya, Kami telah menurunkan (AL-Qur’an) pada malam qadar.
2. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?
3. Malam kemuliaan itu lebih aik dari seribu bulan.
4. Pada malam itu turun para malaikat dan Ruh (Jibril) dengan izin Allah untuk mengatur semua urusan.
5. Sejateralah (malam itu) sampai terbit fajar.
Keutamaan Malam Al-Qadr (Malam Kemuliaan)
Allah swt mengatakan bahwa Allah mengirimkan Qur’aan selama Malam Lailatul Qadr, dan itu adalah malam yang diberkahi seperti firman Allah:
Sesungguhnya Kami menurunkannya pada malam yang diberkahi… (Q.S. Ad-Dukhan:3)
Ini adalah Malam Lailatul Qadr dan malam ini terjadi pada bulan Ramadhan.
Allah swt berfirman :
Bulan ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an … (Q.S. Al-Baqarah:185)
Ibn Abbas dan yang lainnya mengatakan: “Allah swt menurunkan Al-Qur’an dalam satu waktu dari Preserved Tablet (Al-Lawh Al-Mahfuz) hingga the House of Might (Baytul-Izzah), yang merupakan surga dunia. Lalu kemudian diturunkan sebagian-sebagian kepada utusan Allah swt, Rasulullah saw berdasarkan kejadian yang berlangsung selama masa dua puluh tiga tahun.
Kemudian Allah swt …….. status Malam Lailatul Qadr, yang Allah swt kaitkan dengan Qur’an, Allah swt berfirman :
Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?
Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.
[At-Tabari 24:531, 532, and Al-Qurtubi 20:130]
Imam Ahmad mencatat bahwa Abu Hurairah berkata : “Ketika datang bulan Ramadhan maka Nabi Muhammad saw berkata:
“Sesungguhnya bulan Ramadhan telah datang kepadamu. Ini adalah bulan yang diberkahi, dimana Alla swt mewajibkan atas kamu brepuasa. Selama bulan ini pintu surga akan dibuka, pintu neraka akan ditutup dan setan akan dibelenggu. Di dalamnya ada malam yang lebih baik dari pada malam seribu bulan. Barangsiapa melewatkannya, maka ia benar-benar celaka.”
[Ahmad 2:230. Ada saksi yang menguatkan hadis ini : Hadis Anas bin Malik di dalam buku Sunan] An Nasai mencatat hadis yang sama [An-Nasai 4:129]
Selain kenyataan bahwa ibadah selama Malam Lailatul Qadr adalah sama dengan beribadah selama seribu bulan, ini juga dinyatakan dalam dua hadis sahih dari Abu Huraitah bahwa Rasulullah saw berkata,
“Barangsiapa yang berdiri (untuk sholat) selama Malam Lailatul Qadr dengan keyakinan dan mengharapkan pahala (dari Allah swt), maka ia akan diberi ampunan atas dosa-dosanya. [Fath Al-Bari 4:294, dan Muslin 1:253]
Turunnya Para Malaikat dan Ketetapan Untuk Setiap Ibadah Selama Malam Lailatul Qadr
Allah berfirman,
Pada malam itu turun para malaikat dan Ruh (Jibril) dengan izin Allah untuk mengatur semua urusan
Artinya, para malaikat turun dengan melimpah selama Malam Lailatul Qadr sebagai hak atas rahmatnya yang berlimpah. Para malaikat turun dengan membawa rahmat dan ampunan, seperti saat mereka turun ketika Al Qu’an diwahyukan, mereka berkeliling dalam lingkaran untuk berdzikir (mengingat Allah SWT) dan mereka merendahkan sayap-sayap mereka sebagai penghormatan yang tulusa kepada murid pengetahuan.
Sebagai referensi Ar-Ruh, dikatakan bahwa ini berarti malaikat JIbril, kata-kata dalam ayat ini adalah metode untuk menambahkan nama dari objek yang berbeda (dalam hal ini Jibril) yang terpisah dari kelompok umum (dalam hal ini para malaikat).
Merujuk pada keterangan Allah, dengan semua urusan.
Mujahid berkata, “Kedamaian yang meliputi semua perkara.” Sa’id bin Mansur berkata, Isa bin Yunus mengatakan kepada kami bahwa Al’mash menceritakan kepada merekan bahwa Mujahid berkata kepada keterangan Allah,
Ada kedamaian
“Ini adalah keamanan dimana syaitan tidak dapat melakukan hal-hal yang jahat maupun yang merusak.” Qatadah dan yang lainnya telah mengatakan, “Perkara-perkara in telah ditetapkan selama bulan Ramadhan, dan waktu kematian, dan ketetapan akan diukur selama itu.”
Allah SWT berkata
Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.
Lalu Allah SWT berkata,
Sejateralah (malam itu) sampai terbit fajar.
Sa’id bin Mansur mengatakan, “Hushaym menceritakan kepada kami dalam kesungguhan hati Abu Ishaq, yang menceritakan bahwa Ash-Sha’bi berdasarkan pada keterangan Allah SWT,
Dengan segala urusan, sejahteralah (malam itu) sampai terbit fajar.
“Para malaikat memberi salam sejahtera selama Malam lailatul Qadr kepada orang-orang yang berdiam di mesjid sampai terbitnya fajr (subuh).”
Qatadah dan Ibn Zayd, keduanya mengatakan beradsarkan ketrangan Allah SWT,
Adanya kesejahteraan
“Ini artinya adanya kebaikan dan tidak ada syetan di dalamnya sampai datangnya Fajr (subuh).”
Mencari Malam Kemuliaan dan Tanda-tandanya
Keterangan ini didukung oleh apa yang Imam Ahmad catat dari Ubadah bin As-Samit bahwa Rasulullah SAW berkata,
“Malam Lailatul Qadr datang selama sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan). Barangsiapa yang berdiri untuk mengerjakan sholat malam untuk mencari pahala, maka Allah SWT akan mengampuni dosa-dosanya yang dahulu dan yang akan datang. Malam Lalilatul Qadr etrjadi pada malam ganjil : malam ke dua puluh satu atau malam ke dua tujuh, malam kedua puluh lima, atau malam terakhir dari bulan Ramadhan.”
