Sabtu, 20 Oktober 2012

Batu Hajar Aswad


Hajar Aswad, dahulu berbentuk satu bongkahan. Namun setelah terjadinya penjarahan yang terjadi pada tahun 317H, pada masa pemerintahan al Qahir Billah Muhammad bin al Mu’tadhid dengan cara mencongkel dari tempatnya, Hajar Aswad kini menjadi delapan bongkahan kecil. Batu yang berwarna hitam ini berada di sisi selatan Ka’bah.

A. Asal Usul Hajar Aswad

Perlu diketahui bahwa hajar aswad adalah batu yang diturunkan dari surga. Asalnya itu putih seperti salju. Namun karena dosa manusia dan kelakukan orang-orang musyrik di muka bumi, batu tersebut akhirnya berubah jadi hitam.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « نَزَلَ الْحَجَرُ الأَسْوَدُ مِنَ الْجَنَّةِ وَهُوَ أَشَدُّ بَيَاضًا مِنَ اللَّبَنِ فَسَوَّدَتْهُ خَطَايَا بَنِى آدَمَ »
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hajar aswad turun dari surga padahal batu tersebut begitu putih lebih putih daripada susu. Dosa manusialah yang membuat batu tersebut menjadi hitam”. ( HR. Tirmidzi no. 877. Shahih menurut Syaikh Al Albani)
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « الْحَجَرُ الأَسْوَدُ مِنَ الْجَنَّةِ وَكَانَ أَشَدَّ بَيَاضاً مِنَ الثَّلْجِ حَتَّى سَوَّدَتْهُ خَطَايَا أَهْلِ الشِّرْكِ.
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hajar aswad adalah batu dari surga. Batu tersebut lebih putih dari salju. Dosa orang-orang musyriklah yang membuatnya menjadi hitam.” (HR. Ahmad 1: 307. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa lafazh ‘hajar Aswad adalah batu dari surga’ shahih dengan syawahidnya. Sedangkan bagian hadits setelah itu tidak memiliki syawahid yang bisa menguatkannya. Tambahan setelah itu dho’if karena kelirunya ‘Atho’)
Keadaan batu mulia ini di hari kiamat sebagaimana dikisahkan dalam hadits,
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى الْحَجَرِ « وَاللَّهِ لَيَبْعَثَنَّهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَهُ عَيْنَانِ يُبْصِرُ بِهِمَا وَلِسَانٌ يَنْطِقُ بِهِ يَشْهَدُ عَلَى مَنِ اسْتَلَمَهُ بِحَقٍّ »
Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda mengenai hajar Aswad, “Demi Allah, Allah akan mengutus batu tersebut pada hari kiamat dan ia memiliki dua mata yang bisa melihat, memiliki lisan yang bisa berbicara dan akan menjadi saksi bagi siapa yang benar-benar menyentuhnya.” (HR. Tirmidzi no. 961, Ibnu Majah no. 2944 dan Ahmad 1: 247. Abu Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan dan Syaikh Al Albani menshahihkan hadits ini).
Wallahu waliyyut taufiq.
Fawaid dari buku Fadhoilul Hajj wal ‘Umroh, Dr. Nashir bin Ibrahim Al ‘Abudiy

B. Keutamaan Hajar Aswad

Apa saja keistimewaan Hajar Aswad dan Rukun Yamani? Kenapa setiap orang yang berthowaf dianjurkan untuk mengusapnya? Simak penjelasan Yahya bin Syarf An Nawawi Asy Syafi’irahimahullah berikut ini.
An Nawawi rahimahullah menjelaskan:
Ketahuilah bahwa Ka’bah itu memiliki empat rukun. Pertama adalah rukun Hajar Aswad. Kedua adalah rukun Yamani. Rukun Hajar Aswad dan rukun Yamani disebut dengan Yamaniyaani. Adapun dua rukun yang lain disebut dengan Syamiyyaani.
Rukun Hajar Aswad memiliki dua keutamaan, yaitu: [1] di sana adalah letak qowa’id (pondasi) Ibrahim ‘alaihis salam, dan [2] di sana terdapat Hajar Aswad. Sedangkan rukun Yamani memilikisatu keutamaan saja yaitu karena di sana adalah letak qowa’id (pondasi) Ibrahim. Sedangkan di rukun yang lainnya tidak ada salah satu dari dua keutamaan tadi. Oleh karena itu, Hajar Aswad dikhususkan dua hal, yaitu mengusap dan menciumnya karena rukun tersebut memiliki dua keutamaan tadi. Sedangkan rukun Yamani disyariatkan untuk mengusapnya dan tidak menciumnya karena rukun tersebut hanya memiliki satu keutamaan. Sedangkan rukun yang lainnya tidak dicium dan tidak diusap. Wallahu a’lam.
Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, Yahya bin Syarf An Nawawi, Dar Ihya’ At Turots, cetakan kedua, 1392, 9/14

