Senin, 04 Juli 2011

Anak yang Terlambat Bicara Belum Tentu Autis

Normalnya, perkembangan kemampuan berbicara dimulai pada usia 2 tahun dan ditandai dengan mengucapkan kalimat-kalimat sederhana. Keterlambatan berbicara anak sering dihubungkan dengan gangguan autisme atau ketidakmampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.

Tapi penemuan terbaru menemukan tidak ada hubungan antara anak yang terlambat berbicara dengan gangguan perilaku. Psikolog anak meminta orangtua tidak perlu naik dan menyarankan untuk menunggu dan mengamati hingga usia anak 5 tahun.

Hal ini karena perbedaan emosi dan perilaku tidak teramati meski anak belum terampil berbicara hingga umur 5 tahun.

Menurut penelitian terbaru yang dimuat di jurnal Pediatrics, hubungan antara ketrampilan berbicara dengan gangguan emosi dan perilaku hanya tampak pada usia 2 tahun. Pada usia ini, anak-anak yang kemampuan bicaranya hanya 15 persen dari rata-rata cenderung rewel.

Meski begitu, orangtua tidak perlu buru-buru mengonsultasikan perbedaan perilaku anaknya tersebut pada psikiater. Langkah yang dianjurkan oleh para peneliti adalah wait and see, yakni mengamati perkembangan si anak hingga mencapai umur 5 tahun.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Andrew Whitehouse tersebut, perbedaan perilaku tidak teramati lagi pada usia 5 tahun meski anak tersebut masih belum terampil berbicara. Artinya kemampuan bicara belum tentu berhubungan dengan gangguan emosi dan perilaku.

"Saya pikir keterlambatan berbicara pada anak bukan satu-satunya faktor yang memicu gangguan emosi dan perilaku di kemudian hari," ungkap Whitehouse yang juga seorang psikolog anak di University of Western Australia seperti dikutip dari Livescience, Senin (4/7/2011).

Dalam penelitian tersebut Whitehouse mengamati 1.245 anak yang lahir antara tahun 1989-1991. Setelah mensurvei orangtuanya saat berusia 2 tahun, Whitehouse kembali mengamati perkembangan anak-anak tersebut pada usia 5, 8, 10, 14 dan 17 tahun.
Sumber : Detik Com