Rasulullah saw juga mengatakan,
“Sesungguhnya, tanda-tanda Malam Lailatul Qadr adalah malam yang jernih dan bersinar seperti saat bulan terang, tranquil, tenang menyinari malam itu. Tidak terlalu dingin, juga tidak terlalu panas dan tidak ada satu bintang yang muncul sampai pagi. Tanda-tanda ini diikuti dengan terbitnya matahari dengan sinar yang lembut seperti saat bulan purnama. Setan tidak diijinkan untuk keluar (bersama matahari) pada malam itu.” [Ahmad 5:324. Riwayat Murshal]
Rangkaian riwayat ini baik. Di dalamnya disebutkan beberapa keganjilan dan beberapa kata-katanya menyebutkan objek yang terlihat.
Abu Dawud menyebutkan dalam suatu bab di bukunya Sunan yang ia beri judul, “KItab:Penjelasan tentang Malam Lailatul Qadr yang datang setiap Ramadhan.”
Lalu ia mencatat bahwa Abdullah bin Umar mengatakan, “Rasulullah saw sedang ditanya tentang Malam Lailatul Qadr ketika aku mendengarkan dan Beliau berkata,
“Datangnya setiap bulan Ramadhan.” [Abu Dawud 2:111. Riwayat ini berdsarkan Mawquf.]
Orang dalam rangkaian riwayat ini adalah orang-orang yang reliable, tetapi Abu Dawud mengatakan bahwa Shu’bah dan Sufyan, keduanya meriwayatkan dari Ishaq dan keduanya mempertimbangkannya dari keterangan para Sahabat Rasulullah saw (Ibn Umar, dan selanjutnya ketrangan dari Rasulullah saw sendiri)
Telah disebutkan bahwa Abu sa’id Al-Khudri mengatakan, “Rasulullah saw melakukan Itikaf selama sepuluh haru terakhir di bulan ramadhan dan kami juga beritikaf dengan Beliau. Kemudian Jibril mendatanginya, dan berkata, “Apa yang engkau cari sesungguhnya ada di hadapanmu.” Sehingga Rasulullah saw melakukan Itikaf selama pertengahan sepuluh hari terakhir Ramadhan dan kami ikut beritikaf dengan Beliau. Kemudian datang JIbril dan berkata, “ Apa yang engkau cari sesungguhnya telah dekat denganmu.’ Sehingga Rasulullah saw berdiri dan memberi khutbah di hari keduapuluh dan Beliau mengatakan,
“Barangsiapa yang melakukan Itikaf denganku, kembalilah (untuk beritikaf lagi), karena sesungguhnya aku telah melihat Malam Lailatul Qadr, dan dikarenakan aku melupakannya, dan betul bahwa itu terjadi selama sepuluh malam terakhir. Selama malam ganjil dan aku melihat diriku sendiri seperti sujud diantara lumpur dan air.”
Pada saat itu atap mesjid terbuat dari daun kurma yang kering dan kami tidak melihat sesuatu di langit (semisal awan). Tetapi seketika itu datang segumpal awan biru dan kemusian turunlah hujan. Kemudian Rasulullah saw memimpin kami untuk sholat sampai kami melihat jejak dari lumpur dan air di hadapan Rasulullah saw, seperti mimpinya.
Dalam riwayat lain ditambahkan bahwa ini terjadi pada pagi malam ke dua puluh satu (artinya di keesokan harinya). Keduanya mencatat (Al-Bukhari dan Muslim) dalam dua hadis shaih. [fath Al Bari 2:329, 318, dan Muslim 2:824]
Ash-Shafii berkata, “Hadis ini adalah hadis paling otentik dari yang telah dilaporkan.”
Juga telah disebutkan bahwa pada malam ke dua puluh tiga dalam hadis riwayat Abdullah bin Unays dalam Sahih Muslim. [Muslim 2:827]
“Carilah di sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan. Di malam ke sepuluh masih terus berlangsung, di malam ketujuh masih terus berlamgsung, di malam kelia masih terus berlangsung.” [Fath al-Bari 4:306]
Banyak penjelasan hadis ini yang merujuk pada malam-malam ganjil, dan ini adalah penjelasan yang paling popular dan yang sering muncul. Telah dikatakan juga bahwa Malam Lailatul Qadr terjadi pada malam kedua puluh tujuh karena pa yang Muslim catat di dalam hadis sahih dari Ubay bin Ka’b bahwa Rasulullah saw menyebutkan bahwa terjadi di malam kedua puluh tujuh. [Muslim 2:282]
Imam Ahmad mencatat dari Zirr bahwa dia ditanya oleh Ubayy bin Ka’b “Wahai Abu Al-Mundhir! Sesungguhnya, saudara kamu Ibn Masud mengatakan bahwa barangsiapa yang mengerjakan sholat malam sepanjang tahun maka ia akan meraih Malam Kemuliaan.”
Ubay kemudian menjawab, “Semoga Allah swt memberi ampunan kepadanya. Seharusnya ia tahu bahwa malam kemuliaan itu terjadi pada malam ke dua pulu tujuh (bulan Ramadhan).’ Lalu ia bersumpah dengan nama Allah swt. Zirr lalu berkata, “Bagaimana kamu mengetahuinya?”
Ubayy menjawab, “Dengan tanda dan indikasi yang diberikan oelh Rasulullah saw kepada kami. Terbitlah keesokan harinya tanpa sinar – maksudnya matahari.” [Ahmad 5:130] Muslim juga mencatatnya. [Muslim 2:82]
Telah dikatakan bahwa itu terjadi pada malam ke dua puluh sembilan. Imam Ahmad bin Hanbal mencatat dari ‘Ubadah bin As Samit bahwa ia bertanya kepada Rasulullah saw tentang Malam Kemuliaan dan Beliau menjawab,
“Carilah di bulan Ramadhan di sepuluh malam terakhir. Sesungguhnya di malam-malam ganjil, malam kedua puluh satu, atau malam kedua puluh tiga, atau malam kedua puluh lima, atau malam ke dua puluh tujuh, atau selama malam terakhir.”