C. Apakah Kaum Musilimin Menyembah Ka’bah dan Hajar Aswad?

Syaikh Shalih Al-Fauzan ditanya : “Bagaimana membantah orang atheis yang mengatakan, “Wahai kaum muslimin, kalian sendiri menyembah batu (hajar Aswad) dan berputar mengelilinginya! Lantas kenapa kalian menyalah-nyalahkan yang lain menyembah berhala dan patung/gambar?”
Syaikh Shalih Al-Fauzan memberikan jawaban sebagai berikut,
Ini jelas kebohongan yang nyata, kami sama sekali tidak menyembah batu (Hajar Aswad), melainkan kami menyentuhnya dan menciumnya sebagaimana yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan. Ini artinya kami lakukan hal tersebut dalam rangka ibadah dan mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mencium Hajar Aswad adalah bagian dari ibadah sebagaimana kita wuquf di ‘Arofah, bermalam di Muzdalifah dan thawaf keliling baitullah (Ka’bah).  Juga kita mencium Hajar Aswad dan menyentuhnya atau memberi isyarat padanya, itu semua adalah bentuk ibadah pada Allah, bukan berarti menyembah batu tersebut. Lebih dari itu, kita bisa beralasan dengan apa yang dilakukan oleh Umar bin Al Khattab radhiyallahu ‘anhuu ketika mencium Hajar Aswad. Ketika itu beliau mengatakan,
 إِنِّي لأَعْلَمُ أََنَّكَ حَجَرٌ لاَ تَضُرُّ وُلاَ تَنْفَعُ ، وَلَوْلاَ أَنِّي رَأَيْتُ رَسُولَ الله ِ يُقَبِّلُكَ مَا قَبَّلتُكَ  (متفق عليه)
Memang aku tahu bahwa engkau hanyalah batu, tidak dapat mendatangkan manfaat atau bahaya. Jika bukan karena aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menciummu, aku tentu tidak akan menciummu.” (HR. Bukhari 1597 dan Muslim 1270)
Oleh karena itu, masalah ini adalah berkaitan dengan bagaimana umat Islam mengikuti tuntunan Nabinya dan bukan menyembah batu (Hajar Aswad). Jadi, sebenarnya mereka yang menyebarkan isu demikian telah merencanakan kebohongan atas umat Islam, kita sama sekali tidak menyembah Ka’bah. Bahkan yang kita sembah adalah Rabb pemilik Ka’bah. Begitu pula kita melakukan thawaf keliling Ka’bah dalam rangka ibadah pada Allah ‘azza wa jalla karena Allah-lah yang memerintahkan kita untuk melakukan seperti itu. Kita melakukan demikian hanya menaati Allah ‘azza wa jalla dan mengikuti tuntunan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. ['Aqidatul-Haaj Fi Dhouil Kitaab was Sunnah, Syaikh Sholeh Al Fauzanhal.22-23.]
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin ditanya, “Apakah hikmah mencium hajar aswad itu adalah tabarruk (mencari berkah) ?”
Beliau -rahimahullah- menjawab,
Hikmah thawaf telah dijelaskan oleh Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam dengan sabdanya,
إِنَّمَا جُعِلَ الطَّوَافُ بِالْبَيْتِ وَبَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ وَرَمْيُ الْجِمَارِ لإِقَامَةِ ذِكْرِ اللهِ.
“Sesungguhnya Thawaf di Ka’bah, Sa’i di antara Shafa dan Marwah, dan melontar jumroh itu dijadikan untuk menegakkan dzikrullah (Berdzikir kepada Allah).”
Pelaku Thawaf yang mengitari Baitullah itu dengan hatinya ia melakukan pengagungan kepada Allah Subhannahu wa Ta’ala yang menjadikannya selalu ingat kepada Allah, semua gerak-geriknya, seperti melangkah, mencium dan beristilam kepada hajar dan sudut (rukun) yamani dan memberi isyarat kepada hajar aswad sebagai dzikir kepada Allah Ta’ala, sebab hal itu bagian dari ibadah kepada-Nya. Dan setiap ibadah adalah dzikir kepada Allah dalam pengertian umumnya. Adapun takbir, dzikir dan do’a yang diucapkan dengan lisan adalah sudah jelas merupakan dzikrullah; sedangkan mencium hajar aswad itu merupakan ibadah di mana seseorang menciumnya tanpa ada hubungan antara dia dengan hajar aswad selain beribadah kepada Allah semata dengan mengagungkan-Nya dan mencontoh Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam dalam hal itu, sebagaimana ditegaskan oleh Amirul Mu’minin, Umar bin KhattabRadhiallaahu anhu ketika beliau mencium hajar aswad mengatakan,
 إِنِّي لأَعْلَمُ أََنَّكَ حَجَرٌ لاَ تَضُرُّ وُلاَ تَنْفَعُ ، وَلَوْلاَ أَنِّي رَأَيْتُ رَسُولَ الله ِ يُقَبِّلُكَ مَا قَبَّلتُكَ  (متفق عليه)
“Sesungguhnya aku tahu bahwa engkau (hajar aswad) tidak dapat mendatangkan bahaya, tidak juga manfa’at. Kalau sekiranya aku tidak melihat Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam menciummu, niscaya aku tidak akan menciummu.”
Adapun dugaan sebagian orang-orang awam (bodoh) bahwa maksud dari mencium hajar aswad adalah untuk mendapat berkah adalah dugaan yang tidak mempunyai dasar, maka dari itu batil. Sedangkan yang dinyatakan oleh sebagian kaum Zindiq (kelompok sesat) bahwa thawaf di Baitullah itu sama halnya dengan thawaf di kuburan para wali dan ia merupakan penyembahan terhadap berhala, maka hal itu merupakan kezindikan (kekufuran) mereka, sebab kaum Muslimin tidak melakukan thawaf kecuali atas dasar perintah Allah, sedangkan apa saja yang perintahkan oleh Allah, maka melaksanakannya merupakan ibadah kepada-Nya.
Tidakkah anda tahu bahwa melakukan sujud kepada selain Allah itu merupakan syirik akbar, namun ketika Allah Subhannahu wa Ta’ala memerintahkan kepada para malaikat agar sujud kepada Nabi Adam, maka sujud kepada Adam itu merupakan ibadah kepada Allah Subhannahu wa Ta’ala dan tidak melakukannya merupakan kekufuran?!
Maka dari itu, thawaf di Baitullah adalah merupakan salah satu ibadah yang paling agung, ia merupakan salah satu rukun di dalam haji, sedangkan haji merupakan salah satu rukun Islam. Maka dari itu orang yang thawaf di Baitullah pasti akan merasakan ketentraman karena lezat-nya melakukan thawaf dan hatinya merasakan kedekatannya kepada Rabb (Tuhan)nya, yang dengannya (thawaf itu) dapat diketahui keagungan-Nya dan amat besarnya karunia-Nya.Wallahul musta’an. ( Ibnu Utsaimin: fatawal ‘aqidah, hal. 28-29. )

