Jumat, 07 Oktober 2011



Segala puji bagi Allah semata, kita memuji, memohon pertolongan, dan ampunan kepada -Nya. Kita berlindung kepada Allah SWTdari kejahatan diri kita dan keburukan amal perbuatan kita. Barangsiapa yang Allah SWT memberikan petunjuk kepadanya maka tidak ada yang bisa menyesatkannya, dan barangsiapa yang Dia sesatkan maka tidak ada yang bisa memberi petunjuk kepadanya. Dan aku bersaksi bahwa tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Allah SWTsemata, tiada sekutu bagi -Nya, dan Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul -Nya. semoga rahmat dan kesejahteraan Allah SWT selalu tercurah kepadanya serta keluarganya. Wa Ba’du:
Sesungguhnya nafsu syahwat mempunyai kekuatan terhadap jiwa, kekuasaan dan keteguhan terhadap hati, karena sebab itu maka meninggalkannya sangat berat dan berlepas diri darinya teramat susah. Akan tetapi orang yang bertaqwa kepada Allah SWT tentu Dia menjaganya dan barangsiapa yang memohon pertolongan kepada -Nya niscaya Dia menolongnya.
وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.. (QS. ath-Thalaq:3)
Sesungguhnya orang yang meninggalkan kesenangan dan kebiasaan bukan karena Allah SWT tentu akan mendapatkan kesusahan luar biasa, sebaliknya orang yang meninggalkannya ikhlas karena Allah SWT, maka ia tidak merasakan susah dalam meninggalkannya kecuali di saat yang pertama, untuk diuji apakah dia benar dalam meninggalkannya atau dusta. Jika ia sabar di atas sedikit kesusahan niscaya berubah menjadi kenikmatan. Setiap kali bertambah keterasingan pada yang diharamkan dan jiwa merasa ingin melakukannya serta banyak sekali penggoda untuk terjerumus di dalamnya niscaya bertambah besar pahala dalam meninggalkannya dan berlipat ganda ganjaran dalam melawan hawa nafsu untuk berlepas diri darinya.
Kecenderungan tabiat manusia kepada nafsu syahwat tidak bertentangan dengan sifat taqwa, apabila ia tidak melakukannya dan selalau melawan hawa nafsunya untuk membencinya, bahkan hal itu termasuk jihad dan bagian dari taqwa. Kemudian, sesungguhnya orang yang meninggalkan sesuatu karena Allah SAW niscaya Allah SWTmenggantikan untuknya yang lebih baik darinya.  Dan gantian dari Allah SWTada beraneka ragam, dan yang terbesar adalah:  Jinak kepada Allah SWT, mencintai -Nya, ketenangan hati dengan berzikir kepada -Nya, kekuatan dan ridhanya kepada Rabb-nya, diserta balasan selagi masih di dunia, ditambah balasan yang sempurna di akhirat. Berikut ini adalah beberapa contoh balasan lebih baik yang diberikan Allah SWTkepada orang yang meninggalkan maksiat karena Allah SWT:
Barangsiapa yang meninggalkan meminta-minta, berharap banyak dan menumpahkan air mata di hadapan manusia, dan dia menggantungkan harapannya hanya kepada Allah SWT semata niscaya Allah SWT menggantikan yang lebih baik dari yang dia tinggalkan. Maka Dia memberikan kepadanya kemerdekaan hati, kemuliaan jiwa, dan tidak berharap dari makhluk.
وَمَنْ يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ اللهُ وَمْن يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللهُ
"Barangsiapa yang berusaha sabar niscaya Allah SWTmemberikan kesabaran kepadanya, dan barangsiapa menahan diri (dari meminta-minta) niscaya Allah SWT mencukupkannya."
  1. Barangsiapa yang tidak menentang taqdir Allah SWT, lalu ia menyerahkan semua urusannya kepada Rabb-nya, pasti Allah SWT memberikan sifat ridha dan yaqin, dan saya meyakini bahwa ia termasuk akhir yang baik yang tidak terlintas di hati.
  2. Barangsiapa yang tidak pergi kepada peramal dan tukang sihir niscaya Allah SWT memberikan kesabaran kepadanya, bertawakal secara benar dan merealisasikan tauhid.
  3. Barangsiapa yang tidak bergelimang di atas dunia, pasti Allah SWT mengumpulkan perkaranya, memberikan kekayaan di dalam hatinya, dan dunia datang kepadanya sedangkan dia tidak terlalu berharap.
  4. Barangsiapa yang tidak takut kepada selain Allah SWT dan mengesakan Allah SWT dengan rasa takut, niscaya dia selamat dari segala ilusi dan Allah SWT memberikan rasa aman kepadanya dari segala sesuatu, maka segala rasa takutnya menjadi rasa aman, dingin dan kesejahteraan.
  5. Barangsiapa yang meninggalkan dusta dan selalu jujur dalam segala hal niscaya ia diberi petunjuk  kepada kebaikan dan dia di sisi Allah SWT termasuk orang yang shiddiq (jujur), diberikan lisan (sebutan) yang benar di antara manusia, maka mereka menjadikannya pemimpin, memuliakan, dan mendengarkan ucapannya.
  6. Barangsiapa yang meninggalkan perdebatan, sekalipun dia benar niscaya diberikan jaminan untuknya rumah di pinggiran surga, selamat dari pertengkaran, terjaga di atas kebersihan hatinya dan selamat dari terbuka aibnya.
  7. Barangsiapa yang tidak menipu dalam jual beli niscaya bertambah kepercayaan manusia kepadanya dan banyak yang mencari barangnya.
  8. Barangsiapa yang meninggalkan riba dan usaha yang buruk niscaya Allah SWT memberikan berkah dalam rizqinya dan membuka baginya pintu-pintu kebaikan dan keberkahan.
  9. Barangsiapa yang meninggalkan pandangan yang haram niscaya Allah SWT menggantikannya dengan firasat yang benar, cahaya dan kejelasan, serta kenikmatan yang didapatkannya di hatinya.
  10. Barangsiapa yang meninggalkan sikap pelit, mengutamakan sikap pemurah niscaya manusia menyukainya, dekat dari Allah SWT dan dari surga, selamat dari duka cita, sakit hati, dan dada sempit, menaikan tangga kesempurnaan dan tingkatan keutamaan
وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
"Dan barangsiapa yang dipelihara kebakhilan dirinya maka merekalah orang-orang yang beruntung."