[Ahmad 5:318. ada perbedaan dalam hadis ini, tetapi artinya sama dengan yang lain.]
Imam Ahmad juga mencatat dari Abu Huaraira bahwa rasulullah saw mengatakan tentang Malam Lailatul Qadr,
“Sesungguhnya, selama malam kedua puluh tujuh dan malam kedua puluh sembilan. Dan sesungguhnya, para malaikat yang turun ke bumi di malam itu lebih banyak daripada jumlah baru kerikil.” [Ahmad 2:519]
Ahmad sedang sendirian ketika meriwayatkan hadis ini dan tidak ada keraguan dalam riwayat ini.
Ar Timidzi meriwayatkan dari Abu Qilabah bahwa dia berkata, “Malam Lailatul Qadr bergerak dari tahun ke tahun sampai pada sepuluh malam terakhir.” Inimenunjukan bahwa at-Tirmidzi menyebutkan dari Abu Qilabah juga meriwayatkannya dari Malik, Ath-Thawri, Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin Rahuyah, Abu Thar, Al-Muzani, Abu Bakr bin Khuzaymah dan lainnya. Dan ada hubngannya dari Ash-Shafi’I dan Al-Qadhi meriwayatkannya darinya, dan ini yang paling diminati. Sesungguhnya Allah SWT Maha Mengetahui.
Permohonan Selama Malam Kemuliaan
Di sarankan untuk mengucapkan permohonan (berdo’a) setiap waktu, khususnya selama bulan ramadhan, dis epuluh malam terakhir, dan selama malam-malam ganjil. Disarankan untuk mengucapkan permohonan ini sebanyak-banyaknya:
“Ya Allah! Sesungguhnya, engkau adalah Maha Pemberi Ampunan, Engkau menyukai ampunan, jadi maafkanlah aku.”
Ini berdasarkan apa yang Imam Ahmad riwayatkan dari Aishah bahwa ia berkata “Ya Rasulullah saw! Jika kau menemukan Malam Lailatul Qadr apa yang harus kuucapkan?”
Beliau menjawab,
Katakan : ““Ya Allah! Sesungguhnya, engkau adalah Maha Pemberi Ampunan, Engkau menyukai ampunan, jadi maafkanlah aku.” [Ahmad 6:182]
At-Tirmidzi, An-Nasai dan Ibn Majah telah meriwayatkan hadis ini. At Tirmidzi berkata “Hadis ini adalah Hasan sahih.” [Tahfat Al-Ahwadhi 9:495, An-Nasai in Al-Kurba 6:218, and Ibn Majah 2:1265]
Al-Hakim meriwayatkannya dalam Mustadrak (dengan rangkain riwayat yang berbeda) dan dia mengatakan bahwa hadis ini adalah otentik berdasarkan pada kriteria dua Syekh (Al-Bukhari dan Muslim). [Al-Hakim 1:530]. An nasai juga meriwaytakannya. [An-Nasai in Al-Kubra 6:219]
Ini adalah akhir dari Tafsir Surat Lailatul Qadr dan segala puji dan rahmay hanya milik Allah SWT.
Sumber : Tafsir Ibn Kathir

Dialog Allah SWT dan Malaikat tentang Orang-Orang yang Berdzikir dan Berdoa



Suatu hari, Rasulullah menyampaikan berita kepada sahabat tentang adanya malaikat yang selalu berkeliling di jalan-jalan, berkeliling di muka bumi, untuk mencari orang yang selalu berdzikir, mencari majelis-majelis yang berdzikir. Jika malaikat itu menemukan apa yang dicari, maka dia akan berseru kepada malaikat lainnya, “Kemarilah, inilah hajat kalian!”
Lalu para malaikat itu mengelilingi kaum yang sedang berdzikir tersebut, ikut duduk bersama mereka, dengan membentangkan sayap-sayap mereka sampai ke atas langit dunia. Jika orang-orang yang berdzikir tadi selesai melakukan dzikirnya, para malaikat naik ke langit. Pada saat itu Rabb bertanya kepada malaikat – dan Dia Lebih Mengetahui – :
“Apa yang dikatakan hamba-hamba-Ku?”
“Mereka bertasbih kepada-Mu, bertakbir, bertahmid, dan mengagungkan-Mu” jawab para malaikat.
“Apakah mereka melihat-Ku?” Allah SWT bertanya lagi.
Malaikat: “Tidak, demi Allah, mereka tidak melihat-Mu!”
Allah SWT: “Apa yang mereka minta?”
Malaikat: “Mereka meminta Surga kepada-Mu.”
Allah SWT: “Apakah mereka pernah melihatnya?”
Malaikat: “Tidak wahai Rabb, mereka belum pernah melihatnya!”
Allah SWT: “Lantas bagaimana jika mereka melihatnya?”
Malaikat: “Andaikan mereka melihatnya, niscaya mereka akan lebih sangat mendambakannya, lebih sangat menginginkannya, dan lebih senang kepadanya!”
Allah SWT: “Lalu dari apa mereka meminta perlindungan?”
Malaikat: “Mereka meminta perlindungan dari Neraka.”
Allah SWT: “Apakah mereka pernah melihatnya?”
Malaikat: “Tidak, demi Allah, mereka belum pernah melihatnya.”
Allah SWT: “Bagaimana seandainya mereka melihatnya?”
Malaikat: “Seandainya mereka pernah melihatnya, tentu mereka lebih menjauh daripadanya dan lebih takut daripadanya.”
Lalu Allah SWT berfirman, “Saksikanlah oleh kalian bahwa Aku telah mengampuni untuk mereka.”
Salah satu dari malaikat pun berkata, “Wahai Rabb, di tengah-tengah mereka ada seseorang yang bukan dari golongan mereka. Orang itu datang untuk suatu kepentingan (bukan untuk berdzikir)!”