D. Renovasi Ka’bah dan Peletakan Hajar Aswad

Ketika Rasulullah berusia tiga puluh lima tahun, beliau belum diangkat oleh Allah sebagai seorang nabi. Waktu itu kota Makkah dilanda banjir besar yang meluap sampai ke Masjidil Haram. Orang-orang Quraisy menjadi khawatir banjir ini akan dapat meruntuhkan Ka’bah. Selain itu, bangunan Ka’bah dulunya belumlah beratap. Tingginya pun hanya sembilan hasta. Ini menyebabkan orang begitu mudah untuk memanjatnya dan mencuri barang-barang berharga yang ada di dalamnya. Oleh karena itu bangsa Quraisy akhirnya sepakat untuk memperbaiki bangunan Ka’bah tersebut dengan terlebih dahulu merobohkannya. Untuk perbaikan Ka’bah ini, orang-orang Quraisy hanya menggunakan harta yang baik-baik saja. Mereka tidak menerima harta dari hasil melacur, riba dan hasil perampasan.
Di awal-awal perbaikan, pada awalnya mereka masih takut untuk merobohkan Ka’bah. Akhirnya salah seorang dari mereka yang bernama Al-Walid bin Al-Mughirah Al-Makhzumy bangkit mengawali perobohan tersebut. Setelah melihat tidak ada hal buruk yang terjadi pada Al-Walid, orang-orang Quraisy pun mulai ikut merobohkan Ka’bah sampai ke bagian rukun Ibrahim. Mereka kemudian membagi sudut-sudut Ka’bah dan mengkhususkan setiap kabilah dengan bagian-bagiannya sendiri. Pembangunan kembali Ka’bah ini dipimpin oleh seorang arsitek dari bangsa Romawi yang bernama Baqum.
Ketika pembangunan sudah sampai ke bagian Hajar Aswad, bangsa Quraisy berselisih tentang siapa yang mendapatkan kehormatan untuk meletakkan Hajar Aswad ke tempatnya semula. Mereka berselisih sampai empat atau lima hari. Perselisihan ini bahkan hampir menyebabkan pertumpahan darah. Abu Umayyah bin Al-Mughirah Al-Makhzumi kemudian memberikan saran kepada mereka agar menyerahkan keputusan kepada orang yang pertama kali lewat pintu masjid. Bangsa Quraisy pun menyetujui ide ini.
Allah subhanahu wa ta’ala kemudian menakdirkan bahwa orang yang pertama kali lewat pintu masjid adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Orang-orang Quraisy pun ridha dengan diri beliau sebagai penentu keputusan dalam permasalahan tersebut. Rasulullah pun kemudian menyarankan suatu jalan keluar yang sebelumnya tidak terpikirkan oleh mereka. Bagaimana jalan keluarnya?
Beliau mengambil selembar selendang. Kemudian Hajar Aswad itu diletakkan di tengah-tengan selendang tersebut. Beliau lalu meminta seluruh pemuka kabilah yang berselisih untuk memegang ujung-ujung selendang itu. Mereka kemudian mengangkat Hajar Aswad itu bersama-sama. Setelah mendekati tempatnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam-lah yang kemudian meletakkan Hajar Aswad tersebut. Ini merupakan jalan keluar yang terbaik. Seluruh kabilah setuju dan meridhai jalan keluar ini. Mereka pun tidak jadi saling menumpahkan darah.