  1. Barangsiapa yang meninggalkan sikap sombong dan selalu berakhlak tawadhu' (rendah hati) niscaya sempurna kepemimpinannya, tinggi kedudukannya, dan keutamaannya mencapai puncak. Rasulullah SAW bersabda dalam riwayat Muslim:
وَمَنْ تَوَاضَعَ ِللهِ رَفَعَهُ
"Barangsiapa yang rendah hati karena Allah SWT niscaya Dia meninggikannya."
  1. Barangsiapa yang meninggalkan tidur dan selalu mendirikan shalat karena Allah SWT niscaya Dia memberikannya kesenangan, rajin dan rasa akrab dalam ibadah.
  2. Barangsiapa yang meninggalkan rokok, segala yang memabokan dan menghilangkan akal niscaya Allah SWT menolongnya, memberikan kelembutan dari sisi -Nya, kesehatan dan kebahagiaanhakiki, bukan kebahagiaan semu yang berlalu.
14.  Barangsiapa yang meninggalkan membalas dendam, padahal dia mampu melakukannya, niscaya Allah SWT memberikan rasa lapang dalam dadanya, senang di hati. Maka di dalam pemberian maaf terdapat rasa tenang, manis, kemuliaan jiwa dan ketinggiannya yang tidak ada bandingnya. Nabi bersabda:
وَمَا زَادَ اللهُ عَبْدًاً بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّاً
"Dan Allah SWT tidak menambah kepada hamba dengan sikap maaf kecuali kemuliaan."
  1. Barangsiapa yang meninggalkan teman yang jahat yang merupakan puncak kesenangannya niscaya Allah SWT menggantikannya teman-teman yang baik yang dia mendapatkan kesenangan dan faedah di sisi mereka, serta memperoleh kebaikan dunia dan akhirat dari persahabatan dan pergaulan dengan mereka.
  2. Barangsiapa yang meninggalkan banyak makan niscaya ia selamat dari kegemukan dan segala penyakit, karena barangsiapa yang banyak makan niscaya ia banyak minum, lalu banyak tidur, selanjutnya ia banyak rugi.
  3. Barangsiapa yang tidak menunda-nunda dalam membayar hutang niscaya Allah SWT menolongnya dan membayarkan untuknya, bahkan Allah SWT pasti menolongnya.
  4. Barangsiapa yang meninggalkan marah niscaya ia menjaga kemuliaan dan kewibawaan dirinya, terhindar dari kehinaan meminta maaf dan konsekwensi penyesalan, serta termasuk dalam golongan orang-orang yang bertaqwa (الكاظمين الغيظ) "orang-orang yang menahan amarah". Seorang laki-laki datang kepada Nabi seraya berkata: Ya Rasulullah, berilah wasiat kepadaku. Beliau bersabda: 'Janganlah engkau marah." HR. al-Bukhari.  Al-Mawardi rahimahullah berkata: Maka sudah sepantasnya bagi orang yang memiliki akal lurus dan pertimbangan yang kuat agar menghadapi kekuatan marah dengan sikap hilmnya (santunnya) maka ia bisa menahannya, dan mengimbangi dorongan kejahatannya dengan pertimbangannya maka ia bisa menahannya, agar dia mendapatkan kebaikan yang terbesar dan beruntung dengan kesudahan yang terpuji.
Dan dari Abu Ablah, ia berkata, 'Pada suatu hari, Umar bin Abdul Aziz sangat marah kepada seorang laki-laki, lalu dia menyuruh untuk dibawa ke hadapannya, lalu laki-laki itu dibawa kehadapannya dan diikat dengan tali dan dibawakan cambuk. Lalu Umar bin Abdul Aziz rahimahullah berkata: Lepaskanlah dia. Sesungguhnya jika bukan karena aku sangat marah niscaya aku menghukum engkau.' Kemudian ia membaca:  (الكاظمين الغيظ) "orang-orang yang menahan amarah"
  1. Barangsiapa menghindarkan diri dari terjerumus dalam kehormatan manusia dan mengungkapkan aib mereka niscaya ia digantikan dengan keselamatan dari keburukan mereka dan diberikan rizqi melihat pada dirinya. Ahnaf bin Qais R.A berkata: "Barangsiapa yang bersegera kepada manusia yang tidak mereka sukai, niscaya mereka berkata padanya sesuatu yang tidak mereka ketahui.' Dan seorang wanita badawi berpesan kepada anaknya: 'Jauhilah mengurusi kekurangan orang lain maka (jika engkau melakukan hal itu, niscaya) engkau akan menjadi sasaran, dan sudah pasti sasaran tidak bisa bertahan karena banyaknya anak panah. Dan sedikit sekali anak panah memalingkan sasaran sampai ia menjadi lemah karena saking kuatnya. Imam asy-Syafiirahimahullah berkata:
المرء إن كان مؤمناً ورعاً *** أشغله عن عيوب الورى ورعه
كما السقيم العليل أشغله *** عن وجع الناس كلهم وجعه
Seseorang, jika ia beriman serta bersikap wara', Niscaya sifat wara'nya menghalanginya dari (memperhatikan) keaiban manusia (orang lain)
Sebagaimana orang sakit saat menderita, rasa sakitnya membuat dia tidak sempat memikirkan  penyakit semua manusia.
20.  Barangsiapa yang meninggalkan pertengkaran dengan orang-orang bodoh dan berpaling dari orang-orang jahil niscaya ia menjaga kehormatannya, melapangkan dirinya dan selamat dari mendengarkan yang menyakitinya.
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
Jadilah engkau pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. (QS. al-A'raaf:199)
  1. Barangsiapa yang meninggalkan sifat dengki pastilah ia selamat dari bahayanya yang beraneka ragam. Sifat hasad adalah penyakit berbahaya, racun yang membunuh, lorong yang rusak, dan perilaku yang tercela. Dan di antara tercelanya sifat hasad bahwa ia mengarah kepada orang terdekat dari karib kerabat, kenalan terdekat dan saudara-saudara. Sebagian orang yang bijak berkata: Aku tidak pernah melihat orang zalim yang lebih menyerupai dengan yang dizalim selain orang yang pendengki, jiwa yang sengsara, selalu berduka cita dan hati yang bingung.