Allah SWT menanggapinya, “Mereka itu adalah kelompok orang yang tidak akan celaka, siapa pun yang ikut duduk dengan mereka!” []


Segala puji bagi Allah semata, kita memuji, memohon pertolongan, dan ampunan kepada -Nya. Kita berlindung kepada Allah SWTdari kejahatan diri kita dan keburukan amal perbuatan kita. Barangsiapa yang Allah SWT memberikan petunjuk kepadanya maka tidak ada yang bisa menyesatkannya, dan barangsiapa yang Dia sesatkan maka tidak ada yang bisa memberi petunjuk kepadanya. Dan aku bersaksi bahwa tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Allah SWTsemata, tiada sekutu bagi -Nya, dan Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul -Nya. semoga rahmat dan kesejahteraan Allah SWT selalu tercurah kepadanya serta keluarganya. Wa Ba’du:
Sesungguhnya nafsu syahwat mempunyai kekuatan terhadap jiwa, kekuasaan dan keteguhan terhadap hati, karena sebab itu maka meninggalkannya sangat berat dan berlepas diri darinya teramat susah. Akan tetapi orang yang bertaqwa kepada Allah SWT tentu Dia menjaganya dan barangsiapa yang memohon pertolongan kepada -Nya niscaya Dia menolongnya.
وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.. (QS. ath-Thalaq:3)
Sesungguhnya orang yang meninggalkan kesenangan dan kebiasaan bukan karena Allah SWT tentu akan mendapatkan kesusahan luar biasa, sebaliknya orang yang meninggalkannya ikhlas karena Allah SWT, maka ia tidak merasakan susah dalam meninggalkannya kecuali di saat yang pertama, untuk diuji apakah dia benar dalam meninggalkannya atau dusta. Jika ia sabar di atas sedikit kesusahan niscaya berubah menjadi kenikmatan. Setiap kali bertambah keterasingan pada yang diharamkan dan jiwa merasa ingin melakukannya serta banyak sekali penggoda untuk terjerumus di dalamnya niscaya bertambah besar pahala dalam meninggalkannya dan berlipat ganda ganjaran dalam melawan hawa nafsu untuk berlepas diri darinya.
Kecenderungan tabiat manusia kepada nafsu syahwat tidak bertentangan dengan sifat taqwa, apabila ia tidak melakukannya dan selalau melawan hawa nafsunya untuk membencinya, bahkan hal itu termasuk jihad dan bagian dari taqwa. Kemudian, sesungguhnya orang yang meninggalkan sesuatu karena Allah SAW niscaya Allah SWTmenggantikan untuknya yang lebih baik darinya.  Dan gantian dari Allah SWTada beraneka ragam, dan yang terbesar adalah:  Jinak kepada Allah SWT, mencintai -Nya, ketenangan hati dengan berzikir kepada -Nya, kekuatan dan ridhanya kepada Rabb-nya, diserta balasan selagi masih di dunia, ditambah balasan yang sempurna di akhirat. Berikut ini adalah beberapa contoh balasan lebih baik yang diberikan Allah SWTkepada orang yang meninggalkan maksiat karena Allah SWT:
Barangsiapa yang meninggalkan meminta-minta, berharap banyak dan menumpahkan air mata di hadapan manusia, dan dia menggantungkan harapannya hanya kepada Allah SWT semata niscaya Allah SWT menggantikan yang lebih baik dari yang dia tinggalkan. Maka Dia memberikan kepadanya kemerdekaan hati, kemuliaan jiwa, dan tidak berharap dari makhluk.
وَمَنْ يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ اللهُ وَمْن يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللهُ
"Barangsiapa yang berusaha sabar niscaya Allah SWTmemberikan kesabaran kepadanya, dan barangsiapa menahan diri (dari meminta-minta) niscaya Allah SWT mencukupkannya."
  1. Barangsiapa yang tidak menentang taqdir Allah SWT, lalu ia menyerahkan semua urusannya kepada Rabb-nya, pasti Allah SWT memberikan sifat ridha dan yaqin, dan saya meyakini bahwa ia termasuk akhir yang baik yang tidak terlintas di hati.
  2. Barangsiapa yang tidak pergi kepada peramal dan tukang sihir niscaya Allah SWT memberikan kesabaran kepadanya, bertawakal secara benar dan merealisasikan tauhid.
  3. Barangsiapa yang tidak bergelimang di atas dunia, pasti Allah SWT mengumpulkan perkaranya, memberikan kekayaan di dalam hatinya, dan dunia datang kepadanya sedangkan dia tidak terlalu berharap.
  4. Barangsiapa yang tidak takut kepada selain Allah SWT dan mengesakan Allah SWT dengan rasa takut, niscaya dia selamat dari segala ilusi dan Allah SWT memberikan rasa aman kepadanya dari segala sesuatu, maka segala rasa takutnya menjadi rasa aman, dingin dan kesejahteraan.
  5. Barangsiapa yang meninggalkan dusta dan selalu jujur dalam segala hal niscaya ia diberi petunjuk  kepada kebaikan dan dia di sisi Allah SWT termasuk orang yang shiddiq (jujur), diberikan lisan (sebutan) yang benar di antara manusia, maka mereka menjadikannya pemimpin, memuliakan, dan mendengarkan ucapannya.
  6. Barangsiapa yang meninggalkan perdebatan, sekalipun dia benar niscaya diberikan jaminan untuknya rumah di pinggiran surga, selamat dari pertengkaran, terjaga di atas kebersihan hatinya dan selamat dari terbuka aibnya.
  7. Barangsiapa yang tidak menipu dalam jual beli niscaya bertambah kepercayaan manusia kepadanya dan banyak yang mencari barangnya.
  8. Barangsiapa yang meninggalkan riba dan usaha yang buruk niscaya Allah SWT memberikan berkah dalam rizqinya dan membuka baginya pintu-pintu kebaikan dan keberkahan.
  9. Barangsiapa yang meninggalkan pandangan yang haram niscaya Allah SWT menggantikannya dengan firasat yang benar, cahaya dan kejelasan, serta kenikmatan yang didapatkannya di hatinya.