Dampak Perceraian pada Anak Balita

Banyak pertanyaan dari orangtua mengenai pada usia berapakah perpisahan dan perceraian orangtua memiliki dampak buruk yang minim bagi anak? Benarkah justru di usia balita paling baik, karena anak belum banyak terpapar pada kehidupan orangtuanya?
Jawabannya secara umum adalah tidak ada usia terbaik. Namun demikian, sesungguhnya dampak perceraian pada anak-anak bervariasi sesuai dengan usia dan tahapan perkembangan psikologis mereka. Orangtua perlu memahami dampak dan kebutuhan yang berbeda dari anak-anak mereka.
Berikut adalah uraian untuk memahami perbedaan yang lebih mendasar menurut dua tahapan umur anak balita berdasarkan tulisan Anthony E Wolf (1998) dalam bukunya Why Did You Have to Get a Divorce? And When Can I Get a Hamster?, serta saran-saran bagi orangtua yang bercerai.
Usia anak 0-2 Tahun
Pada tahap paling awal kehidupan, persepsi seorang anak tentang perceraian secara jelas tampak terbatas. Tentu saja bayi tidak memiliki kesadaran yang nyata tentang perceraian. Dampak perceraian pada kehidupan mereka selanjutnya terutama adalah tidak dibesarkan dalam rumah yang sama dengan kedua orangtua kandung mereka.
Isu psikologis utama dari perkembangan anak usia ini adalah pembentukan kelekatan khusus yang kuat pada pemelihara utama atau orang-orang dalam kehidupan seorang anak. Anak-anak membutuhkan kontak secara terus-menerus dengan setidaknya satu pengasuh untuk membentuk kelekatan awal dari cinta yang mendasar.
Kelekatan ini menjadi landasan untuk pencapaian kesejahteraan diri (well-being)—rasa bahwa saya dicintai dan istimewa—serta kapasitas sang anak akan cinta di masa depan. Untungnya, dalam kebanyakan perceraian di mana anak-anak kecil terlibat, kehadiran setidaknya satu orangtua yang mencintai—hal paling penting dari semua persyaratan—tidak terganggu secara signifikan.
Namun, prospek memiliki dua orangtua yang saling terlibat untuk anak-anak usia ini menjadi kurang mungkin. Setelah perpisahan, biasanya salah satu orangtua tidak lagi berada di rumah secara teratur ataupun memiliki kontak harian dengan anak. Akibatnya, pihak orangtua yang pergi atau kemudian telah menikah lagi tak akan lagi memiliki ikatan yang berlangsung dua arah, dari anak ke orangtua dan orangtua kepada anak.
Risiko terhadap kehilangan kontak harian dengan orangtua kedua pada usia dini adalah bahwa orangtua ini secara cepat dan mungkin menetap akan memudar keberadaannya dalam kehidupan sang anak. Jika orangtua kedua tersebut tetap terlibat dengan anak yang masih sangat kecil, kadang kala orangtua utama mengkhawatirkan tentang perawatan/pengasuhan yang diberikan.
Bagaimanapun, perlu dicamkan bahwa orangtua kedua akan belajar. Kekhawatiran yang sama akan muncul ketika orang tua, bercerai atau tidak, memercayakan perawatan anak mereka kepada orang lain yang bukan anggota keluarga dekat. Padahal, sang mantan adalah anggota dari keluarga dekat, bahkan orangtua penuh dari sang anak, sehingga apakah mantan Anda terampil membuat bayi bersendawa atau mengganti popoknya, sebenarnya bukanlah masalah untuk sang anak.
Isunya adalah apakah dia adalah orangtua yang penuh kasih pada anak. Alangkah baiknya bila Anda menjaga kontak dengan mantan, mendorongnya, dan membantu untuk membuatnya lebih nyaman demi kepentingan terbaik sang anak.
Usia anak 2-5 Tahun
Dengan perceraian, anak usia prasekolah sangat menyadari bahwa perubahan besar telah terjadi. Salah satu orangtua tidak akan lagi tinggal di rumah atau hadir di tempat atau pada waktu yang diharapkan. Anak usia ini memerhatikan kehilangan itu. Misalnya dengan pertanyaan: ”Kenapa ayah pergi, saya kangen, pengin ayah balik.” Ketika satu orangtua pergi, teror yang lebih besar mengintai di balik pikiran mereka. Misalnya: ”Jika ayah sudah pergi, mungkin ibu juga akan pergi.”
Isu perceraian utama adalah perubahan dan kehilangan. Anak tidak suka kedua hal ini karena menakutkan. Kepercayaan diri mereka, rasa percaya bahwa apa yang mereka inginkan selalu akan ada, telah terganggu. Sebuah hantaman telah membuka dasar rasa aman mereka. Reaksi utama terhadap hilangnya kepercayaan diri mereka adalah dengan menarik diri.
Mereka lebih enggan untuk mengambil risiko. Mereka berpegang pada rasa aman yang masih ada, mencoba untuk memastikan bahwa tak akan terjadi lagi kehilangan untuk yang tersisa. Mereka memerlukan waktu untuk membangun lagi kepercayaan diri yang telah rusak. Sementara itu, mereka juga membutuhkan kepastian bahwa Anda masih ada dan tidak akan meninggalkan mereka. Anak mungkin tampak terlalu kecil untuk memahami semua perubahan yang terjadi, tetapi Anda tetap harus memberikan penjelasan sederhana yang cukup jujur untuk dimengerti mereka.
Jika orangtua memberitahu apa yang sedang terjadi, akan membuat perubahan dalam hidup anak prasekolah sedikit lebih mudah. Meskipun demikian, bersiaplah jika, bahkan setelah pemberian dukungan dan penjelasan, anak masih tetap bingung dan terus bertanya mengapa sang ayah tidak tinggal serumah lagi. Hal yang sesungguhnya mereka inginkan adalah agar segala sesuatu kembali ke kondisi semula.
Kata penutup
Jika perceraian pasangan tak lagi dapat dihindari , cobalah agar hal ini tidak sampai merugikan anak. Suami-istri memang telah berpisah, tapi apakah sebagai orangtua juga harus ikut bercerai? Anak-anak sangat membutuhkan cinta dari kedua orangtua dan tetap ingin agar keduanya menjadi bagian dalam hidup mereka. Bagi anak, perkembangan rasa percaya diri dan kesejahteraan diri mereka juga bergantung pada ekspresi kasih sayang kedua orangtuanya.
Sumber : Kompas.com