E. Penjarahan Hajar Aswad

Adalah Abu Thahir, Sulaiman bin Abu Said al Husain al Janabi, tokoh golongan Qaramithah pada masanya, telah menggegerkan dunia Islam dengan melakukan kerusakan dan peperangan terhadap kaum Muslimin. Kota yang suci, Mekkah dan Masjidil Haram tidak luput dari kejahatannya. Dia dan pengikutnya melakukan pembunuhan, perampokan dan merusak rumah-rumah. Bila terdengar namanya, orang-orang akan berusaha lari untuk menyelamatkan diri.
Kisahnya, pada musim haji tahun 317H tersebut, rombongan haji dari Irak pimpinan Manshur ad Dailami bertolak menuju Mekkah dan sampai dalam keadaan selamat. Namun, tiba-tiba pada hari Tarwiyah (tanggal 8 Dzul Hijjah), orang-orang Qaramithah (salah satu sekte Syiah Isma’iliyah) melakukan huru-hara di tanah Haram. Mereka merampok harta-harta jamaah haji dan menghalalkan untuk memeranginya. Banyak jamaah haji yang menjadi korban, bahkan, meskipun berada di dekat Ka’bah.
Sementara itu, pimpinan orang-orang Qaramithah ini, yaitu Abu Thahir –semoga mendapatkan balasan yang sepadan dari Allah– berdiri di pintu Ka’bah dengan pengawalan, menyaksikan pedang-pedang pengikutnya merajalela, menyudahi nyawa-nyawa manusia. Dengan congkaknya ia berkata : “Saya adalah Allah. Saya bersama Allah. Sayalah yang menciptakan makhluk-makhluk. Dan sayalah yang akan membinasakan mereka”.
Massa berlarian menyelamatkan diri. Sebagian berpegangan dengan kelambu Ka’bah. Namun, mereka tetap menjadi korban, pedang-pedang kaum Syi’ah Qaramithah ini menebasnya. Begitu juga, orang-orang yang sedang thawaf, tidak luput dari pedang-pedang mereka, termasuk di dalamnya sebagian ahli hadits.
Usai menuntaskan kejahatannya yang tidak terkira terhadap para jamaah haji, Abu Thahir memerintahkan pasukan untuk mengubur jasad-jasad korban keganasannya tersebut ke dalam sumur Zam Zam. Sebagian lainnya, di kubur di tanah Haram dan di lokasi Masjidil Haram.
Kubah sumur Zam Zam ia hancurkan. Dia juga memerintahkan agar pintu Ka’bah dicopot dan melepas kiswahnya. Selanjutnya, ia merobek-robeknya di hadapan para pengikutnya. Dia meminta kepada salah seorang pengikutnya untuk naik ke atas Ka’bah dan mencabut talang Ka’bah. Namun tiba-tiba, orang tersebut terjatuh dan mati seketika. Abu Thahir pun mengurungkan niatnya untuk mengambil talang Ka’bah. Kemudian, ia memerintahkan untuk mencongkel Hajar Aswad dari tempatnya. Seorang lelaki memukul dan mencongkelnya.
Dengan nada menantang, Abu Thahir sesumbar : “Mana burung-burung Ababil? Mana bebatuan dari Neraka Sijjil?”
Peristiwa penjarahan Hajar Aswad ini, membuat Amir Mekkah dan keluarganya dengan didukung sejumlah pasukan mengejar mereka. Amir Mekkah berusaha membujuk Abu Thahir agar mau mengembalikan Hajar aswad ke tempat semula. Seluruh harta yang dimiliki Sang Amir telah ia tawarkan untuk menebus Hajar Aswad itu. Namun Abu Thahir tidak bergeming. Bahkan Sang Amir, anggota keluarga dan pasukannya menjadi korban berikutnya. Abu Thahir pun melenggang menuju daerahnya dengan membawa Hajar Aswad dan harta-harta rampasan dari jamaah haji. Batu dari Jannah ini, ia bawa pulang ke daerahnya, yaitu Hajr (Ahsa), dan berada di sana selama 22 tahun.
Menurut Ibnu Katsir, golongan Qaramithah membabi buta semacam itu, karena mereka sebenarnya kuffar zanadiqah. Mereka berafiliasi kepada regim Fathimiyyun yang telah menancapkan hegemoninya pada tahun-tahun itu di wilayah Afrika. Pemimpin mereka bergelar al Mahdi, yaitu Abu Muhammad ‘Ubaidillah bin Maimun al Qadah. Sebelumnya ia seorang Yahudi, yang berprofesi sebagai tukang emas. Lantas, mengaku telah masuk Islam, dan mengklaim berasal dari kalangan syarif (keturunan Nabi Muhammad). Banyak orang dari suku Barbar yang mempercayainya. Hingga pada akhirnya, ia dapat memegang kekuasan sebagai kepala negara di wilayah tersebut. Orang-orang Qaramtihah menjalin hubungan baik dengannya. Mereka (Qaramithah) akhirnya menjadi semakin kuat dan terkenal.
Perbuatan Abu Thahir al Qurmuthi, orang yang memerintahkan penjarahan Hajar Aswad ini, oleh Ibnu Katsir dikatakan : “Dia telah melakukan ilhad (kekufuran) di Masjidil Haram, yang tidak pernah dilakukan oleh orang sebelumnya dan orang sesudahnya”. [Al Bidayah wan Nihayah, 11/191. Ibnu Katsir mengisahkan peristiwa ini di halaman 190-192]
Setelah masa 22 tahun Hajar Aswad dalam penguasaan Abu Thahir, ia kemudian dikembalikan. Tetapnya pada tahun 339H.
Pada saat mengungkapkan kejadian tahun 339 H, Ibnu Katsir menyebutnya sebagai tahun berkah, lantaran pada bulan Dzul Hijjah tahun tersebut, Hajar Aswad dikembalikan ke tempat semula. Peristiwa kembalinya Hajar Aswad sangat menggembirakan segenap kaum Muslimin.
Pasalnya, berbagai usaha dan upaya untuk mengembalikannya sudah dilakukan. Amir Bajkam at Turki pernah menawarkan 50 ribu Dinar sebagai tebusan Hajar Aswad. Tetapi, tawaran ini tidak meluluhkan hati Abu Thahir, pimpinan Qaramithah saat itu.
Kaum Qaramithah ini berkilah : “Kami mengambil batu ini berdasarkan perintah, dan akan mengembalikannya berdasarkan perintah orang yang bersangkutan”.
Pada tahun 339 H, sebelum mengembalikan ke Mekkah, orang-orang Qaramithah mengusung Hajar Aswad ke Kufah, dan menggantungkannya pada tujuh tiang Masjid Kufah. Agar, orang-orang dapat menyaksikannya. Lalu, saudara Abu Thahir menulis ketetapan : “Kami dahulu mengambilnya dengan sebuah perintah. Dan sekarang kami mengembalikannya dengan perintah juga, agar pelaksanaan manasik haji umat menjadi lancar”.
Akhirnya, Hajar Aswad dikirim ke Mekkah di atas satu tunggangan tanpa ada halangan. Dan sampai di Mekkah pada bulan Dzul Qa’dah tahun 339H.[Al Bidayah wan Nihayah, 11/265.]
Dikisahkan oleh sebagian orang, bahwa pada saat penjarahan Hajar Aswad, orang-orang Qaramithah terpaksa mengangkut Hajar Aswad di atas beberapa onta. Punuk-punuk onta sampai terluka dan mengeluarkan nanah. Tetapi, saat dikembalikan hanya membutuhkan satu tunggangan saja, tanpa terjadi hal-hal aneh dalam perjalanan.
~~ Alhamdulillah~~
Sumber :
  • http://rumaysho.com/faedah-ilmu/15-faedah-ilmu/4089-hajar-aswad-batu-surga-yang-asalnya-putih.html
  • http://rumaysho.com/faedah-ilmu/15-faedah-ilmu/3242-keutamaan-hajar-aswad-dan-rukun-yamani.html
  • http://rumaysho.com/belajar-islam/aqidah/3389-apakah-muslim-menyembah-kabah-dan-hajar-aswad.html
  • http://anakmuslim.wordpress.com/2007/12/12/kisah-pembangunan-kabah-dan-peletakan-hajar-aswad/
  • http://www.alsofwah.or.id/index.php?pilih=lihatfatwa&id=713
  • http://almanhaj.or.id/content/2580/slash/0/penjarahan-hajar-aswad/

Jumat, 19 Oktober 2012

Kelebihan Al - Qur'an

Al-Quran ialah Kitabullah yang terakhir yang diturunkan kepada Nabi Muhammad s.a.w. Al-Quran merupakan senjata yang paling mujarab yang melimpah ruah, mata air yang tidak mungkin kering, di dalamnya penuh dengan nur hidayah rahmat dan zikir.