  10. Barangsiapa yang meninggalkan sikap pelit, mengutamakan sikap pemurah niscaya manusia menyukainya, dekat dari Allah SWT dan dari surga, selamat dari duka cita, sakit hati, dan dada sempit, menaikan tangga kesempurnaan dan tingkatan keutamaan
وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
"Dan barangsiapa yang dipelihara kebakhilan dirinya maka merekalah orang-orang yang beruntung."
  1. Barangsiapa yang meninggalkan sikap sombong dan selalu berakhlak tawadhu' (rendah hati) niscaya sempurna kepemimpinannya, tinggi kedudukannya, dan keutamaannya mencapai puncak. Rasulullah SAW bersabda dalam riwayat Muslim:
وَمَنْ تَوَاضَعَ ِللهِ رَفَعَهُ
"Barangsiapa yang rendah hati karena Allah SWT niscaya Dia meninggikannya."
  1. Barangsiapa yang meninggalkan tidur dan selalu mendirikan shalat karena Allah SWT niscaya Dia memberikannya kesenangan, rajin dan rasa akrab dalam ibadah.
  2. Barangsiapa yang meninggalkan rokok, segala yang memabokan dan menghilangkan akal niscaya Allah SWT menolongnya, memberikan kelembutan dari sisi -Nya, kesehatan dan kebahagiaanhakiki, bukan kebahagiaan semu yang berlalu.
14.  Barangsiapa yang meninggalkan membalas dendam, padahal dia mampu melakukannya, niscaya Allah SWT memberikan rasa lapang dalam dadanya, senang di hati. Maka di dalam pemberian maaf terdapat rasa tenang, manis, kemuliaan jiwa dan ketinggiannya yang tidak ada bandingnya. Nabi bersabda:
وَمَا زَادَ اللهُ عَبْدًاً بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّاً
"Dan Allah SWT tidak menambah kepada hamba dengan sikap maaf kecuali kemuliaan."
  1. Barangsiapa yang meninggalkan teman yang jahat yang merupakan puncak kesenangannya niscaya Allah SWT menggantikannya teman-teman yang baik yang dia mendapatkan kesenangan dan faedah di sisi mereka, serta memperoleh kebaikan dunia dan akhirat dari persahabatan dan pergaulan dengan mereka.
  2. Barangsiapa yang meninggalkan banyak makan niscaya ia selamat dari kegemukan dan segala penyakit, karena barangsiapa yang banyak makan niscaya ia banyak minum, lalu banyak tidur, selanjutnya ia banyak rugi.
  3. Barangsiapa yang tidak menunda-nunda dalam membayar hutang niscaya Allah SWT menolongnya dan membayarkan untuknya, bahkan Allah SWT pasti menolongnya.
  4. Barangsiapa yang meninggalkan marah niscaya ia menjaga kemuliaan dan kewibawaan dirinya, terhindar dari kehinaan meminta maaf dan konsekwensi penyesalan, serta termasuk dalam golongan orang-orang yang bertaqwa (الكاظمين الغيظ) "orang-orang yang menahan amarah". Seorang laki-laki datang kepada Nabi seraya berkata: Ya Rasulullah, berilah wasiat kepadaku. Beliau bersabda: 'Janganlah engkau marah." HR. al-Bukhari.  Al-Mawardi rahimahullah berkata: Maka sudah sepantasnya bagi orang yang memiliki akal lurus dan pertimbangan yang kuat agar menghadapi kekuatan marah dengan sikap hilmnya (santunnya) maka ia bisa menahannya, dan mengimbangi dorongan kejahatannya dengan pertimbangannya maka ia bisa menahannya, agar dia mendapatkan kebaikan yang terbesar dan beruntung dengan kesudahan yang terpuji.
Dan dari Abu Ablah, ia berkata, 'Pada suatu hari, Umar bin Abdul Aziz sangat marah kepada seorang laki-laki, lalu dia menyuruh untuk dibawa ke hadapannya, lalu laki-laki itu dibawa kehadapannya dan diikat dengan tali dan dibawakan cambuk. Lalu Umar bin Abdul Aziz rahimahullah berkata: Lepaskanlah dia. Sesungguhnya jika bukan karena aku sangat marah niscaya aku menghukum engkau.' Kemudian ia membaca:  (الكاظمين الغيظ) "orang-orang yang menahan amarah"
  1. Barangsiapa menghindarkan diri dari terjerumus dalam kehormatan manusia dan mengungkapkan aib mereka niscaya ia digantikan dengan keselamatan dari keburukan mereka dan diberikan rizqi melihat pada dirinya. Ahnaf bin Qais R.A berkata: "Barangsiapa yang bersegera kepada manusia yang tidak mereka sukai, niscaya mereka berkata padanya sesuatu yang tidak mereka ketahui.' Dan seorang wanita badawi berpesan kepada anaknya: 'Jauhilah mengurusi kekurangan orang lain maka (jika engkau melakukan hal itu, niscaya) engkau akan menjadi sasaran, dan sudah pasti sasaran tidak bisa bertahan karena banyaknya anak panah. Dan sedikit sekali anak panah memalingkan sasaran sampai ia menjadi lemah karena saking kuatnya. Imam asy-Syafiirahimahullah berkata:
المرء إن كان مؤمناً ورعاً *** أشغله عن عيوب الورى ورعه
كما السقيم العليل أشغله *** عن وجع الناس كلهم وجعه
Seseorang, jika ia beriman serta bersikap wara', Niscaya sifat wara'nya menghalanginya dari (memperhatikan) keaiban manusia (orang lain)
Sebagaimana orang sakit saat menderita, rasa sakitnya membuat dia tidak sempat memikirkan  penyakit semua manusia.
20.  Barangsiapa yang meninggalkan pertengkaran dengan orang-orang bodoh dan berpaling dari orang-orang jahil niscaya ia menjaga kehormatannya, melapangkan dirinya dan selamat dari mendengarkan yang menyakitinya.