7 Penyakit Paling Aneh

Meski ada banyak penyakit yang umum kita kenal belum diketahui obatnya, ternyata di dunia ini masih banyak gangguan kesehatan yang aneh, tidak diketahui penyebabnya, langka, apalagi ada obatnya.
Berikut adalah 7 penyakit yang paling aneh dan kontroversial.
1. Penyakit Morgellon
Kita mungkin pernah mengalami rasa gatal di kulit karena ada sesuatu yang merayap di kulit. Namun ada beberapa orang yang sering merasa ada sesuatu yang bergerak di bawah kulitnya.
Penyakit Morgellon, nama penyakit tersebut, adalah kondisi di mana seseorang merasa gatal dan merasa ada sesuatu yang merayap dan menggigiti di bawah kulitnya.
Menurut Morgellon Research Foundation, orang yang menderita kondisi ini juga melihat ada lapisan atau serat yang muncul di kulitnya. Mereka juga mengalami luka di kulit, kelelahan dan gangguan memori. Belum diketahui penyebab penyakit ini namun beberapa pakar menyatakan gangguan ini disebabkan karena penyakit mental dan yang lain berpendapat pemicunya adalah kelainan kulit yang langka.
2. Sindrom tangan Alien
Menurut artikel yang dimuat dalam jurnal Archieves of Neurology tahun 2004, orang yang menderita sindrom tangan alien sering merasakan tangannya bergerak, menggapai atau menggenggam sesuatu di luar kontrol.
Salah satu contoh kasus adalah seorang nenek berusia 81 tahun yang tangan kirinya mendadak mencekik lehernya sendiri serta meninju wajahnya. Nenek tersebut juga mengalami gangguan sensori dan visual.
Sebuah penelitian tahun 2009 menunjukkan orang yang menderita sindrom tangan alien kebanyakan disebabkan karena stroke pada bagian otak kanan. Studi lain menyebutkan bagian otak yang mengontrol gerakan bebas mungkin secara unik menjadi aktif.
3. Sindrom Cotard
Sindrom cotard atau sering disebut delusi cotard dan sindrom mayat berjalan adalah kondisi yang langka dimana seseorang mengira dirinya sudah mati atau tubuhnya membusuk. Sindrom ini biasanya dialami orang yang menderita schizophrenia dan gangguan bipolar. Tetapi orang yang menderita migren, tumor atau trauma juga dilaporkan sering mengalami penyakit aneh ini.
4. Sindrom Ehlers-Danlos
Orang yang menderita sindrom ini memiliki kelenturan tubuh yang luar biasa. Mereka juga seringkali memiliki kulit yang sangat mudah direntangkan. Tetapi pada umumnya kulit mereka mudah bengkak dan lama sembuhnya.
Sebagian besar orang yang menderita sindrom Ehlers-Danlos diketahui memiliki mutasi gen COL5A1 dan COL5A2. Diperkirakan 1 dari 5000 orang memiliki sindrom ini. Ada berbagai jenis dan variasi sindrom ini.
5. Tidak punya rasa takut
Orang yang tidak punya rasa takut termasuk dalam kelainan genetik yang menyebabkan pengerasan di stuktur otak yang bertanggung jawab pada respon rasa takut. Tahun 2010 lalu dilaporkan ada seorang wanita berinisial SM yang menderita penyakit ini. Wanita tersebut sama sekali tidak memiliki respon takut. 6. Selalu bergairah
Untuk orang yang menderita sindrom gairah seksual menetap, orgasme hanya membuat mereka malu dan stres daripada sensasi kepuasan. Penyakit ini terjadi karena hipersensitivitas pada orgasme hanya karena sebuah tekanan kecil, malah terkadang tanpa pemicu apa pun meski mereka tidak merasakan gairah.
Sindrom ini pertama kali didiagnosa tahun 2001 namun belum diketahui penyebabnya. Wanita yang menderita sindrom ini biasanya merasa malu, terisolasi dan stres dengan kondisinya.
7. Menangis darah
Mengeluarkan air mata darah atau dalam bahasa medis disebut haemolacria pada umumnya diderita oleh wanita berusia subur yang sedang menstruasi. Meski darah tak selalu terlihat di mata. Haemolacria juga bisa terjadi karena penyakit mata berat.