Al-Quran diturunkan untuk mengajar manusia tentang pengesaannya kepada Allah (tauhid). Konsep ibadat yang jelas dan menyeluruh agar manusia sentiasa mendapat bekalan yang baru dan segar. Mengajak manusia berfikir tentang ciptaan, pengawasan dan penjagaan yang ditadbirkan oleh yang Maha Agong agar dapat mengenal sifat-sifatNya yang Unggul.

Di dalam Al-Quran dipaparkan juga contoh tauladan dan juga kisah-kisah yang benar berlaku sebelum turunnya Al-Quran dan pada masa penurunan Al-Quran. Dengan itu manusia mendapat pengajaran dan panduan dalam mengharungi kehidupan sebagai muslim yang sejati dan benar dalam semua bidang kehidupan.

Al-Quran menjelaskan juga persoalan tentang akhir kehidupan manusia, situasi terakhir yang akan dirasai oleh manusia sebelum bumi ini dihancurkan oleh Allah untuk bermulanya hari qiamat dan nasib tiap-tiap insan sama ada ke syurga atau ke neraka.

Sebelum Al-Quran diturunkan ada banyak kitab suci dan suhuf yang diturunkan oleh Allah S.W.T kepada nabi-nabi dan rasul-rasulNya. Antara yang termasyhur ialah kitab Zabur yang diturunkan kepada nabi Daud a.s, kitab Taurat yang diturunkan kepada nabi Musa a.s, dan kitab Injil yang diturunkan kepada nabi Isa a.s tetapi tidak syak lagi bahawa Al-Quran adalah kitab yang paling utama dan termulia di sisi Allah S.W.T.

Dalam sebuah hadis, Rasulullah s.a.w telah bersabda yang berbunyi:

Dari Aisyah r.a telah bersabda Rasulullah s.a.w: 
Sesungguhnya tiap-tiap sesuatu itu mempunyai kemegahan yang mana manusia berbangga dengannya dan menjadi kemegahan kebanggaan umatku ialah Al-Quran yang mulia.

Al-Quran terpelihara dan susunannya tidak berubah-ubah dan tidak boleh dipinda atau dihapuskan. Walaupun banyak usaha dilakukan oleh musuh-musuh Islam untuk mengubah dan meminda isi kandungan Al-Quran atau memutar belit ayat-ayat dan surah-surah, setiap kali usaha itu dibuat ia tetap dapat diketahui termasuk juga usaha golongan-golongan kuffar.

Al-Quran adalah satu perlembagaan yang lengkap bagi semua aspek kehidupan, mengandungi semua yang dihajati oleh manusia walaupun sebahagian daripada huraiannya tidak terperinci. Tujuannya Allah menyuruh manusia menggunakan fikiran yang sihat dan sempurna untuk mencari dan mengkaji berpandukan saranan yang diberi oleh Allah S.W.T.

Dalam Al-Quran Allah S.W.T berfirman:

Sesungguhnya telah datang kepada kau cahaya kebenaran (Nabi Muhammad s.a.w) dari Allah dan sebuah Kitab (Al-Quran) yang jelas nyata kebenarannya dengan itu Allah menunjukkan jalan keselamatan serta kesejahteraan kepada sesiapa yang mengikut keredhaanNya dan denganya Tuhan keluarkan mereka dari kegelapan (kufur) kepada cahaya (iman) yang terang benderang dengan izinNya dan dengannya juga Tuhan menunjukkan mereka ke jalan yang betul dan harus.
(Surah Al-Maidah: 14 &15)

Firman Allah S.W.T lagi:

Kitab Al-Quran ini tidak ada sebarang syak padanya dan ianya menjadi petunjuk bagi orang yang bertaqwa.
(Surah Al-Baqarah: 2)

Sebuah hadis dari Rasulullah s.a.w berbunyi:

Abu Zar r.a berkata bahawa beliau meminta Rasulullah s.a.w memberi satu pesanan yang berpanjangan. Rasulullah s.a.w bersabda: 
“Semaikanlah perasaan taqwa kepada Allah kerana ia adalah sumber bagi segala amalan-amalan baik. Aku meminta supaya baginda menambah lagi. Tetapkanlah membaca Al-Quran kerana ia adalah nur untuk kehdupan ini dan bekalan untuk hari akhirat.”

Kita dikehendaki membaca, mendalami dan menghayati isi kandungan Al-Quran kerana ia diturunkan bukan untuk dijadikan perhiasan sahaja, dengan itu kita mendapat faedah yang besar bukan sahaja pahala da keredhaan Allah tetapi juga kegunaan lain dalam kehidupan sehari-hari.

Membaca Al-Quran dikira sebagai berzikir dan zikir membaca Al-Quran lebih afdal dan utama daripada zikir-zikir yang lain. Oleh itu membaca Al-Quran adalah sebagai ibadat tetapi tidaklah melebihi daripada ibadat-ibadat yang wajib.

Dalam sebuah hadis Rasulullah bersabda:

Semulia-mulia ibadat umatku ialah membaca Al-Quranul Karim ( ibadat yang bukan wajib).

Membaca Al-Quran disifatkan sebagai santapan rohani kepada tiap-tiap orang Islam.



Rasulullah s.a.w bersabda dalam sebuah hadis berbunyi:

Sesungguhnya Al-Quran ini ialah hidangan Allah S.W.T maka hendaklah kamu terima hidangan Allah sebanyak mana yang kamu boleh.

Al-Quran juga merupakan senjata yang paling berkesan untuk membersihkan jiwa dan menyinarkannya.