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
Jadilah engkau pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. (QS. al-A'raaf:199)
  1. Barangsiapa yang meninggalkan sifat dengki pastilah ia selamat dari bahayanya yang beraneka ragam. Sifat hasad adalah penyakit berbahaya, racun yang membunuh, lorong yang rusak, dan perilaku yang tercela. Dan di antara tercelanya sifat hasad bahwa ia mengarah kepada orang terdekat dari karib kerabat, kenalan terdekat dan saudara-saudara. Sebagian orang yang bijak berkata: Aku tidak pernah melihat orang zalim yang lebih menyerupai dengan yang dizalim selain orang yang pendengki, jiwa yang sengsara, selalu berduka cita dan hati yang bingung.
22.  Barangsiapa yang selamat dari sifat buruk sangka (su`uzh zhann) niscaya ia selamat dari kekacaun jiwa dan fikiran yang terganggu. Maka buruk sangka merusak rasa cinta dan menarik sakit hati dan kekacuan jiwa. Karena inilah Allah SWT memeperingatkan darinya:
: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيراً مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثم
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa (QS. al-Hujurat:12)
Dan Nabi SAW bersabda:
إياكم والظن فإن الظن أكذب الحديث
"jauhilah prasangka, maka sesungguhnya prasangka itu adalah pembicaraan paling dusta." HR. al-Bukhari dan Muslim.
  1. Barangsiapa yang menjauhi sifat malas dan maju di atas kesungguhan dan bekerja keras niscaya tinggilah semangatnya dan diberikan berkah pada waktunya, lalu ia mendapatkan kebaikan yang banyak di waktu yang sedikit.
Dan barangsiapa yang meninggalkan kenikmatan niscaya ia mendapatkan cita-cita dan barangsiapa yang tenggelam dalam kenikmatan niscaya ia menggigit tangan (menyesal).
  1. Barangsiapa yang meninggalkan mencari ketenaran dan suka terkenal niscaya Allah SWT mengangkat sebutannya (namanya), menyebarkan keutamaannya dan datanglah ketenarannya yang menyeret ujung kainnya (tanpa dikehendakinya).
  2. Barangsiapa yang meninggalkan sikap durhaka, maka ia menjadi berbakti kepada kedua orangnya, niscaya Allah SWT ridha kepadanya, memberikan karunia anak-anak yang berbakti dan memasukkannya ke dalam surga di akhirat.
  3. Dan barangsiapa siapa yang meninggalkan sikap memutuskan silatur rahim, lalu ia menyambung hubungan silatur rahim kepada mereka, menyayangi mereka, dan bertaqwa kepada Allah SWT pada mereka, niscaya Allah SWT meluaskan rizqinya, memanjangkan umurnya, dan ia senantiasa ada penolong dari Allah SWT yang menyertainya selama ia tetap menyambung hubungan silaturrahim.
  4. Barangsiapa yang meninggalkan cinta (kepada manusia), memutuskan sebab-sebabnya, menelan pahitnya berpisah di dalam langkah pertama, dan menghadap kepada Allah SWT secara menyeluruh, niscaya ia diberikan hiburan, kemuliaan jiwa, selamat dari kepedihan yang mendalam, kehinaan dan tertawan, hatinya dipenuhi kebebasan dan cinta kepada Allah SWT, cinta itulah yang menyatukan hatinya yang tercabik-cabik, menutup kekosongannya, mengenyangkan rasa laparnya, mengkayakannya dari kefakiran. Maka tidak beruntung, tidak baik dan tidak tenang, serta tidak tenteram kecuali dengan beribadah kepada Rabb-nya, mencintai-Nya, dan kembali kepada -Nya.
  5. Barangsiapa yang meninggalkan bermuka masam dan mengerutkan kening, dan bersifat dengan muka manis dan wajah berseri, niscaya lembutlah budi pekertinya, haluslah perilakunya, banyaklah yang mencintainya, dan sedikit orang yang mencelanya. Nabi bersabda: :تبسُّمك في وجه أخيك صدقة "Senyumanmu di wajah saudaramu adalah sedakah." HR. at-Tirmidizi dan ia berkata: hadits hasan gharib.  Ibnu Aqil al-Hanbali rahimahullah berkata: 'Muka manis menjinakan akal dan pendorong untuk diterima, dan bermuka masam adalah sebaliknya.
Sebagai kesimpulan, maka barangsiapa yang meninggalkan sesuatu (yang dilarang) karena Allah SWT niscaya Allah SWT memberikan kebaikan untuknya sebagai penggantinya, maka balasan dari jenis amal perbuatan:
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْراً يَرَهُ . وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرّاً يَرَهُ.
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. * Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula. (QS. az-Zalzalah:7-8)
Dan contoh orang yang meninggalkan sesuatu karena Allah SWT lalu Allah SWT memberikan untuknya yang lebih baik sebagai penggantinya:
Dan apabila engkau ingin melihat contoh nyata, yang menjelaskan kepadamu bahwa siapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah SWT, niscaya Allah SWT menggantikan yang lebih baik untuknya. Perhatikanlah kisah nabi Yusuf AS bersama istri al-Aziz, wanita itu menggodanya namun ia tetap menjaga diri, padahal ia bisa melakukan maksiat itu. Pada diri nabi Yusuf terkumpul sesuatu yang tidak ada pada diri orang lain, dan jika terkumpul semuanya atau sebagiannya pada diri orang lain kemungkinan ia memenuhi ajakan tersebut. Bahkan sebagian orang ada yang pergi dengan sendirinya menuju tempat-tempat fitnah dan berusaha melakukannya dengan dirinya sendiri, kemudian ia kembali dengan kerugian yang nyata di dunia dan akhirat, jika Allah SWT tidak memberikan rahmat -Nya kepadanya.
Adapun nabi Yusuf AS, segala pendorong melakukan perbuatan zina terkumpul pada dirinya, yaitu:
  1. Dia seorang pemuda, dan dorongan pemuda untuk berbuat zinah sangat kuat.
  2. Dia seorang bujangan, tidak ada yang tempat untuk melampiaskan nafsu syahwatnya.
  3. Dia adalah warga pendatang, dan warga pendatang tidak merasa malu di tempat perantauannya sebagaimana dia merasa malu saat berada di antara teman-teman dan kenalannya.