Sumber :
LiveScience

Kamis, 30 Juni 2011

Berhenti merokok memang bukanlah hal yang mudah. Namun mengetahui dampak negatif yang diberikan oleh rokok, seharusnya bisa memicu seseorang untuk menghentikan kebiasaan buruknya tersebut. Berikut tujuh alasan mengapa Anda harus berhenti mengisap rokok, seperti yang dikutip dari Danone.

1. Meningkatkan risiko terkena penyakit jantung
Merokok dapat meningkatkan kemungkinan stroke dan penyakit jantung. Merokok membuat asupan oksigen dalam darah berkurang, meningkatkan penumpukan plak di arteri dan juga meningkatkan tekanan darah.

2. Menurunnya kekuatan fisik
Seperti yang sudah disebutkan di atas bahwa kurangnya jumlah oksigen yang dikirim paru-paru akan membuat daya tahan fisik menurun. Hal ini bisa sebabkan Anda sulit menaiki tangga. Selain itu, merokok juga dapat mengakibatkan berbagai masalah pernapasan.

3. Kanker
Jika Anda merokok, berarti Anda memiliki risiko tinggi terkena kanker terutama kanker paru-paru, tenggorokan dan mulut. Apakah Anda tahu bahwa asap dari tembakau menyumbang 85 persen kasus kanker paru-paru di Kanada?

4. Penampilan fisik buruk
Selain gigi yang bernoda dan kuku yang berubah warna, merokok juga memiliki kaitan pada kerutan kulit wajah dan penuaan dini.

5. Osteoporosis
Merokok dapat mempercepat pengeroposan tulang dan meningkatkan risiko patah tulang. Hal itu juga dapat mengakibatkan rasa sakit bahkan cacat.

6. Kesuburan
Pasangan yang merokok kemungkinan akan mengalami masalah kesuburan. Sebuah studi dari American Journal of Epidemiology juga menemukan bahwa perokok memiliki dua kali risiko terkena impotensi.

7. Merokok mengurangi harapan hidup
Hasil statistik di Kanada menemukan bahwa pria perokok yang berusia 45 tahun pada 1995 memiliki kemungkinan hidup kurang dari 7 tahun daripada pria yang tidak merokok. Sedangkan wanita yang merokok memiliki harapan hidup 10 tahun lebih pendek.
Sumber : Detik.com

3 Penyebab Anda Sakit Kepala Saat Bercinta


Seks yang hebat ternyata memberikan manfaat banyak lebih dari yang Anda pikir. Apakah Anda tahu bahwa kegiatan bercinta mempengaruhi rasa sakit kepala yang sering Anda alami? Dikutip dari sexhealthinplainenglish, quickie bisa bantu meredakan sakit kepala.