22.  Barangsiapa yang selamat dari sifat buruk sangka (su`uzh zhann) niscaya ia selamat dari kekacaun jiwa dan fikiran yang terganggu. Maka buruk sangka merusak rasa cinta dan menarik sakit hati dan kekacuan jiwa. Karena inilah Allah SWT memeperingatkan darinya:
: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيراً مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثم
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa (QS. al-Hujurat:12)
Dan Nabi SAW bersabda:
إياكم والظن فإن الظن أكذب الحديث
"jauhilah prasangka, maka sesungguhnya prasangka itu adalah pembicaraan paling dusta." HR. al-Bukhari dan Muslim.
  1. Barangsiapa yang menjauhi sifat malas dan maju di atas kesungguhan dan bekerja keras niscaya tinggilah semangatnya dan diberikan berkah pada waktunya, lalu ia mendapatkan kebaikan yang banyak di waktu yang sedikit.
Dan barangsiapa yang meninggalkan kenikmatan niscaya ia mendapatkan cita-cita dan barangsiapa yang tenggelam dalam kenikmatan niscaya ia menggigit tangan (menyesal).
  1. Barangsiapa yang meninggalkan mencari ketenaran dan suka terkenal niscaya Allah SWT mengangkat sebutannya (namanya), menyebarkan keutamaannya dan datanglah ketenarannya yang menyeret ujung kainnya (tanpa dikehendakinya).
  2. Barangsiapa yang meninggalkan sikap durhaka, maka ia menjadi berbakti kepada kedua orangnya, niscaya Allah SWT ridha kepadanya, memberikan karunia anak-anak yang berbakti dan memasukkannya ke dalam surga di akhirat.
  3. Dan barangsiapa siapa yang meninggalkan sikap memutuskan silatur rahim, lalu ia menyambung hubungan silatur rahim kepada mereka, menyayangi mereka, dan bertaqwa kepada Allah SWT pada mereka, niscaya Allah SWT meluaskan rizqinya, memanjangkan umurnya, dan ia senantiasa ada penolong dari Allah SWT yang menyertainya selama ia tetap menyambung hubungan silaturrahim.
  4. Barangsiapa yang meninggalkan cinta (kepada manusia), memutuskan sebab-sebabnya, menelan pahitnya berpisah di dalam langkah pertama, dan menghadap kepada Allah SWT secara menyeluruh, niscaya ia diberikan hiburan, kemuliaan jiwa, selamat dari kepedihan yang mendalam, kehinaan dan tertawan, hatinya dipenuhi kebebasan dan cinta kepada Allah SWT, cinta itulah yang menyatukan hatinya yang tercabik-cabik, menutup kekosongannya, mengenyangkan rasa laparnya, mengkayakannya dari kefakiran. Maka tidak beruntung, tidak baik dan tidak tenang, serta tidak tenteram kecuali dengan beribadah kepada Rabb-nya, mencintai-Nya, dan kembali kepada -Nya.
  5. Barangsiapa yang meninggalkan bermuka masam dan mengerutkan kening, dan bersifat dengan muka manis dan wajah berseri, niscaya lembutlah budi pekertinya, haluslah perilakunya, banyaklah yang mencintainya, dan sedikit orang yang mencelanya. Nabi bersabda: :تبسُّمك في وجه أخيك صدقة "Senyumanmu di wajah saudaramu adalah sedakah." HR. at-Tirmidizi dan ia berkata: hadits hasan gharib.  Ibnu Aqil al-Hanbali rahimahullah berkata: 'Muka manis menjinakan akal dan pendorong untuk diterima, dan bermuka masam adalah sebaliknya.
Sebagai kesimpulan, maka barangsiapa yang meninggalkan sesuatu (yang dilarang) karena Allah SWT niscaya Allah SWT memberikan kebaikan untuknya sebagai penggantinya, maka balasan dari jenis amal perbuatan:
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْراً يَرَهُ . وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرّاً يَرَهُ.
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. * Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula. (QS. az-Zalzalah:7-8)
Dan contoh orang yang meninggalkan sesuatu karena Allah SWT lalu Allah SWT memberikan untuknya yang lebih baik sebagai penggantinya:
Dan apabila engkau ingin melihat contoh nyata, yang menjelaskan kepadamu bahwa siapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah SWT, niscaya Allah SWT menggantikan yang lebih baik untuknya. Perhatikanlah kisah nabi Yusuf AS bersama istri al-Aziz, wanita itu menggodanya namun ia tetap menjaga diri, padahal ia bisa melakukan maksiat itu. Pada diri nabi Yusuf terkumpul sesuatu yang tidak ada pada diri orang lain, dan jika terkumpul semuanya atau sebagiannya pada diri orang lain kemungkinan ia memenuhi ajakan tersebut. Bahkan sebagian orang ada yang pergi dengan sendirinya menuju tempat-tempat fitnah dan berusaha melakukannya dengan dirinya sendiri, kemudian ia kembali dengan kerugian yang nyata di dunia dan akhirat, jika Allah SWT tidak memberikan rahmat -Nya kepadanya.
Adapun nabi Yusuf AS, segala pendorong melakukan perbuatan zina terkumpul pada dirinya, yaitu:
  1. Dia seorang pemuda, dan dorongan pemuda untuk berbuat zinah sangat kuat.
  2. Dia seorang bujangan, tidak ada yang tempat untuk melampiaskan nafsu syahwatnya.
  3. Dia adalah warga pendatang, dan warga pendatang tidak merasa malu di tempat perantauannya sebagaimana dia merasa malu saat berada di antara teman-teman dan kenalannya.
  4. Dia seorang budak, dia telah dibeli dengan harga yang murah. Dan seorang budak tidak seperti orang yang merdeka.
  5. Sesungguhnya wanita itu sangat cantik.
  6. Wanita itu punya kedudukan yang tinggi.
  7. Dia adalah majikannya.
  8. Tidak ada yang mengawasi.
  9. Dia telah menyerahkan diri kepadanya.
  10. Dia telah menutup semua pintu.
  11. Dialah yang mengajak untuk melakukan hal itu.
  12. Dia sangat ingin melakukan hal itu.
  13. Sesungguhnya wanita itu telah mengancam memberikan hukuman jika ia menolak.
Kendati demikian ia memilih sabar karena mengutamakan dan memilih yang ada di sisi Allah SWT. Maka Ia memperoleh keberuntungan dan kemuliaan di dunia dan surga di akhirat. Sungguh pada akhirnya ia menjadi majikan dan istri al-Aziz itu akhirnya menjadi seperti budak di sisinya. dan disebutkan bahwa wanita itu berkata: 'Maha suci (Allah SWT) yang telah menjadikan para raja menjadi budak karena perbuatan maksiat itu, dan menjadikan para budak sebagai raja karena perbuatan taat itu."