  4. Dia seorang budak, dia telah dibeli dengan harga yang murah. Dan seorang budak tidak seperti orang yang merdeka.
  5. Sesungguhnya wanita itu sangat cantik.
  6. Wanita itu punya kedudukan yang tinggi.
  7. Dia adalah majikannya.
  8. Tidak ada yang mengawasi.
  9. Dia telah menyerahkan diri kepadanya.
  10. Dia telah menutup semua pintu.
  11. Dialah yang mengajak untuk melakukan hal itu.
  12. Dia sangat ingin melakukan hal itu.
  13. Sesungguhnya wanita itu telah mengancam memberikan hukuman jika ia menolak.
Kendati demikian ia memilih sabar karena mengutamakan dan memilih yang ada di sisi Allah SWT. Maka Ia memperoleh keberuntungan dan kemuliaan di dunia dan surga di akhirat. Sungguh pada akhirnya ia menjadi majikan dan istri al-Aziz itu akhirnya menjadi seperti budak di sisinya. dan disebutkan bahwa wanita itu berkata: 'Maha suci (Allah SWT) yang telah menjadikan para raja menjadi budak karena perbuatan maksiat itu, dan menjadikan para budak sebagai raja karena perbuatan taat itu."
Maka sudah seharusnya orang yang berakal agar bersabar dalam segala perkara dan melihat akibatnya, tidak mengutamakan kenikmatan sesaat yang fana di atas kenikmatan akhirat yang kekal.
Semoga rahmat dan kesejahteraan Allah SWT selalu tercurah kepada nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.
by Dr. Muhammad bin Ibrahim al-Hamd

Makna Ibadah dan Hakikatnya

Jangan lupa membagikan artikel ini setelah membacanya

Pengertian ibadah:
Yang berhak disembah hanya Allah SWT semata, dan ibadah digunakan atas dua hal;
1. Pertama: menyembah, yaitu merendahkan diri kepada Allah SWT dengan melakukan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya karena rasa cinta dan mengagungkan-Nya.
2. Kedua: Yang disembah dengannya, yaitu meliputi segala sesuatu yang dicintai dan diridhahi oleh Allah SWT berupa perkataan dan perbuatan, yang nampak dan tersembunyi seperti, doa, zikir, shalat, cinta, dan yang semisalnya. Maka melakukan shalat misalnya adalah merupakan ibadah kepada Allah SWT. Maka kita hanya menyembah Allah SWT semata dengan merendahkan diri kepada-Nya, karena cinta dan mengagungkan-Nya, dan kita tidak menyembahnya kecuali dengan cara yang telah disyari'atkan-Nya.
Hikmah Dari Penciptaan Jin dan Manusia.
Allah SWT tidak menciptakan jin dan manusia sebagai suatu yang sia-sia dan tidak berguna. Dia juga tidak menciptakan mereka untuk makan, minum, senda gurau dan bermain serta tertawa.
Dia menciptakan mereka tidak lain adalah untuk suatu perkara yang besar, untuk menyembah Allah SWT, mengesakan, mengagungkan, membesarkan, dan mentaati-Nya, dengan melakukan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, berhenti pada batas-batas-Nya (dengan tidak melanggar larangan-Nya) dan meninggalkan ibadah kepada selain-Nya. Sebagaimana firman-Nya SWT:
وَمَاخَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنسَ إِلاَّلِيَعْبُدُونِ
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (QS. Az-Zariyat :56)
Jalan Ubudiyah (beribadah)
Ibadah kepada Allah SWT dibangun di atas dua pondasi yang besar yaitu: cinta yang sempurna kepada Allah SWT dan ketundukan yang sempurna pada-Nya.
Dan keduanya juga dibangun di atas dua dasar yang besar, yaitu:
1-       Merasa diawasi oleh Allah SWT, dan mengingat nikmat, karunia, kebaikan, dan rahmat-Nya yang mengharuskan kita mencintai-Nya,
2-       Mengoreksi cacat dalam diri dan perbuatan yang menyebabkan kehinaan dan ketundukan yang sempurna kepada Allah SWT.
Pintu terdekat yang memasukkan hamba kepada Rabb-nya adalah pintu iftiqar (menghinakan diri) kepadaRabb-nya. Maka, dia tidak melihat dirinya kecuali seorang yang merugi, dan dia tidak melihat adanya kondisi, kedudukan, dan sebab pada dirinya yang dia bergantung padanya, tidak pula ada perantara yang bisa membantunya. Akan tetapi dia merasa sangat membutuhkan kepada Rabb-Nya SWT, dan jika dia meninggalkan hal tersebut diri darinya niscara dia rugi dan binasa. Firman Allah SWT:
وَمَابِكُم مِّن نِّعْمَةٍ فَمِنَ اللهِ ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَإِلَيْهِ تَجْئَرُونَ {53} ثُمَّ إِذَا كَشَفَ الضُّرَّ عَنكُمْ إِذَا فَرِيقٌ مِّنكُم بِرَبِّهِمْ يُشْرِكُونَ {54} لِيَكْفُرُوا بِمَآءَاتَيْنَاهُمْ فَتَمَتَّعُوا فَسَوْفَ تَعْلَمُونَ {55}
Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan. Kemudian apabila Dia telah menghilangkan kemudharatan itu daripada kamu, tiba-tiba sebahagian daripada kamu mempersekutukan Rabbnya dengan (yang lain), biarlah mereka mengingkari nikmat yang telah Kami berikan kepada mereka; maka bersenang-senaglah kamu. Kelak kamu akan mengetahui (akibatnya). (QS. An-Nahl :53-55)
Manusia Yang Paling Sempurna Ibdahnya
Orang yang paling sempurna dalm beribadah kepada Allah adalah para Nabi dan Rasul, karena mereka adalah orang yang paling tahu tentang Allah dan yang paling mengagungkan-Nya dibanding selain mereka, lalu Alah tambahkan kemuliaan mereka dengan menjadikannya sebagai rasul yang diutus kepada manusia, sehingga mereka memperoleh kemuliaan risalah dan kemulian khusus dalam beribadah.