Namun kegiatan bercinta ternyata juga bisa membuat seseorang sakit kepala. Sakit kepala setelah bercinta ini sering disebut sebagai sex headache.

Apakah yang dimaksud dengan 'sex headache'?

Beberapa orang mungkin mengalami sex headache, nyeri pada kepala yang terjadi pada saat mulai bercinta, orgasme, masturbasi dan usai bercinta. Biasanya sakit kepala ini berlangsung singkat, sekitar 5 sampai 10 menit. Tapi ada juga sebagian orang yang merasakan sex headache selama beberapa jam. Orang yang sering mengalami migrain dan sakit kepala, lebih rentan terhadap sex headache ini. Walaupun sex headache bisa diderita oleh pria maupun wanita, tetapi menurut para ahli, pria lebih sering mengalami sex headache.

Apa yang menyebabkan sex headache?

1. Mengeluarkan energi yang berlebihan saat bercinta
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa sakit kepala saat bercinta terkait dengan banyaknya energi yang dikeluarkan oleh seseorang. Sebagian peneliti mengatakan bahwa pria lebih sering mengalami sex headache karena cenderung melakukan banyak gerakan ketimbang wanita selama aktivitas seksual.

Pada dasarnya, sex headache sama halnya dengan rasa sakit kepala setelah berolahraga berat. Peneliti juga mengatakan bahwa seks dan olahraga merupakan hal yang sama. Jadi tidak ada salahnya Anda untuk melakukan pemanasan terlebih dulu sebelum bercinta. Misalnya dengan melakukan foreplay terlebih dulu. Selain itu, olahraga rutin dan mengonsumsi makanan sehat juga bisa bantu mengurangi sex headache.

2. Orgasme terlalu cepat
Salah satu penyebab sex headache adalah orgasme yang terlalu cepat. Saat Anda bergairah, terjadi peningkatan tekanan darah secara pesat. Hal inilah yang menyebabkan rasa sakit kepala. Jadi jika Anda sering mengalami sex headache, cobalah untuk melakukan foreplay secara perlahan.

3. Posisi seks yang terlalu rumit
Perlu dicatat bahwa sex headache mungkin saja terjadi karena posisi seksual favorit Anda dan ketegangan saat bercinta. Posisi seksual tertentu bisa menimbulkan ketegangan pada tubuh dan meningkatkan aliran darah ke kepala. Sebagai contoh, posisi kepala berada lebih rendah dari tubuh atau leher berada dalam posisi canggung bisa sebabkan sex headache.

Jika Anda sering merasakan sex headache saat bercinta, cobalah untuk mengubah posisi bercinta atau mengurangi durasi seks saat melakukan posisi tersebut. Solusi lainnya, memberikan pijatan saat bercinta juga bantu kurangi sex headache.

Bagaimana cara mengobati sex headache?

Tidak hanya membuat kegiatan bercinta Anda berlangsung lama, seks yang baik juga bisa mengurangi rasa nyeri kepala saat bercinta. Memiliki kegiatan seks yang rutin dapat bantu mengurangi migrain dan berbagai jenis sakit kepala lainnya.

Alasan mengapa seks dapat mengobati migrain adalah karena pada saat orgasme, tubuh melepaskan zat kimia tertentu di otak yang bekerja untuk mengurangi migrain. Berdasarkan studi dalam laporan jurnal Headache menunjukkan bahwa neurotransmitter serotonin dilepaskan selama seks, menciptakan semua sensasi yang membuat orang merasa baik.

Selain itu, tubuh melepaskan endorfin yang bekerja untuk menghilangkan rasa sakit saat orgasme. Endorfin merupakan bahan kimia seperti opiat, yang berhubungan dengan perasaan, perasaan positif dan bahagia, serta menyimpan pesan rasa sakit ke otak.

Sumber : Detik.com