Maka sudah seharusnya orang yang berakal agar bersabar dalam segala perkara dan melihat akibatnya, tidak mengutamakan kenikmatan sesaat yang fana di atas kenikmatan akhirat yang kekal.
Semoga rahmat dan kesejahteraan Allah SWT selalu tercurah kepada nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.
by Dr. Muhammad bin Ibrahim al-Hamd

Makna Ibadah dan Hakikatnya

Jangan lupa membagikan artikel ini setelah membacanya

Pengertian ibadah:
Yang berhak disembah hanya Allah SWT semata, dan ibadah digunakan atas dua hal;
1. Pertama: menyembah, yaitu merendahkan diri kepada Allah SWT dengan melakukan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya karena rasa cinta dan mengagungkan-Nya.
2. Kedua: Yang disembah dengannya, yaitu meliputi segala sesuatu yang dicintai dan diridhahi oleh Allah SWT berupa perkataan dan perbuatan, yang nampak dan tersembunyi seperti, doa, zikir, shalat, cinta, dan yang semisalnya. Maka melakukan shalat misalnya adalah merupakan ibadah kepada Allah SWT. Maka kita hanya menyembah Allah SWT semata dengan merendahkan diri kepada-Nya, karena cinta dan mengagungkan-Nya, dan kita tidak menyembahnya kecuali dengan cara yang telah disyari'atkan-Nya.
Hikmah Dari Penciptaan Jin dan Manusia.
Allah SWT tidak menciptakan jin dan manusia sebagai suatu yang sia-sia dan tidak berguna. Dia juga tidak menciptakan mereka untuk makan, minum, senda gurau dan bermain serta tertawa.
Dia menciptakan mereka tidak lain adalah untuk suatu perkara yang besar, untuk menyembah Allah SWT, mengesakan, mengagungkan, membesarkan, dan mentaati-Nya, dengan melakukan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, berhenti pada batas-batas-Nya (dengan tidak melanggar larangan-Nya) dan meninggalkan ibadah kepada selain-Nya. Sebagaimana firman-Nya SWT:
وَمَاخَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنسَ إِلاَّلِيَعْبُدُونِ
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (QS. Az-Zariyat :56)
Jalan Ubudiyah (beribadah)
Ibadah kepada Allah SWT dibangun di atas dua pondasi yang besar yaitu: cinta yang sempurna kepada Allah SWT dan ketundukan yang sempurna pada-Nya.
Dan keduanya juga dibangun di atas dua dasar yang besar, yaitu:
1-       Merasa diawasi oleh Allah SWT, dan mengingat nikmat, karunia, kebaikan, dan rahmat-Nya yang mengharuskan kita mencintai-Nya,
2-       Mengoreksi cacat dalam diri dan perbuatan yang menyebabkan kehinaan dan ketundukan yang sempurna kepada Allah SWT.
Pintu terdekat yang memasukkan hamba kepada Rabb-nya adalah pintu iftiqar (menghinakan diri) kepadaRabb-nya. Maka, dia tidak melihat dirinya kecuali seorang yang merugi, dan dia tidak melihat adanya kondisi, kedudukan, dan sebab pada dirinya yang dia bergantung padanya, tidak pula ada perantara yang bisa membantunya. Akan tetapi dia merasa sangat membutuhkan kepada Rabb-Nya SWT, dan jika dia meninggalkan hal tersebut diri darinya niscara dia rugi dan binasa. Firman Allah SWT:
وَمَابِكُم مِّن نِّعْمَةٍ فَمِنَ اللهِ ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَإِلَيْهِ تَجْئَرُونَ {53} ثُمَّ إِذَا كَشَفَ الضُّرَّ عَنكُمْ إِذَا فَرِيقٌ مِّنكُم بِرَبِّهِمْ يُشْرِكُونَ {54} لِيَكْفُرُوا بِمَآءَاتَيْنَاهُمْ فَتَمَتَّعُوا فَسَوْفَ تَعْلَمُونَ {55}
Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan. Kemudian apabila Dia telah menghilangkan kemudharatan itu daripada kamu, tiba-tiba sebahagian daripada kamu mempersekutukan Rabbnya dengan (yang lain), biarlah mereka mengingkari nikmat yang telah Kami berikan kepada mereka; maka bersenang-senaglah kamu. Kelak kamu akan mengetahui (akibatnya). (QS. An-Nahl :53-55)
Manusia Yang Paling Sempurna Ibdahnya
Orang yang paling sempurna dalm beribadah kepada Allah adalah para Nabi dan Rasul, karena mereka adalah orang yang paling tahu tentang Allah dan yang paling mengagungkan-Nya dibanding selain mereka, lalu Alah tambahkan kemuliaan mereka dengan menjadikannya sebagai rasul yang diutus kepada manusia, sehingga mereka memperoleh kemuliaan risalah dan kemulian khusus dalam beribadah.
Kemudian setelah mereka adalah para siddiqin yang sempurna dalam beriman kepada Allah dan para utusan-Nya serta istiqamah diatasnya, kemudian para syuhada dan orang-orang yang shaleh. Sebagaimana firman-Nya:
وَمَن يُطِعِ اللهَ وَالرَّسُولَ فَأُوْلاَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللهُ عَلَيْهِم مِّنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَآءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُوْلاَئِكَ رَفِيقًا {69}
Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.(QS. An-Nisa :69)
Hak Allah SWT Terhadap Hamba:
Hak Allah SWT terhadap penduduk langit dan bumi adalah agar mereka menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun, dengan cara ditaati maka tidak didurhakai, diingat maka tidak dilupakan, disyukuri maka tidak dikufuri. Maka siapakah yang tidak muncul darinya sesuatu yang menyelisihi apa yang dia diciptakan dengannya, baik karena lemah, bodoh, atau karena berlebihan dan karena kekurangan (dalam menjalankan perintah atau meninggalkan larangan).