Kemudian setelah mereka adalah para siddiqin yang sempurna dalam beriman kepada Allah dan para utusan-Nya serta istiqamah diatasnya, kemudian para syuhada dan orang-orang yang shaleh. Sebagaimana firman-Nya:
وَمَن يُطِعِ اللهَ وَالرَّسُولَ فَأُوْلاَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللهُ عَلَيْهِم مِّنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَآءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُوْلاَئِكَ رَفِيقًا {69}
Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.(QS. An-Nisa :69)
Hak Allah SWT Terhadap Hamba:
Hak Allah SWT terhadap penduduk langit dan bumi adalah agar mereka menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun, dengan cara ditaati maka tidak didurhakai, diingat maka tidak dilupakan, disyukuri maka tidak dikufuri. Maka siapakah yang tidak muncul darinya sesuatu yang menyelisihi apa yang dia diciptakan dengannya, baik karena lemah, bodoh, atau karena berlebihan dan karena kekurangan (dalam menjalankan perintah atau meninggalkan larangan).
Oleh karena itu seandainya Allah SWT mau menyiksa penduduk langit dan bumi, niscaya Dia menyiksanya dan Dia tidak berbuat zalim kepada mereka, dan jika Dia memberikan rahmat-Nya niscaya rahmat-Nya lebih baik daripada amal perbuatan mereka sendiri.
Dari Mu'azd bin Jabal r.a, ia berkata, "Saya membonceng Nabi SAW di atas keledai yang dinamakan 'afir,lalu 'Beliau SAW bersabda, 'Wahai Mu'adz, tahukah kamu apa hak Allah SWT terhadap hamba dan apa hak hamba kepada Allah SWT? Saya menjawab. 'Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.' Beliau bersabda,:'Sesungguhnya hak Allah SWT terhadap hamba adalah bahwa mereka menyembah Allah SWT dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan hak hamba terhadap Allah SWT adalah bahwa Dia SWT tidak akan  menyiksa orang yang tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun. Saya bertanya, 'Wahai Rasulullah, bolehlah saya memberitahukan kepada manusia?' Beliau menjawab, 'Jangan engkau beritakan kepada mereka, maka mereka menjadi enggan beramal (Muttafaqun 'alaih).[1]
Kesempurnaan Ubudiyah
1. Setiap hamba berbolak-balik di antara tiga perkara: (Pertama) nikmat-nikmat Allah SWT yang datang silih berganti kepadanya, maka kewajibannya adalah memuji dan bersyukur. (Kedua) Dosa  yang dikerjakannya, maka kewajibannya adalah meminta ampun darinya. Dan (ketiga) bala bencana yang ditimpakan Allah SWT kepadanya, maka kewajibannya adalah sabar. Barangsiapa yang melaksanakan tiga kewajiban ini, niscaya ia beruntung di dunia dan di akhirat.
2. Allah SWT menguji hamba-Nya untuk menguji kesabaran dan ubudiyah mereka, bukan untuk membinasakan dan menyiksa mereka. Maka, hak Allah SWT terhadap hamba-Nya adalah ubudiyah/penyembahan  di waktu susah, sebagaimana kepada-Nya ubudiyah di kala senang. Kepada-Nya ubudiyah pada sesuatu yang dibenci, sebagaimana untuk-Nya ubudiyah pada sesuatu yang disukai. Mayoritas manusia memberikan ubudiyah/penyembahan pada sesuatu yang mereka sukai, dan perkaranya adalah memberikan ubudiyah pada yang dibenci. Mereka saling berbeda dalam hal itu. Berwudhu dengan air dingin pada saat panas yang luar biasa dan menikahi istrinya yang cantik adalah ubudiyah/ibadah. Dan berwudhu dengan air dingin pada saat dingin yang menusuk tulang adalah ibadah. Meninggalkan maksiat yang disenangi nafsu tanpa ada rasa takut kepada manusia adalah ibadah, dan sabar terhadap rasa lapar dan sakit adalah ibadah, akan tetapi terdapat perbedaan di antara dua ibadah.
Maka, barangsiapa yang selalu beribadah kepada Allah SWT di saat senang dan susah, dalam kondisi yang dibenci dan disukai, maka dia termasuk hamba Allah SWT yang tidak ada rasa takut atas mereka dan mereka tidak berduka cita. Musuhnya tidak bisa menguasainya, maka Allah SWT menjaganya. Akan tetapi kadang syetan memperdayanya. Seseorang hamba diberi cobaan dengan lupa, syahwat, dan marah. Dan masuknya syetan  terhadap hamba berawal dari tiga pintu ini. Allah SWT menguasakan (memberikan otoritas) nafsu, keinginan dan syetannya kepada setiap hamba dan mengujinya, apakah dia mentaatinya atau mentaati Rabb-nya.
Allah SWT memiliki perintah-perintah kepada manusia dan nafsu juga memiliki perintah-perintah. Allah SWT menghendaki kesempurnaan iman dan amal shaleh dari manusia, dan nafsu menghendaki kesempurnaan harta dan syahwat. Allah SWT menghendaki amal perbuatan untuk akhirat dari kita dan nafsu menghendaki perbuatan untuk dunia. Iman adalah jalan keselamatan dan lampu lentera yang dengannya dia melihat kebenaran dari yang lainnya dan inilah tempat cobaan.
أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا ءَامَنَّا وَهُمْ لاَيُفْتَنُونَ {2} وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ {3}
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan:"Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?  Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (QS. Al-'Ankabuut:2-3)
وَمَآأُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلاَّ مَارَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَّحِيمٌ {53}
Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Rabbku. Sesungguhnya Rabbku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Yusuf:53)
فَإِن لَّمْ يَسْتَجِيبُوا لَكَ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يَتَّبِعُونَ أَهْوَآءَهُمْ وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِّنَ اللهِ إِنَّ اللهَ لاَيَهْدِى الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ {50}
3- Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu), ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka).Dan siapakah yang lebih sesat dari pada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun.Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (QS. Al-Qashash:50)
by Muhammad bin Abdullah At Tuwaijry