Dalam sebuah hadis Rasulullah s.a.w bersabda:

Daripada Ibnu Umar r.a berkata: 
“Rasulullah s.a.w telah bersabda, hati manusia akan berkarat seperti besi yang dikaratkan oleh air. Apakah cara untuk menjadikan hati bersinar semula. Katanya dengan banyak mengingati mati dan membaca Al-Quran.”




PAHALA MEMBACA AL-QURAN

Allah S.W.T. Yang Maha Pemurah memberi pahala yang amat besar kepada orang yang membaca Al-Quran, tiap-tiap satu huruf ada pahalanya dan tiap-tiap satu ayat pun ada ditentukan pahalanya yang tidak sama antara satu dengan yang lain.

Pahala tiap-tiap huruf Al-Quran dijelaskan dalam sebuah Hadis dari Ibnu Masud r.a dari Rasulullah s.a.w:

Daripada Ibnu Masud r.a telah berkata bahawa Rasulullah s.a.w telah bersabda/; 
Barangsiapa membaca satu huruf daripada Kitabullah maka baginya satu kebajikan dan setiap kebajikan sepuluh kali gandanya. Aku tidak mengatakan Alif Laam Miim satu huruf tetapi Alif satu huruf, Lam satu huruf dan Mim satu huruf.

Mengenai pahala tiap-tiap ayat telah disebut dalam beberapa hadis antaranya yang diriwayatkan daripada Abi Hurairah r.a telah bersabda Rasulullah s.a.w:

Sesiapa yang membaca Al-Quran sepuluh ayat dalam satu malam tidak dimasukkan ke dalam golongan yang lalai.


Sesiapa yang memelihara sembahyang fardu tidak termasuk dalam golongan yang lalai dan sesiapa yang membaca 100 ayat pada satu malam dimasukkan ke dalam golongan yang taat.


Barangsiapa yang mendengarkan satu ayat daripada Al-Quran ditulis baginya satu kebajikan yang berlipat kali ganda dan barang siapa yang membacanya adalah baginya cahaya pada hari Qiamat.

Adapun pahala membaca surah-surah banyak diriwayatkan dalam hadis-hadis Rasulullah s.a.w antaranya:

Sesiapa yang mambaca surah Yasin dipermulaan hari, segala hajatnya bagi hari itu dipenuhi.


Sesiapa yang membaca surah al-Waqiah pada tiap-tiap malam kebuluran/kepapaan tidak akan menima dirinya.

Selain daripada pahala yang disebut sebelum ini, pahala membaca dalam solat dan pahala membaca dengan berwuduk lebihbesar ganjarannya daripada tidak berwuduk. Berpandukan Hadis Rasulullah s.a.w yang panjang dapat disimpulkan seperti berikut:

1. Pahala membaca Al-Quran dalam solat bagi tiap-tiap satu huruf seratus kebajikan.
2. Pahala membaca dengan berwuduk di luar solat bagi tiap-tiap satu huruf sepuluh kebajikan.



KELEBIHAN MEMBACA AL-QURAN

Orang yang selalu membaca Al-Quran semata-mata kerana Allah diberi kelebihan yang tinggi dan berbeza semasa mereka masih hidup ataupun sesudah berada di akhirat di samping kemuliaan yang dikurniakan kepada orang yang membaca Al-Quran kelebihan melimpah juga kepada kedua ibubapanya.

Hadis dari Rasulullah s.a.w yang berbunyi:

Sesiapa yang membaca Al-Quran dan beramal dengan apa yang terkandung di dalamnya, ibubapanya akan dipakaikan mahkota pada hari kiamat yang sinarannya akan melebihi daripada cahaya matahari jika matahari itu berada di dalam rumah-rumahnya di dunia ini. Jadi bayangkanlah bagaimana pula orang yang dirinya sendiri mengamalkan dengannya.

Al-Quran juga dapat memberi syafaat (pertolongan) yang paling tinggi di sisi Allah S.W.T di hari qiamat. Ini berpandukan kepada Hadis Rasulullah s.a.w yang berbunyi:

Tidak ada syafaat yang paling tinggi melainkan Al-Quran yang bukan Nabi dan bukan malaikat dan sebagainya.

Hadis lain daripada Othman Ibnu Affan r.a dari Rasulullah s.a.w yang berbunyi:

Sebaik-baik kamu yang mempelajari Al-Quran dan mengajarnya kepada orang lain.



KERUGIAN MEREKA YANG TIDAK MEMBACA AL-QURAN

Dalam hadis Rasulullah s.a.w baginda ada menyebut tentang orang yang tidak ada langsung membaca Al-Quran dan rongga mulutnya kosong dengan ayat-ayat Al-Quran seperti rumah yang kosong dari penghuni.

Hadis dari Rasulullah s.a.w berbunyi:

Sesungguhnya orang yang tidak ada pada rongganya sedikitpun daripada Al-Quran seperti rumah yang ditinggalkan kosong.



ADAB MEMBACA AL-QURAN

Seseorang yang membaca Al-Quran seolah-olah ia berada di sisi Allah S.W.T dan bermunajat kepadaNya maka hendaklah menjaga adab-adab yang tertentu yang layak di sisi tuhan Yang Maha Agong lagi Maha Mulia. Ulamak-ulamak muktabar telah menggariskan beberapa adab sebagai panduan sepeti berikut:

1. Hendaklah sentiasa suci pada zahir dan batin kerana membaca Al-Quran adalah zikir yang paling afdal (utama) dari segala zikir yang lain.

2. Hendaklah membaca di tempat yang suci dan bersih yang layak dengan kebesaran Yang Maha Agong dan ketinggian Al-Quranul Karim. Para Ulamak berpendapat sunat membaca Al-Quran di Masjid iaitu tempat yang bersih dan mulia di samping dapat menambah kelebihan pahala-pahala iktiqaf.

3. Hendaklah memakai pakaian yang bersih, cantik dan kemas.

4. Hendaklah bersugi dan membersihkan mulut. Melalui mulut tempat mengeluarkan suara menyebut ayat Al-Quran. Hadis Rasulullah s.a.w berbunyi:
      Sesungguhnya mulut-mulut kamu adalah merupakan jalan-jalan lalunya Al-Quran maka peliharalah dengan bersugi.