Oleh karena itu seandainya Allah SWT mau menyiksa penduduk langit dan bumi, niscaya Dia menyiksanya dan Dia tidak berbuat zalim kepada mereka, dan jika Dia memberikan rahmat-Nya niscaya rahmat-Nya lebih baik daripada amal perbuatan mereka sendiri.
Dari Mu'azd bin Jabal r.a, ia berkata, "Saya membonceng Nabi SAW di atas keledai yang dinamakan 'afir,lalu 'Beliau SAW bersabda, 'Wahai Mu'adz, tahukah kamu apa hak Allah SWT terhadap hamba dan apa hak hamba kepada Allah SWT? Saya menjawab. 'Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.' Beliau bersabda,:'Sesungguhnya hak Allah SWT terhadap hamba adalah bahwa mereka menyembah Allah SWT dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan hak hamba terhadap Allah SWT adalah bahwa Dia SWT tidak akan  menyiksa orang yang tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun. Saya bertanya, 'Wahai Rasulullah, bolehlah saya memberitahukan kepada manusia?' Beliau menjawab, 'Jangan engkau beritakan kepada mereka, maka mereka menjadi enggan beramal (Muttafaqun 'alaih).[1]
Kesempurnaan Ubudiyah
1. Setiap hamba berbolak-balik di antara tiga perkara: (Pertama) nikmat-nikmat Allah SWT yang datang silih berganti kepadanya, maka kewajibannya adalah memuji dan bersyukur. (Kedua) Dosa  yang dikerjakannya, maka kewajibannya adalah meminta ampun darinya. Dan (ketiga) bala bencana yang ditimpakan Allah SWT kepadanya, maka kewajibannya adalah sabar. Barangsiapa yang melaksanakan tiga kewajiban ini, niscaya ia beruntung di dunia dan di akhirat.
2. Allah SWT menguji hamba-Nya untuk menguji kesabaran dan ubudiyah mereka, bukan untuk membinasakan dan menyiksa mereka. Maka, hak Allah SWT terhadap hamba-Nya adalah ubudiyah/penyembahan  di waktu susah, sebagaimana kepada-Nya ubudiyah di kala senang. Kepada-Nya ubudiyah pada sesuatu yang dibenci, sebagaimana untuk-Nya ubudiyah pada sesuatu yang disukai. Mayoritas manusia memberikan ubudiyah/penyembahan pada sesuatu yang mereka sukai, dan perkaranya adalah memberikan ubudiyah pada yang dibenci. Mereka saling berbeda dalam hal itu. Berwudhu dengan air dingin pada saat panas yang luar biasa dan menikahi istrinya yang cantik adalah ubudiyah/ibadah. Dan berwudhu dengan air dingin pada saat dingin yang menusuk tulang adalah ibadah. Meninggalkan maksiat yang disenangi nafsu tanpa ada rasa takut kepada manusia adalah ibadah, dan sabar terhadap rasa lapar dan sakit adalah ibadah, akan tetapi terdapat perbedaan di antara dua ibadah.
Maka, barangsiapa yang selalu beribadah kepada Allah SWT di saat senang dan susah, dalam kondisi yang dibenci dan disukai, maka dia termasuk hamba Allah SWT yang tidak ada rasa takut atas mereka dan mereka tidak berduka cita. Musuhnya tidak bisa menguasainya, maka Allah SWT menjaganya. Akan tetapi kadang syetan memperdayanya. Seseorang hamba diberi cobaan dengan lupa, syahwat, dan marah. Dan masuknya syetan  terhadap hamba berawal dari tiga pintu ini. Allah SWT menguasakan (memberikan otoritas) nafsu, keinginan dan syetannya kepada setiap hamba dan mengujinya, apakah dia mentaatinya atau mentaati Rabb-nya.
Allah SWT memiliki perintah-perintah kepada manusia dan nafsu juga memiliki perintah-perintah. Allah SWT menghendaki kesempurnaan iman dan amal shaleh dari manusia, dan nafsu menghendaki kesempurnaan harta dan syahwat. Allah SWT menghendaki amal perbuatan untuk akhirat dari kita dan nafsu menghendaki perbuatan untuk dunia. Iman adalah jalan keselamatan dan lampu lentera yang dengannya dia melihat kebenaran dari yang lainnya dan inilah tempat cobaan.
أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا ءَامَنَّا وَهُمْ لاَيُفْتَنُونَ {2} وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ {3}
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan:"Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?  Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (QS. Al-'Ankabuut:2-3)
وَمَآأُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلاَّ مَارَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَّحِيمٌ {53}
Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Rabbku. Sesungguhnya Rabbku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Yusuf:53)
فَإِن لَّمْ يَسْتَجِيبُوا لَكَ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يَتَّبِعُونَ أَهْوَآءَهُمْ وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِّنَ اللهِ إِنَّ اللهَ لاَيَهْدِى الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ {50}
3- Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu), ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka).Dan siapakah yang lebih sesat dari pada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun.Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (QS. Al-Qashash:50)
by Muhammad bin Abdullah At Tuwaijry

Faedah -Faedah Sakit

Jangan lupa membagikan artikel ini setelah membacanya

Bismillah, alhamdulilah, washshalatu wassalamu 'ala man laa nabiya ba'dah, Amma ba'du:
Sesungguhnya sakit merupakan bagian dari cobaan yang mengandung banyak faedah bagi seorang muslim, namun mayoritas manusia tidak mengetahuinya, diantara faedah tersebut adalah sebagai berikut:
  1. Sesungguhnya sakit merupakan penebus berbagai dosa dan menghapuskan segala kesalahan, sehingga sakit menjadi sebagai balasan keburukan dari apa yang dilakukan hamba, lalu dihapus dari catatan amalnya hingga menjadi ringan dari dosa-dosa. Hal itu berdasarkan dalil-dalil yang sangat banyak, di antaranya adalah:
    1. Hadits Jabir bin Abdullah rahimahullah, sesungguhnya ia mendengar Rasulullah S.A.W. bersabda:
" مَا يَمْرَضُ مُؤْمِنٌ وَلاَ مُؤْمِنَةٌ وَلاَ مُسْلِمٌ وَلاَمُسْلِمَةٌ إِلاَّ حَطَّ اللهُ بِذلِكَ خَطَايَاهُ كَمَا تَنْحَطُّ الْوَرَقَةُ مِنَ الشَّجَرِ"
"Tidaklah sakit seorang mukmin, laki-laki dan perempuan, dan tidaklah pula dengan seorang muslim, laki-laki dan perempuan, melainkan Allah S.W.T. menggugurkan kesalahan-kesalahannya dengan hal itu, sebagaimana bergugurannya dedaunan dari pohon." HR. Ahmad 3/346.
B. Hadits Ummul 'Ala radhiyallahu 'anha, ia berkata, "Rasulullah S.A.W. berkunjung kepadaku dan aku sedang sakit, lalu beliau bersabda:
" أَبْشِرِي يَا أُمَّ الْعَلاَءِ, فَإِنَّ مَرَضَ الْمُسْلِمِ يُذْهِبُ اللهُ بِهِ خَطَايَاهُ كَمَا تُذْهِبُ النَّارُ خَبَث الذَّهَبِ وَاْلفِضَّةِ "
"Bergemberilah wahai Ummul 'Ala, sesungguhnya sakitnya seorang muslim dijadikan oleh Allah S.W.T.untuk menghilangkan kesalahannya dengannya, sebagaimana api menghilangkan karat emas dan perak."HR. Abu Daud no.3092.
Sebagian orang menduga bahwa keutamaan dan pahala yang terdapat dalam hadits-hadits ini dan yang semisalnya, hanya diperuntukkan bagi orang yang menderita sakit berat atau sakit parah, atau yang tidak bisa diharapkan lagi kesembuhannya saja, padahal sebenarnya berbeda dengan dugaan ini, karena seorang hamba akan mendapat pahala dari musibah yang menimpanya,  sekalipun hanya sakit ringan,  selama ia tetap sabar dan selalu meminta pahala.
Tidak disangsikan lagi bahwa setiap kali musibahnya lebih besar dan sakitnya sangat berat, maka akan bertambahlah pahalanya, akan tetapi sakit ringan juga tetap akan mendapat pahala.
  1. Sesungguhnya sakit akan mengangkat derajat dan menambah kebaikan, dalil-dalil tentang hal itu adalah sebagai berikut:
    1. Hadits 'Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata,  "Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah S.A.W.bersabda:
" مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُشَاكُ شَوْكَةٌ فَما فَوْقَهَا إِلاَّ كُتِبَ لَهُ بِهَا دَرَجَةٌُ وَمُحِيَتْ عَنْهُ بهَا خَطِيْئَةٌ "
"Tidak ada seorang muslimpun yang tertusuk duri, atau yang lebih dari itu, melainkan ditulis untuknya satu derajat dan dihapus darinya satu kesalahanHR. Muslim no. 2572.
  1. Hadits 'Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah S.A.W. bersabda:
" مَا ضربَ عَلَى مُؤْمِنٍ عرق قَطُّ إِلاَ حَطَّ اللهُ عَنْهُ خَطِيْئَةً وَرَفَعَ لَهُ دَرَجَةً "
"Tidak pernah seorang mukmin mendapat perlakukan zalim melainkan Allah S.W.T. akan mengugurkan kesalahan darinya dan meninggikan derajatnya"  HR. al-Hakim dan ia menshahihkannya serta disepakati oleh adz-Dzahabi.
Maka jelaslah dari penjelasan nash-nash ini bahwa disamping menghapuskan kesalahan, juga diperoleh peningkatan derajat dan tambahan kebaikan.  Karena alasan inilah, imam an-Nawawi rahimahullah memberikan komentar setelah memaparkan hadits-hadits ini:  (Di dalam hadits-hadits ini terdapat kabar gembira yang besar bagi kaum muslimin, bahwa tidak berkurang sedikitpun dari diri mereka, dan di dalamnya dijelaskan tentang penebus berbagai kesalahan dengan segala penyakit, segala musibah dunia dan duka citanya, sekalipun kesusahan itu hanyalah sedikit. Dan di dalamnya dijelaskan pula tentang pengangkatan derajat dengan perkara-perkara ini dan tambahan kebaikan) (Syarh an-Nawawi atas Shahih Muslim 16/193).
  1. Sesungguhnya penyakit merupakan sebab untuk mencapai kedudukan yang tinggi, hal itu diindikasikan oleh hadits Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah S.A.W. bersabda:
" إِنَّ الرَّجُلَ لَيَكُوْنَ لَهُ عِنْدَ اللهِ اْلمَنْزِلَةَ فَمَا يَبْلُغُهَا بِعَمَلِهِ فَمَا يَزَالُ اللهٌُ يَبْتَلِيْهِ بَمَا يَكْرَهُ حَتَّى يَبْلُغَهَا "
"Sesungguhnya seseorang akan memperoleh kedudukan di sisi Allah S.W.T., ia tidaklah memperolehnya dengan amalan, Allah S.W.T. senantiasa terus mengujinya dengan sesuatu yang tidak disukainya, hingga ia memperolehnyaHR. al-Hakim dan ia menshahihkannya 1/495.
  1. Sakit merupakan bukti bahwa Allah S.W.T.  menghendaki kebaikan terhadap hamba-Nya:
Hal itu ditunjukkan oleh hadits-hadits yang sangat banyak, diantaranya adalah:
  1. Hadits Shuhaib bin Sinan, ia berkata: Rasulullah S.A.W. bersabda:
" عَجَبًا ِلأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ, وَلَيْسَ ِلأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ: إِنْ أَصَابَتْهُ السَّرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ الضَّرَّاءُُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ "
"Sungguh mengagumkan perkara seorang mukmin, sesungguhnya semua perkaranya menjadi kebaikan, dan hal itu tidak pernah terjadi kecuali bagi seorang mukmin: jika ia mendapat kesenangan, ia bersyukur, maka hal itu menjadi kebaikan baginya, dan jika ia mendapatkan musibah, ia bersabar, maka itu menjadi kebaikan baginyaHR. Muslim no. 2999.
  1. Hadits Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah S.A.W. bersabda:
" مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُصِبْ مِنْهُ "
"Barangsiapa yang Allah S.W.T. menghendaki kebaikan dengannya, niscaya Dia menimpakan musibah kepadanyaHR. al-Bukhari no.5645.