      Berkata Yazid bin Abdul Mallek:
      Sesungguhnya mulut-mulut kamu adalah merupakan jalan-jalan lalunya Al-Quran maka peliharalah dengan bersugi.
5. Hendaklah melahirkan di dalam ingatan bahawa apabila membaca Al-Quran seolah-olah berhadapan dengan Allah dan bacalah dalam keadaan seolah-olah melihat Allah S.W.T. Walaupun kita tidak dapat melihat Allah sesungguhnya Allah tetap melihat kita.

6. Hendaklah menjauhkan diri dari ketawa dan bercakap kosong ketika membaca Al-Quran.

7. Jangan bergurau dan bermain-main ketika sedang membaca Al-Quran.

8. Hendaklah berada dalam keadaan tenang dan duduk penuh tertib. Jika membaca dalam keadaan berdiri hendaklah atas sebab yang tidak dapat dielakkan adalah harus.

9. Setiap kali memulakan bacaan lebih dahulu hendaklah membaca Istiazah: (A'uzubillahiminasy-syaitannirrajim).
      Kerana memohon perlindungan dari Allah dari syaitan yang kena rejam.

10. Kemudian diikuti dengan membaca basmallah: (Bismillahirrahmanirrahim).
      Hendaklah membaca Bismillah itu pada tiap-tiap awal surah kecuali pada surah At-Taubah.

11. Hendaklah diulang kembali membaca Istiazah apabila terputus bacaan di luar daripada Al-Quran.

12. Hendaklah membaca dengan Tartil (memelihara hukum Tajwid). Secara tidak langsung menambah lagi minat kepada penghayatan ayat-ayat yang dibawa dan melahirkan kesan yang mendalam di dalam jiwa.
      Firman Allah S.W.T:

      Kami membaca Al-Quran itu dengan tartil.
(Surah Al-Furqan: 32)
      Hendaklah kamu membaca Al-Quran dengan tartil.
(Surah Al-Muzammmil: 4)


      Pengertian Tartil pada bahasa:

      Memperkatakan sesuatu perkara itu dengan tersusun dan dapat difahami serta tanpa gopoh-gopoh.

      Menurut Istilah Tajwid ialah membaca Al-Quran dalam tenang dan dapat melahirkan sebutan huruf dengan baik serta meletakkan bunyi setiap huruf tepat pada tempat-tempatnya.

      Saidina Ali k.w berkata:

      Pengertian tartil ialah mentajwidkan akan huruf-huruf Al-Quran dan mengetahui wakaf-wakafnya.

13. Hendaklah berusaha memahami ayat-ayat yang dibaca sehingga dapat mengetahui tujuan Al-Quran diturunkan oleh Allah S.W.T.
      Allah S.W.T. berfirman:

      Inilah Al-Quran yang memimpin jalan yang lurus.
      (Surah Al-Israi’: 9)

      Firman Allah S.W.T.:

      Kami turunkan Al-Quran sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang mukminin.
(Surah Al-Isra’: 82)

      Firman Allah S.W.T. lagi:

      Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu dengan penuh barakah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.
      (Surah Sad: 29)

14. Hendaklah menjaga hak tiap-tiap huruf sehingga jelas sebutannya kerana tiap-tiap satu huruf mengandungi sepuluh kebajikan. Hadis dari Rasulullah s.a.w berbunyi:

      Diriwayatkan dari Tirmizi dari Abdullah bin Masud daripada Rasulullah s.a.w telah bersabda sesiapa yang membaca satu huruf daripada Kitabullah (Al-Quran) maka baginya satu kebajikan dan setiap kebajikan sepuluh kali gandanya. Aku tidak mengatakan Alif Laam Miim satu huruf tetapi Alif satu huruf, Lam satu huruf dan Mim satu huruf.

15. Hendaklah membaca al-Quran mengikut tertib Mashaf. Dilarang membaca dengan cara yang tidak mengikut susunan kecuali diceraikan surah-surah dengan tujuan mengajar kanak-kanak adalah diharuskan.

16. Hendaklah berhenti mambaca apabila terasa mengantuk dan menguap kerana seseorang yang sedang membaca Al-Quran ia bermunajat kepada Allah dan apabila menguap akan terhalang munajat itu kerana perbuatan menguap adalah dari syaitan.
      Berkata Mujahid:
      Apabila kamu menguap ketika membaca Al-Quran maka berhentilah dari membaca sebagai menghormati Al-Quran sehingga selesai menguap.

17. Hendaklah meletakkan Al-Quran di riba atau di tempat yang tinggi dan jangan sekali-kali meletakkannya di lantai atau di tempat yang rendah. Sabda Rasulullah s.a.w berbunyi:
      Ubaidah Mulaiki r.a meriwayatkan bahawa Rasulullah s.a.w bersabda: 
      “Wahai kaum ahli-ahli Al-Quran jangan gunakan Al-Quran sebagai bantal tetapi hendaklah kamu membacanya dengan teratur siang dan malam.”

18. Hendaklah memperelokkan bacaan dan menghiaskannya dengan suara yang baik.
      Sabda Nabi s.a.w dalam sebuah hadis:

      Telah bersabda Nabi Muhammad saw, hiasilah Al-Quran dengan suara-suara kamu.

19. Setiap bacaan hendaklah disudahi dengan membaca:
      (Sadaqallahul’azim).

20. Disunatkan berpuasa di hari khatam Al-Quran dan diikuti dengan mengumpul ahli keluarga dan sahabat handai bersama-sama di dalam hari khatam Al-Quran. Dalam sebuah hadis ada menjelaskan kelebihan orang yang telah khatam Al-Quran menerusi sebuah hadis yang berbunyi:
      Telah bersabda Nabi Muhammad s.a.w, sesiapa yang telah khatam Al-Quran baginya doa yang dimakbulkan.