  1. Hadits Anas bin Malik, dari Nabi S.A.W. beliau bersabda:
" إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ  فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا َومَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ "
"Sesungguhnya besarnya balasan disertai besarnya cobaan, dan sesungguhnya apabila Allah S.W.T.mencintai suatu kaum, Dia S.W.T. mencoba mereka, barangsiapa yang ridha maka untuknya keridhaan dan barangsiapa yang murka maka baginya kemurkaanHR. at-Tirmidzi no. 5645.
  1. Sesungguhnya sakit membawa kepada muhasabah (intropeksi diri) dan tidak sakit membuat orang terperdaya:
Hukum ini berdasarkan kebiasaan, pengalaman dan realita. Sesungguhnya apabila seseorang menderita sakit, ia akan kembali kepada Rabb-nya, kembali kepada petunjuk-Nya, dan memulai untuk melakukan intropeksi terhadap dirinya sendiri atas segala kekurangan dalam ketaatan, dan menyesali tenggelamnya dia dalam nafsu syahwat, perbuatan haram serta penyebab-penyebab yang mengarah kepadanya –Allah S.W.T. Yang Paling Mengetahui-:
  1. Sesungguhnya sakit membuat hamba merasakan akan dekatnya ajal dan kematian.
  2. Bisa jadi karena rasa sakit yang diderita orang yang sakit membuatnya mengadu kepada Allah S.W.T.
  3. Dan bisa jadi pula karena sesungguhnya sakit itu mematahkan nafsu syahwat, maka jadilah keinginan hamba saat sakit adalah kesembuhan darinya.
Dari Sa'id bin Wahb rahimahullah, ia berkata: Aku berjalan bersama Salman untuk mengunjungi temannya yang sedang sakit, maka ia berkata:  Sesungguhnya Allah S.W.T.  menguji seorang mukmin dengan bala, kemudian Dia S.W.T. menyembuhkannya, maka ia menjadi penebus bagi segala kesalahannya dan menjadi pelajaran bagi yang tersisa. Dan sesungguhnya Allah menimpakan bencana kepada orang fasik, kemudian Dia S.W.T.  menyembuhkannya, maka ia bagaikan unta yang diikat oleh pemiliknya, ia tidak tahu kenapa mereka mengikatnya, kemudian mereka melepaskannya maka diapun tidak mengetahui kenapa mereka melepaskannya. (Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 10813).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: "Musibah yang engkau terima dengannya terhadap Allah I lebih baik bagimu daripada nikmat yang membuatmu lupa untuk berdzikir kepada-Nya. (tasliyatu ahli al-Masha`ib).
  1. Sesungguhnya sakit menjadi penyebab kembalinya hamba kepada Rabb-Nya:
Bagian ini merupakan pelengkap bagian sebelumnya, cobaan merupakan penyebab kembalinya hamba kepada Rabb mereka, yaitu pada saat Dia menghendaki kebaikan terhadap mereka. Karena inilah, Allah S.W.T. berfirman:
[ وَلَقَدْ أَرْسَلْنَآ إِلَى أُمَمٍ مِّن قَبْلِكَ فَأَخَذْنَاهُم بِالْبَأْسَآءِ وَالضَرَّآءِ لَعَلَّهُمْ يَتَضَرَّعُونَ ]
"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat yang sebelum kamu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka bermohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri" (QS. Al-An'aam: 42)
Dan Allah S.W.T. berfirman:
[ وَبَلَوْنَاهُم بِالْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ ]
"Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran)" (QS. Al-A'raaf: 168)
Yazid bin Maisarah rahimahullah berkata: Sesungguhnya hamba menderita sakit, sedangkan dia dalam keadaan tidak mempunyai amal kebaikan di sisi Allah S.W.T., lalu Allah S.W.T. mengingatkan sebagian kesalahannya di masa lalu, kemudian keluarlah air matanya yang sebesar kepala lalat karena takut kepada Allah S.W.T., sehingga tatkala Allah S.W.T.  membangkitkannya dalam keadaan suci, atau Dia mengambilnya (mewafatkannya), maka Dia S.W.T. mengambilnya dalam keadaan suci. ('Iddatush Shabiri 155).
  1. Tetapnya amal ibadah orang yang sakit, selama sakit menghalanginya darinya:
Banyak sekali hadits dari Rasulullah S.A.W. yang menunjukkan bahwa amal ibadah orang yang sakit akan tetap dicatat, selama sakit itu menghalanginya dari beramal, yang kalau bukan karena sakit tentu ia tetap mengamalkannya, hal ini dijelaskan oleh hadits Abu Musa rahimahullah, ia berkata: Rasulullah S.A.W. bersabda:
" إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ كُتِبَ مِثْلُ مَاكَانَ يَعْمَلُ مُقِيْمًا صَحِيْحًا "
"Apabila seorang hamba sakit atau melakukan perjalanan (safar), niscaya ditulis untuknya seperti amalan orang yang muqim (tidak bepergian) lagi sehat." HR. al-Bukhari no. 2996.
  1. Sesungguhnya sakit merupakan penyebab masuk surga dan selamat dari neraka:
Adapun keadaan sakit menjadi penyebab selamat dari neraka, sebagaimana yang disebutkan bahwa demam adalah bagian (jatah) orang yang beriman dari neraka, hal itu ditunjukkan oleh hadits 'Aisyah radhiyallahu 'anha, sesungguhnya Nabi S.A.W. bersabda:
" اَلْحُمَّى حَظُّ كُلِّ مُؤْمِنٍ مِنَ النَّارِ "
"Demam adalah bagian setiap mukmin dari neraka"
Adapun sakit menjadi penyebab masuk surga, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits bahwa orang yang kehilangan penglihatannya, lalu ia bersabar, niscaya Allah S.W.T. menggantikan surga kepadanya. Demikian pula perempuan yang terkena penyakit ayan, Nabi S.W.T.  mengabarkan kepadanya bahwa jika ia bersabar, maka untuknya surga.
Dalil-dalil ini, dalam persoalan sakit demam dan ayan menunjukkan bahwa keduanya menjadi penyebab masuk surga.
Berbagai macam penyakit menjadi penebus berbagai macam kesalahan dan menambah kebaikan, dan keduanya menjadi penyebab masuk surga, karena sakit itu meringankan kesalahan hamba dalam timbangan dan menambah daun timbangan kebaikan.
Ditambah lagi, sesungguhnya sakit termasuk musibah yang tidak disukai hamba, Nabi S.A.W. bersabda:
" حُفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ وَحُفَّتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ "
"Surga diliputi dengan segala yang dibenci dan neraka diliputi dengan nafsu syahwatHR. al-Bukhari no. 6487 dan Muslim no. 2822.
  1. Sesungguhnya sakit itu memperbaiki hati:
Al-'Allamah Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: (Hati dan ruh mengambil manfaat dengan penyakit dan penderitaan, yang tidak bisa dirasakan kecuali oleh orang yang memiliki kehidupan, sehingga kesehatan hati dan ruh digantungkan atas penderitaan badan dan tekanannya) (Syifa`ul 'alil 524).
Beliau juga mengatakan: (Sebagaimana yang telah diketahui, sesungguhnya jika bukan karena berbagai cobaan dunia dan musibahnya, niscaya hamba mendapatkan berbagai penyakit sombong, bangga diri, dan keras hati, yang menjadi penyebab kebinasaannya, baik yang cepat (di dunia) maupun yang tertunda (di akhirat).
Maka kalau bukan karena Allah S.W.T. mengobati hamba-hamba-Nya dengan berbagai obat cobaan dan ujian, niscaya mereka akan berbuat zalim dan melampuai batas. Dan apabila Allah S.W.T.  menghendaki kebaikan kepada hamba-Nya, Dia menuangi obat dari cobaan dan ujian menurut kadar kondisinya, dan mengosongkan dengannya dari penyakit-penyakit yang membinasakan, sehingga apabila Dia telah membersihkannya, Dia menempatkannya untuk martabat paling mulia di dunia, yaitu penghambaan, dan pahala tertinggi di akhirat, yaitu melihat-Nya dan dekat dengan-Nya. (Syaifaul Ghalil hal. 524).
  1. Sesungguhnya sakit mengingatkan hamba terhadap nikmat kesehatan:
Terkadang seseorang akan terlena dengan kesehatan dalam waktu yang panjang, sehingga ia melupakan bertafakkur tentang kebesaran nikmat ini dan lalai dari bersyukur kepada Allah S.W.T.  Maka ia dicoba dengan sakit, sehingga mengenal kadar yang besar tersebut, karena sakit membuatnya tidak bisa memperoleh kepentingan agama dan dunia, karena itulah, Nabi S.A.W. bersabda:
" نِعْمَتَانِ مَغْبُوْنٌ فِيْهِمَا كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ وَاْلفَرَاغُ "
"Dua nikmat yang membuat manusia banyak terperdaya olehnya: nikmat sehat dan waktu luang" (HR. al-Bukhari no.6412)
Terkadang manusia mendapat kesempatan, akan tetapi ia tidak bisa memanfaatkannya karena disibukkan oleh sakitnya. Nikmat adalah kesempatan yang tidak sempurna kecuali disertai oleh adanya kesehatan. Maka akan diperoleh rasa bersyukur terhadap kesehatan yang disebabkan oleh ingatan pada saat sakit karena besarnya kenikmatan tersebut.
  1. Sesungguhnya sakit itu mengingatkan hamba terhadap kondisi saudara-saudaranya yang sakit:
Di saat sehat, seorang hamba terkadang mendapatkan penderitaan saudara-saudaranya yang sakit, baik penderitaan itu bersifat badaniyah, yang membuat penderita merintih, atau bersifat kejiwaan seperti rasa takut dari sakit dan akibatnya, ataupun penderitaan yang meliputi orang yang sakit dari keluarganya, lalu mereka terpengaruh karena sakitnya, terutama apabila penyakit yang diderita menyebabkannya berhenti bekerja, dan tidak ada pemasukan untuk keluarga serta anak-anaknya kecuali dari pekerjaannya saja, sehingga orang yang sakit menderita tekanan jiwa karena istri dan anak-anaknya yang mengelilingi, juga karena kurangnya pemasukan disertai penderitaan penyakit beserta dampaknya.
Demikian pula istri dan anak-anaknya, mereka menderita karena merasa kehilangan atas orang yang biasa membiayai hidupnya, maka bagaimana apabila ditambah kepadanya seluruh biaya pengobatan dan yang lainnya. Maksudnya adalah bila hamba mengalami penderitaan seperti itu dan persoalan menjadi bertumpuk-tumpuk atasnya, maka sesungguhnya hal ini akan membuatnya mengingat kondisi saudara-saudaranya yang sakit, yang penghasilannya lebih rendah darinya dan lebih lemah kondisinya serta lebih banyak anaknya, sehingga ia meratapi kondisi mereka dan hal itu dapat mendorongnya untuk membantu mereka dan anak-anak mereka dengan memberikan nafkah dan sedekah serta yang semisalnya.
  1. Sakit membuat hamba mendapatkan teman-teman baru:
Apabila orang yang sakit terbaring di tempat tidur putih, maka sesungguhnya ia akan mengenal sesama saudara-saudaranya yang sakit, sama saja yang berada bersamanya dalam satu kamar atau dalam satu bagian, di tempat mereka shalat bersama yaitu mushalla dan saling mengenal satu sama lain. Hal ini akan membuat dia memperoleh teman-teman baru yang mendoakannya dan diapun mendoakan mereka, terkadang hubungan bisa terus berlangsung dalam waktu yang lama hingga setelah sakit, dan diantara penyebab dikabulkannya doa adalah doa orang yang sedang sakit.
Alangkah besarnya nikmat seorang hamba jika dapat memperoleh banyak teman yang sakit, lalu mereka memohon kepada Allah S.W.T.  dengan berdoa untuknya dan menyebutnya dengan kebaikan, karena ia telah memberikan kebaikan kepada mereka. Siapakah dari kaum muslimin yang tidak menginginkan doa dari sesama saudaranya, terutama jika orang-orang yang berdoa itu adalah yang sangat dekat untuk dikabul doanya?
Aku memohon kepada Allah S.W.T.  agar menyembuhkan kaum muslimin yang sakit, memperbaiki hati dan perbuatan mereka, sesungguhnya Dia Maha mendengar lagi Maha Mengabulkan.
Segala puji bagi Allah S.W.T.  Rabb semesta alam, dan semoga rahmat Allah S.W.T., kesejahteraan, dan berkah-Nya selalu tercurah kepada hamba dan Rasul-Nya Muhammad, keluarganya serta para sahabatnya sekalian.
Sumber      : Dar ibnu Khuzaimah