SURAH-SURAH DALAM AL-QURAN
Nombor SurahNama SurahBilangan AyatTempat Turun AyatTertib Penurunan Ayat
1Al-Faatihah7Makkiyyah5
2Al-Baqarah286Madaniyyah87
3Al-Imraan200Madaniyyah89
4An-Nisaa'176Madaniyyah92
5Al-Maa'idah120Madaniyyah112
6Al-An'aam165Makkiyyah55
7Al A'Raf206Makkiyyah39
8Al-Anfaal75Madaniyyah88
9At-Taubah129Madaniyyah113
10Yunus109Makkiyyah51
11Hud123Makkiyyah52
12Yusuf111Makkiyyah53
13Ar-Ra'd43Madaniyyah96
14Ibrahim52Makkiyyah72
15Al-Hijr99Makkiyyah54
16An-Nahl128Makkiyyah70
17Al- Israa'111Makkiyyah50
18Al-Kahfi110Makkiyyah69
19Maryam98Makkiyyah44
20Taha135Makkiyyah45
21Al-Anbiyaa'112Makkiyyah73
22Al-Hajj78Madaniyyah103
23Al-Mu'minuun118Makkiyyah74
24An-Nur64Madaniyyah102
25Al-Furqaan77Makkiyyah42
26Asy-Syu'araa'227Makkiyyah47
27An-Naml93Makkiyyah48
28Al-Qasas88Makkiyyah49
29Al-'Ankabuut69Makkiyyah85
30Ar-Ruum60Makkiyyah84
31Luqman34Makkiyyah57
32As-Sajdah30Makkiyyah75
33Al-Ahzaab73Madaniyyah90
34Saba'54Makkiyyah58
35Faatir45Makkiyyah43
36Yaa siin83Makkiyyah41
37As-Saaffaat182Makkiyyah56
38Saad88Makkiyyah38
39Az-Zumar75Makkiyyah59
40Al Mu'min85Makkiyyah60
41Fussilat54Makkiyyah61
42Asy Syura53Makkiyyah62
43Az-Zukhruf89Makkiyyah63
44Ad-Dukhaan59Makkiyyah64
45Al-Jaathiyah37Makkiyyah65
46Al-Ahqaaf35Makkiyyah66
47Muhammad38Madaniyyah95
48Al-Fat-h29Madaniyyah111
49Al-Hujuraat18Madaniyyah106
50Qaaf45Makkiyyah34
51Adz-Dzaariyaat60Makkiyyah67
52At-Tuur49Makkiyyah76
53An-Najm62Makkiyyah23
54Al-Qamar55Makkiyyah37
55Ar-Rahmaan78Madaniyyah97
56Al-Waaqi'ah96Makkiyyah46
57Al-Hadiid29Madaniyyah94
58Al-Mujaadalah22Madaniyyah105
59Al-Hasyr24Madaniyyah101
60Al-Mumtahanah13Madaniyyah91
61As-Saff14Madaniyyah109
62Al-Jumu'ah11Madaniyyah110
63Al-Munaafiquun11Madaniyyah104
64At-Taghaabun18Madaniyyah108
65At-Talaaq12Madaniyyah99
66At-Tahriim12Madaniyyah107
67Al-Mulk30Makkiyyah77
68Al-Qalam52Makkiyyah2
69Al-Haaqqah52Makkiyyah78
70Al-Ma'aarij44Makkiyyah79
71Nuh28Makkiyyah71
72Al-Jinn28Makkiyyah40
73Al-Muzzammil20Makkiyyah3
74Al-Muddaththir56Makkiyyah4
75Al-Qiyamah40Makkiyyah31
76Al-Insaan31Madaniyyah98
77Al- Mursalaat50Makkiyyah33
78An-Naba'40Makkiyyah80
79An-Naazi'aat46Makkiyyah81
80'Abasa42Makkiyyah24
81At-Takwiir29Makkiyyah7
82Al- Infitaar19Makkiyyah82
83Al-Mutaffifiin36Makkiyyah86
84Al-Insyiqaaq25Makkiyyah83
85Al-Buruuj22Makkiyyah27
86At-Taariq17Makkiyyah36
87Al-A'laa19Makkiyyah8
88Al-Ghaasyiyah26Makkiyyah68
89Al-Fajr30Makkiyyah10
90Al-Balad20Makkiyyah35
91Asy-Syams15Makkiyyah26
92Al-Lail21Makkiyyah9
93Adh-Dhuha11Makkiyyah11
94Al-Insyiraah8Makkiyyah12
95At-Tiin8Makkiyyah28
96Al-'Alaq19Makkiyyah1
97Al-Qadr5Makkiyyah25
98Al-Bayyinah8Madaniyyah100
99Az-Zalzalah8Madaniyyah93
100Al- 'Aadiyaat11Makkiyyah14
101Al-Qaari'ah11Makkiyyah30
102At-Takaathur8Makkiyyah16
103Al- 'Asr3Makkiyyah13
104Al- Humazah9Makkiyyah32
105Al- Fiil5Makkiyyah19
106Quraisy4Makkiyyah29
107Al- Maa'uun7Makkiyyah17
108Al- Kauthar3Makkiyyah15
109Al Kaafiruun6Makkiyyah18
110An Nasr3Madaniyyah114
111Al- Masad5Makkiyyah6
112Al- Ikhlaas4Makkiyyah22
113Al- Falaq5Makkiyyah20
114An- Naas6Makkiyyah21




PERINGATAN

1. Pembacaan Bismillah diambilkira sebagai ayat dalam surah AL-FAATIHAH. 

2. Surah At-Taubah pada asalnya tidak dimulakan dengan Bismillah. 

3. Jumlah Surah ialah 114 

5. Jumlah Surah Makkiyyah ialah 86

6. Jumlah Surah Madaniyyah ialah 28

7. Jumlah ayat ialah 6239




Sumber : Pengenalan Al - Qur'an